Non Muslim pada Perbankan Syariah

non-muslim-pada-perbankan-syariah
Oleh: Dr. Salman Nasution SE.I., MA. Perjalanan yang cukup panjang, rumit dan penuh perjuangan menghadirkan lembaga keuangan Syariah di Indonesia. Padahal umat Islam di Indonesia merupakan populasi terbesar di dunia, namun untuk mendapatkan izin saja sangat dicurigai pada masa pemerintahan Orde Baru. Banyak alasan pemerintah pada waktu itu menolak dan memperlambat pendirian lembaga keuangan Syariah, diantaranya isu-isu pendirian negara Islam di Indonesia. Dengan negosiasi dan berbagai pendekatan, akhirnya Presiden Suharto pada masa itu memberikan izin mendirikan perbankan Syariah pada tahun 1992 yaitu Bank Muamalah atau BUS (Bank Umum Syariah) yang pertama hadir dengan menggunakan sistem keuangan yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah.

Menurut undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat. Pada data OJK (Otoritas Jasa Keuangan) di Jakarta bahwa perbankan Syariah tumbuh subur pasca izin dari pemerintah tahun 1992 sampai pada akhir Februari 2018 tumbuh sebesar 20,65 persen dengan jumlah 13 BUS, 21 unit usaha Syariah dan 167 BPR Syariah. Pembangunan nasional banyak diperbantukan oleh perbankan Syariah dalam urusannya pada usaha mikro kecil dan menengah.

Perbankan Syariah ialah suatu lembaga keuangan yang menjalankan sistem transaksi keuangan yang bersumber pada Al Quran yang diturunkan oleh Allah SWT. dan Sunnah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.. Pada dasarnya, Syariah dimaknai secara substantif merupakan cara yang baik dan benar tanpa menzolimi manusia. adapun nilai “Syariah” itu sendiri adalah keadilan (al adl), tolong-menolong (ta’awun), bekerjasama (musyarakah, mudharabah), menitip (wadi’ah), pencatatan yang akuntabel (uktub) dan lainnya sehingga menciptakan masyarakat Madani. 

Eksistensi masyarakat yang adil dan makmur hadir disaat adanya hubungan yang baik antara orang kaya dan orang miskin. Mereka berada pada posisi keseimbangan keuangan (garis horizontal) tanpa adanya rasa paling tinggi dan merasa rendah diri. Pemilik dana memberikan sebagian kepada pihak yang membutuhkan seperti dalam perbankan Syariah dikenal dengan produk Mudharabah dan Musyarakah. Dalam menjalankan perintah Allah, umat Islam tidak hanya dituntun menjalankan ibadah ritual (vertikal) seperti sholat, puasa dan haji, namun dalam implementasi sosial seperti bertransaksi Syariah sehingga menjadi keberkahan tersendiri dalam berekonomi dan kemaslahatan umat.

Sebagai lembaga keuangan yang berbasis Syariah, bank tersebut mengoperasionalkan keuangannya dalam berbagai usaha yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah. Lembaga keuangan tersebut mendapat keuntungan dari setiap transaksi keuangan yang halal dan baik seperti pembiayaan pada usaha-usaha yang halal dan baik, seperti pada program pemerintah dalam ekspansi pembangunan infrastruktur jalan tol, bahwa bank Syariah ikut berpartisipasi dalam melakukan pembiayaan pada sektor riil.

Beda bank Syariah beda pula bank Islam karena keduanya memiliki kata dan arti yang berbeda. Bagi penulis Syariah cendrung pada sistem yang baik sedangkan Islam pada eksistensi ajaran Islam (dalam istilah Indonesia adalah agama) inilah yang perlu dikaji lebih mendalam bagi para peneliti untuk memastikan agar kecurigaan dan kekhawatiran non Muslim terhadap lembaga keuangan ini. Pada dasarnya, perbankan Syariah dihadirkan untuk menenangkan hati umat Islam untuk taat dan patuh terhadap perintah-perintah Allah diantaranya terhindar dari transaksi ribawi atau kejahatan ekonomi. Dan tidak ada paksaan kepada non Muslim untuk melakukan transaksi pada perbankan Syariah. 

Banyak penelitian terkait hubungan non Muslim terhadap perbankan Syariah di Indonesia, satu diantaranya penelitian dilakukan oleh Evi Yupitri dan Raina Linda Sari pada Jurnal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, Desember 2012 dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non Muslim Menjadi Nasabah Bank Syariah Mandiri di Medan”. Adapun variabel yang diteliti adalah promosi, fasilitas dan produk yaitu ketiga variabel tersebut sangat mempengaruhi non Muslim menabung di perbankan Syariah di Medan.

Perbankan konvensional juga melayani produk-produk Syariah seperti investasi Syariah, tabungan Syariah juga KPR Syariah. Tidak hanya di dalam negeri, produk Syariah juga menjamur di luar negeri yang mayoritas non Muslim seperti di Amerika Serikat melayani produk Syariah-nya seperti pada Bank Standard Chartered dan J. P. Morgan dan di Inggris pendirian bank Syariah bernama Islamic Bank of Britain yang berkantor pusat di Birmingham. Banyak nasabah dari negara Timur Tengah datang ke negara tersebut hadir sebagai nasabah karena alasan investasi yang aman. Menurut data dari International Shariah Research Academy for Islamic Finance (ISRA) di Malaysia bahwa keberadaan lembaga keuangan syariah mengalami kemajuan tidak hanya di negara-negara Muslim atau non Muslim.

Banyak faktor-faktor lainnya bagi non Muslim bertransaksi di perbankan Syariah, diantaranya masih adanya kepercayaan kepada Tuhan untuk menjalankan perintah agamanya seperti perdagangan yang diharamkan yaitu khamar, berjudi, rentenir dengan bunga yang cukup besar, dan lainnya. Bagi agama samawi lainnya Nasrani dalam Kitab Injil Lukas pasal 6 ayat 34 – 35 dan Yahudi Kitab Keluaran (Exodus) ayat 22 pasal 25, tercatat jelas dalam kitab suci mereka terhadap pelarangan “riba” karena dapat merusak kehidupan dan tatanan manusia. Maka dengan melakukan hubungan kerjasama dengan perbankan Syariah maka umat non Muslim pun akan merasa tenang dalam hatinya.

Tidak ada alasan bagi non Muslim untuk tidak melakukan transaksi pada perbankan Syariah dengan alasan agama. Banyak ayat-ayat dalam perspektif agama Nasrani dan Yahudi melarang riba sebagai suatu sistem kejahaten ekonomi, sehingga layak dan logis untuk ditinggalkan. Walaupun pada sisi kebahasaan, Syariah lebih merujuk pada bahasa tertentu yaitu Arab. Atau pada solusi lainnya, umat Kristiani dan Yahudi membentuk lembaga keuangan berdasarkan firman-firman Tuhan dengan tujuan menyejahterakan ekonomi umat.

Hal ini juga dinyatakan oleh Bank Indonesia mengevaluasi lambatnya perbankan Syariah di Indonesia dengan pemeluk Islam terbesar di Indonesia dan minimnya non Muslim bertransaksi di lembaga keuangan tersebut. Bank Indonesia beralasan bahwa adanya pengaruh positif terhadap penggunaan istilah atau bahasa Arab pada perbankan Syariah. Hal ini disampaikan pada acara Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya, Rabu 26 Oktober 2016. 

Bagi penulis, alasan sedikitnya nasabah di perbankan Syariah tidak ada hubungannya antara penggunaan Syariah yang berasal dari bahasa Arab jika dilihat dari segi linguistik. Kehadiran agama Nasrani dan Yahudi juga berasal dari wilayah Jazirah Arab begitu juga kelahiran Nabi Abraham, Ishak, Yakub dan Musa (Judaisme) dan Isa Al Masih atau disebut kalangan umat Nasrani yaitu Yesus Kristus di wilayah Arab hanya penyebutan nama negara-negaranya saja yang berbeda seperti Mesir dan Palestina (Israel yang menjadi negara di wilayah Palestina). 

Dengan bangganya, kehadiran perbankan sebagai lembaga keuangan berbasis Syariah diikuti dengan pendirian lembaga keuangan Syariah lainnya yaitu asuransi Syariah, pegadaian Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan lainnya. Bank Indonesia mencatat pencapaian lembaga keuangan Syariah sangat maksimal. Namun yang terpenting dalam keuangan berbasis Syariah adalah nilai kemanusiaan, keadilan, keamanan, halal dan baik yang diterima oleh semua agama di Indonesia dan mendapatkan rahmat bagi Tuhan Semesta Alam.***

Penulis adalah Dosen UMSU dan Majelis Wakaf dan Kehartabendaan PW. Muhammadiyah SU

()

Baca Juga

Rekomendasi