Liang Teh, Tak Lekang Digerus Waktu

liang-teh-tak-lekang-digerus-waktu

Oleh:J Anto.

TAK banyak minuman tradisional Tionghoa yang tetap diburu orang seperti liang teh. Minuman yang terbuat dari racikan berbagai tumbuhan ini dipercaya memiliki sejumlah khasiat untuk kesehatan. Tak heran, sekalipun disajikan di kaki lima, liang teh tetap diburu orang sampai kini.

Gelap perlahan merambat di langit Kota Medan, lampu-lampu neon sudah berpendar di sepanjang Jalan Perniagaan, Kesawan. Riuh  pedagang  tekstil merayu calon pembeli, raung sepeda motor dan teriakan tukang parkir serta hilir mudik kuli angkut barang menarik kereta sorongnya sudah tak lagi terlihat. Hanya sisa-sisa beberapa sampah plastik yang kadang masih terlihat.

Persis di simpang tiga yang mempertemukan Jalan Perniagaan dengan Jalan Perdagangan menuju Jalan Ahmad Yani,  sebuah mobil berhenti di depan sebuah kedai yang terletak di depan sebuah ruko.

Kedai itu sederhana saja. Di bawah sebuah tenda kecil, terpacak sebuah gerobak dorong berlapis stainlees. Di atasnya ada dua buah dandang stainlees kuning emas, yang diletakkan di atas tungku penuh arang membara. Ada juga dua buah teko dan sederet gelas. Di belakang gerobak dorong itu, tergantung di tembok ruko, poster biru tua bertuliskan: Liang Teh Perniagaan Ayong Since 1943.

Kaca jendela mobil itu lalu perlahan terbuka. Seorang perempuan berjilbab merah langsung mendekat ke pintu mobil. Seorang acek, yang duduk di kursi depan mobil, langsung berujar, “Satu manis, satu pahit.”

Manan, laki-laki tua berpeci lobai yang berdiri di depan meja langsung mengangkat cerek aluminium dan menuangkan isinya ke sebuah gelas. Lalu tangannya beralih ke cerek satu lagi dan kembali menuangkan ke gelas yang lain. Kedua gelas itu lalu diangsurkan ke perempuan berjilbab merah yang bergegas mengangsurkan ke arah acek yang ada dalam mobil.

Sebuah sepeda motor muncul dan berhenti di belakang mobil. Si pengendara lalu membuka helmnya. Seorang ibu dan anak perempuannya. “Dua ya, manis,” teriaknya.

Pahit dan Manis

Begitulah gambaran saat para penggemar liang teh menyeruput minuman itu di kedai Ayong. Kedai minuman yang telah ada sejak 1943 itu, mulai melayani pembeli sejak pukul 17.00 WIB. Biasanya pukul 23.00 WIB, kedai sudah tutup. Empat dandang besar liang teh yang telah diracik, tandas malam itu. Namun saat ditanya berapa gelas yang terjual? Manan hanya tersenyum dan malah berujar, “Penggemar liang teh Ayong nggak hanya dari Medan, tapi juga dari Jakarta yang lagi ada acara di Medan.”

Liang teh, tak pelak merupakan minuman tradisional asal Tiongkok yang tak aus digerus waktu. Teh  yang terbuat dari rebusan bunga chrysan (chrysanthemum) dan bahan herbal lainnya itu diyakini dapat meredakan panas dalam. Cocok diminum orang yang habis makan gorengan atau makanan berminyak. Di kedai ini tersedia dua rasa liang teh, manis dan pahit. Satu gelas  dijual Rp 5.000.

Liang teh yang pahit penuh serbuk, mirip jamu. Sedangkan yang manis, aromanya harum, rasanya mirip-mirip teh krisantemum.

“Kadang ada pelanggan yang minta dicampur,” tambah Manan. Liang teh Ayong disajikan  dalam suhu hangat dan dingin. Liang teh tetap eksis sekalipun muncul berbagai jenis minuman sejenis dalam ragam kemasan maupun rasa yang memiliki fungsi sama. Hingga kini liang teh tak hanya awet, penikmatnya juga meluas tak hanya di kalangan orang Tionghoa.

Tokoh persuratkabaran Medan, Supandi Kusuma salah satunya. Ia bahkan telah mengonsumsi liang teh sejak 1947, saat masih berumur 10 tahun. Waktu itu ia sering main di toko obat milik tantenya di Jalan Perniagaan. “Oleh tante, saya sering dibawa minum liang teh yang dulu dijual tak jauh dari toko obatnya,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (15/4). Pedagang liang teh yang dimaksud Supandi Kusuma mungkin Kho Mak Khun atau Gan Kim Siah, menantunya.

Kho Mak Khun sering disebut-sebut sebagai pedagang liang teh pertama dan paling legendaris di Medan. Setelah Kho Mak Khun meninggal, usaha dagang liang teh itu diteruskan oleh menantu dan puteri tunggalnya. Lalu pada 1997, setelah Gan Kim Siah meninggal, usaha itu diteruskan Ayong, salah seorang anak laki-lakinya. Tentu saja kedai liang teh tak hanya ada di Jalan Perniagaan, tapi juga ada di  Jalan Ahmad Yani, Asia, Titi Kuning, Pandu Hulu, dsb.

Sekalipun dinamakan Liang Teh, namun sebenarnya  tak ada unsur daun teh atau batang teh pada bahan yang diramu. Tiap pedagang liang teh juga punya bahan racikan sendiri-sendiri. Tak ada racikan  yang jadi standar acuan membuatnya.

Tapi yang jelas, liang teh termasuk dalam teh herbal karena dibuat dari jenis tumbuhan-tumbuhan herbal yang berasal dari Tiongkok. Liang teh digemari karena dipercaya punya khasiat mencegah dan menyembuhkan panas dalam. Bahkan ada yang memercayai dapat melancarkan pencernaan atau buang air besar

Soal khasiat liang teh, barangkali orang tak banyak berdebat. Namun soal apa yang disebut liang teh, barangkali orang bisa muncul versi masing-masing. Penulis fiksi Yusrin Lie misalnya, menyebut liang teh tak lain dari teh krisantemum. Jika sedang demam, ia sering minum teh krisantemum dalam bentuk sachet. Sehari  tiga kali dan diminum tiga hari berturut.

Ia tak mau minum liang teh yang dijual di pinggir jalan. Juga obat kimia. Kadang ia juga membeli kek hwa teh yang diracik seorang sinse di  toko obat Tionghoa. Namun kek hwa teh dianggap kurang praktis. Racikan teh  harus dimasak terlebih dahulu.

“Dari tiga gelas air menjadi satu gelas, kemudian baru disaring dan tambah sedikit gula batu agar tidak terlalu pahit,” katanya. Meski kurang praktis, namun dari sisi khasiatnya lebih bagus dari sachet.

Teh Lo Han Kuo

Lie Ho Pheng mengartikan liang teh sebagai teh racikan dari buah lo han kuo. Ia rutin minum liang teh racikan isterinya 2 - 3 kali sebulan. Lo han kuo adalah tumbuhan merambat asal Tiongkok, yang memiliki buah hijau dan manis. Buah yang telah dibudidayakan sejak beratus-ratus tahun silam ini tumbuh di dataran Tiongkok Selatan, terutama di Provinsi Guan Xi di atas Kota Guilin. Lo han kuo mengandung berbagai vitamin, seperti  vitamin A, B, C, D, E, betakaroten, serta zat besi, fosfor, natrium, kalsium, magnesium, kalium, serta zinc.

Sebuah lo han kuo, setelah dicuci bersih, menurut pengusaha mebel itu, lalu dihancurkan dengan cara diremas lalu dimasak dengan air kurang lebih 3 liter sampai mendidih. Jika kurang manis bisa ditambah gula batu. “Aromanya harum, rasanya enak, apalagi setelah disimpan di kulkas, segar di tenggorokan,” ujarnya.

Perbedaan bahan ramuan dalam membuat liang teh, bisa jadi terkait rahasia dapur masing-masing pedagang. Namun beberapa bacaan menyebutkan bahwa bahan-bahan ramuan itu lebih dari lima buah.

Yang jelas, sebagai salah satu produk minuman sehat,  liang teh masih  eksis sampai sekarang. Bahkan di Singapura, menurut Supandi Kusuma, ada kedai liang teh di kawasan People Park. Seperti umumnya kedai minuman, kedai liang teh itu berupa ruko yang didesain menarik.

Pemilik kedai bahkan bisa memberi bahan ramuan tambahan jika pengunjung  punya keluhan sakit lain. Produk yang disajikan baik dalam kemasan botol, maupun yang masih fresh.

Sebagai minuman tradisional, liang teh mampu melewati perjalanan panjang karena ada kesadaran dari para orang tua. “Kita bergenerasi dikenalkan dan dibiasakan orang tua untuk minum liang teh,”  ujar Yusrin Lie. Untuk sakit ringan seperti demam, menurutnya tak perlu minum obat jika masih ada minuman tradisional yang bisa menyembuhkan, dus tak memiliki efek samping.

Tak bisa juga dipungkiri, cara penyajian liang teh yang makin mengikuti tuntutan zaman, juga membuat liang teh awet bertahan. Kini liang teh, seperti disebut Supandi Kusuma, memang sudah tersaji dalam berbagai bentuk. Mulai dari bubuk sachet, celup, kemasan botol, dan kalengan. Tak kalah trendi dengan kemasan minuman ringan lainnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi