Bersatu Kembali Setelah Pemilu

bersatu-kembali-setelah-pemilu

Oleh: Roy Martin Simamora.

Pemilu telah usai. Itu artinya, kompetisi politik para kandidat dan para simpatisan pun secara otomatis telah berakhir. Adalah sebuah keniscayaan bagi semua warga negara untuk segera menyuarakan persa­tuan. Sebagai bangsa berbudi luhur, mari kita ikat kembali semangat persatuan yang (mungkin) telah terkoyak-koyak sebelum atau selama perhelatan pesta demokrasi dilangsungkan.

Karena itu, kita jangan terlalu lama terlarut dalam perpecahan dan permu­su­han. Siapapun yang kelak terpilih, mereka ada­lah pilihan rakyat Indonesia secara sah sebagaimana jelas tertuang dalam kons­ti­tusi. Bagi yang menang tak lekas merasa ju­mawa, bagi yang kalah tak lantas patah aran­g. Baik pendukung yang satu dengan pen­dukung yang lain, mari saling merang­kul kembali dalam rangkulan merah putih.

Bangsa kita tidak boleh terpecah-pecah perkara perbedaan politik. Jangan ada lagi pertengkaran di antara anak bangsa. Kita telah menguras banyak tenaga, pikiran, waktu, serta segala sumber daya yang kita miliki selama musim pemilu.

Belum lagi pertengkaran antar anak bangsa di lini masa semacam media sosial, black campaign (kam­panye hitam) yang per­nah menghiasi perbincangan kita, saling mence­mooh pilihan masing-masing di dunia maya, menebar kebencian-keben­cian primordial yang bertujuan memecah belah bangsa, menyebarkan kabar (infor­masi) yang belum dapat dipastikan kebe­na­rannya. Apakah kita mau bertengkar lama berlarut-larut hanya karena memi­lih pemimpin untuk lima tahun berkuasa? Pa­dahal, ada banyak tahun-tahun yang harus kita lewati untuk mema­jukan peradaban bangsa ini. Saya kira, kita tidak mau pertengkaran semacam itu terjadi, bukan?

Pancasila Sebagai Pemersatu

Dalam perjalanan bangsa yang besar ini, jika menegok kembali ke belakang, de­klarasi kemerdekaan telah dikuman­dang­kan oleh para pendiri bangsa. Mereka bersepakat bahwa Indonesia mengadopsi Pancasila sebagai dasar negara, bahkan sebagai alat pemersatu bangsa.

Sangat jelas, berbunyi dalam sila ketiga “Persatuan Indonesia” yang berarti bangsa In­donesia beraneka ragam suku, suku, aga­ma, ras memerlukan tali pengikat untuk me­wujudkan persatuan dan kesatuan agar tercipta keharmonisan di antara segenap rak­yat. Pancasila sebagai pemersatu diang­gap berisi cita-cita luhur dan gambaran ideal yang diwujudkan bangsa Indonesia.

Sila “Persatuan Indonesia” selain me­nyadari pentingnya persatuan bagi ke­lang­sungan hidup bangsa, juga menun­juk­kan adanya pemahaman bahwa per­be­daan itu sebagai suatu realita yang tidak mung­kin dihi­langkan oleh siapapun. Per­be­daan sesungguhnya adalah suatu karunia yang harus disyukuri, dan bukan sesuatu yang harus diingkari dan apalagi mencoba untuk menghilang­kannya.

Dengan demikian, persatuan bangsa se­sungguhnya nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi  oleh setiap orang. Karena pada hakekat­nya, perpecahan atau perti­kai­an justru akan menghancurkan umat ma­nusia itu sendiri.

Daripada memikirkan pertikaian dan per­pecahan, lebih baik memikir­kan masa depan bangsa ke depannya. Ada banyak sekali pekerjaan rumah bangsa ini yang harus segera dituntaskan. Dari pekerjaan yang kecil hingga pekerjaan yang paling besar. Untuk bisa melewati hal-hal besar atau kecil itu, kita harus bersatu. Tidak ada bangsa yang tidak memiliki masalah dan tantangan.

Kita hidup dalam siklus masalah dan ke­putusasaan yang tak berkesudahan, ke­putusasaan dan solusi, solusi dan tindakan, dan tindakan dan pembangunan kembali demi kebaikan bangsa dan negara. Dan, ke­mudian siklus itu hampir selalu dimulai kem­bali, dengan lebih banyak masalah yang muncul dan lebih banyak tantangan yang harus dihadapi. Ada banyak hal yang membuat kita melalui siklus yang tidak pernah berakhir ini; harapan, kebutuhan untuk berubah, tetapi yang paling penting: persatuan dan kesatuan.

Persatuan adalah bagaimana kita me­mulainya, jadi tampaknya wajar bahwa itu harus menjadi kunci untuk mengakhiri konflik-konflik antar anak bangsa. Setelah pe­milu, kita bersatu kembali. Apakah kita meng­­ingat ada berapa banyak orang ke­hilangan kepercayaan karena perbedaan pan­dangan politik.

Ketika saya kehilangan keperca­yaan seorang teman karena sikap politik. Ketika ke­rabat tidak mau lagi berbaur dengan kerabat yang lain karena politik. Ketika Anda dan tetangga tidak lagi saling bersua ka­rena pilihan politik. Ketika Anda dan teman sekantor bertengkar karena beda calon kandidat yang dipilih. Keakraban seakan mulai memudar begitu saja karena perkara pemilu dan politik.

Perbedaan antar Anak Bangsa

Selama ini, kita terlalu sering meman­dang perbedaan antar anak bangsa. Kita semua membuat kate­gori: berpikir saya dan Anda; Anda dan yang lain tidak selalu sama, kita berbeda, baik luar dan dalam. Kulit dan rambut kita, latar belakang dan ras kita, agama dan moral kita membuat kita terpisah. Kita dipisahkan, dibagi, dika­tegorikan, atau didiskriminasi berdasar­kan itu semua. Apa sebenarnya yang kita tahu tentang perbe­daan? Apakah kita sa­ngat menyukai into­leransi? Saya pikir tidak. Kita tidak berusaha memahami per­bedaan itu sebagai sebuah keunikan bangsa dan sebagai simbol perekat persatuan kita. Terlalu banyak Isme: seksisme, rasisme, anti-semitisme, terlalu banyak kebencian, ter­lalu banyak berita bohong yang me­me­cah belah keutuhan berbangsa dan ber­negara.

Ketika kita mulai menyadari, kita semua adalah ibu, ayah, anak-anak, saudara kan­dung, pendidik, cende­kiawan, intelek­tual publik, buruh, dan orang-orang yang ber­usaha membuat yang terbaik dalam ke­hidupan bangsa kita.

Kita adalah bangsa yang besar. Kita tahu betapa beragamnya budaya masing-masing di setiap pulau. Kita orang Indonesia yang sangat majemuk. Kita adalah contoh yang bagus dalam “Unity in Diversity” bagi bangsa-bangsa lain dan itu adalah sebuah kehormatan bagi negara kita. Hal yang harus kita jaga, kita tunjukkan kepada dunia bahwa kita dapat menjaganya serta berlanjut kepada generasi berikutnya di masa yang akan datang. Ini adalah pe­la­jaran besar yang bisa kita pelajari dari para “Founding Father” yang menciptakan dan me­lahirkan bangsa kita dengan persatuan.

Di tempat manapun, baik ruang kelas, kan­tor, keluarga kita, institusi pemerin­ta­han, dan lembaga swasta, kita semua harus bersatu. Kita tidak boleh menyerah demi persatuan antar teman atau keluarga kita untuk alasan apapun itu. Hanya ketika kita bersatu kita dihormati. Persatuan adalah tanda kemenangan.

Kita juga harus bersatu sehingga kita dapat mencapai tingkat tertinggi dalam hi­dup kita. Kita harus mendidik diri kita sen­diri dan mendidik orang lain bahwa “Per­sa­tuan adalah Kekuatan”. Persatuan ada­lah jalan menuju sukses dan persatuan ada­lah gagasan terbesar menuju pember­da­yaan suatu bangsa.

Sebagaimana Obama pernah berkata dihadapan rakyat Amerika “It is to find strength in our common creed, to forge unity from our great diversity, to maintain that strength and unity even when it is hard.”

Karena itu setelah pemilu berakhir, mari kita rekatkan kembali yang telah terkoyak. Para pemimpin, kandidat pemilu yang terpilih dan rakyat bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan. Di sisi lain, para kan­didat tidak boleh lupa. Rakyat me­nunggu segenap visi-misi dan program yang pernah terlontar dari mulut para kan­didat agar segera direali­sasikan. Rakyat me­nagih janji-janji mereka. Rakyat butuh ak­si nyata bukan sekedar janji palsu belaka. Me­reka yang terpilih tidak boleh me­lupakan amanah rakyat yang dibebankan kepadanya. Rakyat menantikan kepastian bukan kepalsuan. Rakyat butuh diper­ha­ti­kan bukan diabaikan. Selain daripada itu, mereka yang terpilih memiliki kesempatan untuk mengikatkan kembali ikatan yang sempat renggang di antara sesama anak bangsa. Sebagai p­e­mim­pin, turut serta men­junjung tinggi per­satuan dan kesatuan. Tidak ikut mem­pro­vokasi rakyat dengan sen­timen atau ar­gu­men-argumen yang me­nyesatkan.

Semangat Patriotisme

Sebagai bangsa besar, semangat pa­triotisme warga negara sangat dibutuh­kan untuk menjaga keluhuran bangsa. Pa­trio­tisme sebagai bentuk kecintaan dan peng­hor­matan terhadap sejarah bangsa In­do­nesia. Adalah wajar dan penting untuk me­nyadari fakta paling penting dari sejarah negara kita.

Patriotisme bukanlah cinta terhadap wilayah negara belaka, tapi lebih dari itu adalah cinta terhadap tradisi dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Jadi, penting untuk memiliki perasaan patriotik untuk menunjukkan rasa cinta pada bangsa serta hormat terhadap orang-orang yang telah berkontribusi dalam pembangunan negara. Ini adalah hal yang positif bahwa pa­triotisme harus disebarkan sejak kecil. Ke­napa? Karena anak-anak generasi emas—sebagai penerus masa depan bang­sa. Apabila mereka mencintai negara ini, mereka akan berusaha untuk memperbai­ki­nya lebih baik lagi. Patriotisme bukanlah penghinaan terhadap negara dan etnis lain; itu adalah cinta alami dan rasa hormat ter­hadap bangsa dan sikap ini harus ada pada setiap orang jika dia ingin negaranya maju, makmur dan dihargai oleh bangsa lain.

Sebagai warga negara, saya sangat be­run­tung ada di negeri indah seperti Indonesia. Dilahirkan-dibesarkan di negara ini, dan menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya. Lahir dari keluarga yang men­junjung tinggi adat-istiadat. Saya bangga bisa menyumbangkan sedikit pemikiran, pengalaman, pengetahuan, dan keteram­pilan saya yang saya peroleh selama hidup saya.

Ini adalah impian yang mendorong mo­tivasi saya untuk tetap mengabdi bagi Indonesia meski hanya sedikit saja. Saya yakin bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang mampu berkontribusi bagi dunia demi kemaslahatan umat manusia. Paling penting adalah sebagai bagian Indo­nesia, saya turut serta meng­aktu­a­li­sasikan nilai-nilai persa­tuan dalam kehidupan se­hari-hari.

Pada titik ini, Indonesia selalu menjadi tem­­pat percampuran paradoks yang luar bia­sa, beragam budaya, agama, bahasa, dan cara hidup yang unik. Keaneka­ra­ga­man dan varietas kolosal ini mengalir me­lalui seluruh jalinan bangsa, yang meng­hadirkan visi-misi keabadian. Ke­e­saan dan ke­satuan luar biasa di tengah-te­ngah ke­su­litan dan heterogenitas mem­buat setiap orang yang melihat Indonesia me­rasa tak­jub. Saya dibiarkan untuk me­nik­mati In­don­esia karena luasnya, kom­plek­sitasnya dan kesatuannya yang penuh ke­ane­ka­ra­gaman. Dengan lebih dari 260 juta jiwa ma­nusia, dan berbagai agama ting­gal di sini mencoba untuk menjaga per­satuan dan kesatuan.

Sebagai bangsa besar, bangsa ini telah melewati ujian yang begitu pahit dan panjang. Bangsa ini tidak boleh rusak hanya karena pemilu dan intrik-intrik politik yang barang sebentar. Tidak boleh tercabik-cabik perkara syahwat berkuasa oleh elit politik tak bertanggungjawab. Demi masa depan bangsa, kita mesti ber­satu kembali. Karena itu, modernitas dan tra­disi, perkotaan dan pedesaan, religius dan sekuler, puncak dan lembah, keraga­man dan persatuan harus saling merangkul dalam keseimbangan. Kita harus menya­dari, pada akhirnya, kebaikan akan tetap me­nang atas kejahatan. Persatuan akan te­tap menang atas perpecahan.***

Penulis adalah Alumnus Hua-Shih College of Education, National Dong Hwa University, Taiwan.

()

Baca Juga

Rekomendasi