
GERAKAN rompi kuning juga disebut sebagai Gerakan jaket kuning atau "Yellow jackets movement" merupakan sebuah gerakan protes yang dimulai dengan unjuk rasa di Prancis pada 17 November 2018 dan kemudian menyebar ke negara-negara terdekat (seperti Belgia dan Belanda.
Dipicu kenaikan harga bahan bakar (BBM), tingginya biaya hidup, dan klaim bahwa beban yang tidak proporsional dari reformasi pajak pemerintah akan menimpa para kelas pekerja dan menengah, terutama yang berada di daerah pedesaan dan peri urban), para pengunjuk rasa menyerukan akhir dari perubahan tersebut dan pengunduran diri Presiden Prancis, Emmanuel Macron.
Gerakan ini telah banyak terlihat di kota-kota Prancis, tetapi daerah-daerah pedesaan telah mengalami mobilisasi luar biasa dalam unjuk rasa tersebut. Rompi kuning dipilih sebagai simbol karena semua pengendara mobil telah diwajibkan hukum sejak tahun 2008 untuk memiliki rompi bervisibilitas tinggi dalam kendaraan mereka ketika mengemudi. Akibatnya, rompi reflektif tersedia secara luas, murah, dan simbolik.
Kini gerakan ini mnembuat gebrakan lagi menyusul kebakaran Katedral Notre Dame Paris. Rompi kuning Sabtu pekan lalu melakukan aksi setelah janji donasi untuk memulihkan Katedral itu oleh sejumlah elit mengundang gelombang kebencian.
Menurut Menteri Dalam Negeri Christophe Castaner, lebih 60.000 petugas polisi dan keamanan dikerahkan untuk menghadapi pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk hari ke-23 berturut-turut.
Badan intelijen domestik memberitahunya terkait kemungkinan kemunculan “perusuh” yang berniat memicu kekacauan di Paris dan beberapa kota lain dalam aksi protes kekerasan lagi bulan lalu.
“Ekstremis brutal sekali lagi berencana berkumpul di kota-kota tertentu seperti Toulouse, Montpellier, Bordeaux dan terutama Paris,” ujar Castaner pada konferensi pers di Paris, Jumat lalu.
Kebakaran dahsyat di Notre Dame pada Senin lalu mendorong keluarga kaya dan perusahaan-perusahaan menjanjikan sekitar 1,13 miliar dolar untuk rekonstruksi, dengan Presiden Emmanuel Macon berjanji akan membangunnya kembali dalam lima tahun.
Janji-janji itu mengundang marah banyak pengunjuk rasa, yang telah menyatakan benci pada kenyataan bahwa gerakan lima bulan mereka belum menerima sumbangan dermawan yang sama dari elit Prancis.
“Butuh waktu kurang 24 jam untuk berbicara tentang kebakaran itu, sementara dia membuat kami menunggu selama tiga pekan sebelum membahas masalah kami,” tegas Ingrid Levavasseur, salah satu pemimpin gerakan protes, merujuk pada Macron.
Levavasseur juga mengecam “kelambanan kelompok-kelompok besar ketika menyangkut masalah kemiskinan dan kemudian memamerkan kemampuan mereka untuk mengumpulkan sejumlah uang dalam satu malam untuk Notre Dame.” “Kejadian di Notre Dame jelas merupakan tragedi yang menyedihkan. (arnc/ap/es)