Oleh: Dr. Salman Nasution SE.I, MA
MANUSIA merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Pencipta yang memiliki nilai lebih dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya seperti hewan, tumbuhan, malaikat dan lainnya. Nilai tersebut mampu mengatur, berfikir, berkembang dan membangun, inovasi bahkan kreasi sesuatu yang tidak ada menjadi ada seperti mobil, rumah, pakaian, tempat ibadah dan lainnya. Adapun nilai tersebut adalah otak untuk berfikir dan hati untuk merasakan. Tuhan hanya memberikan sumber penghidupan untuk manusia, disaat manusia menciptakan rumah, maka yang dibutuhkan adalah bahan bangunan seperti pasir, batu dan semen. Bahan bangunan tersebut tidak mampu manusia ciptakan apalagi air sebagai sumber kehidupan bagi manusia.
Tidak ada bedanya manusia satu dengan manusia lainnya seperti bertahan hidup, bahwa manusia harus makan, minum, istirahat, belajar, ngantuk karena diciptakan dengan Tuhan yang sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dalam teologi pemikiran bahwa hanya anggapan manusia sajalah kita berbeda tentang penyebutan nama Tuhan, sehingga kita berbeda dalam pandangan agama, pemikiran, bahasa, kata dan lainnya, bahkan dalam satu agama dan kepercayaan pun, terkadang kita juga mempunyai perbedaan dalam pemikiran dan ibadah. Jika perbedaan tersebut dijadikan alat untuk perpecahan dan provokasi maka akan melahirkan peperangan yang mengakibatkan kerugian yang tiada berguna.
Jika kita selidiki terkait dengan perpecahan yang terjadi, ternyata ada motif dibalik peristiwa tersebut diantaranya adalah tahta, harta dan wanita. Dalam kamus bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan tahta adalah kekuasaan, jabatan, penguasa. Selanjutnya harta, yaitu barang yang bernilai dalam bentuk uang, emas, perak dan lainnya, kekayaan atas kepenguasaan materi dan non materi. Dan wanita adalah sebutan untuk manusia yang berjenis kelamin atau bergender perempuan. Wanita masuk dalam daftar motif perpecahan bukan berarti wanita adalah sumbernya, namun wanita sering diperebutkan karena memiliki kecantikan dan keindahan.
Dilihat dari sejarah awal kehidupan manusia, seperti Islam menyebutkan bahwa Adam merupakan nabi pertama yang mempunyai kesalahan. Perintah Allah SWT melarang Adam memakan buah khuldi, dilanggarnya dan Adam pun memakannya. Karena bisikan Iblis yang memperdayakan Adam untuk memakannya. Iblis berkata kepada Adam, "jika kamu memakannya (khuldi) maka kamu akan menjadi malaikat dan kekal". (singkat cerita).
Khuldi berasal dari bahasa Arab yang artinya kekal (abadi), dalam konsep kemakhlukan seperti manusia, tidak ada manusia yang abadi karena di suatu waktu manusia akan mati. Sampai saat ini tidak ada manusia ditemukan hidup beribu tahun sampai sekarang di dunia. Disaat manusia ingin hidup kekal dan abadi artinya dia ingin mengimbangi Tuhan yang mempunyai sifat Yang Maha Kekal. Inilah yang terjadi disaat Adam sudah diberikan keistimewaan seperti raja (tahta) sehingga semua makhluk (termasuk malaikat) sujud kepada nya. Adam mengakui kesalahannya dan bertaubat dengan tidak menuduh Iblis sebagai biang kerok. Dan menurut cerita, makam Nabi Adam berada di Baitul Maqdis, artinya manusia tidak kekal.
Sejarah kebenaran tersebut masih menjadi berita saat ini, yaitu manusia berlomba-lomba (disadari ataupun tidak) ingin memperoleh kejayaan (tahta) dalam perspektif masing-masing. Konflik atau peperangan terjadi disaat adanya kepentingan yang bersamaan seperti jabatan direktur di perusahaan, rektor di perguruan tinggi, dan presiden di negara. Para kandidat pimpinan akan berusaha sekuat tenaga bahkan menghalalkan segala cara untuk merebutnya. Terbukti banyak kasus penyuapan memperoleh kekuasaan (tahta) yang ditangani oleh pihak berwajib (kepolisian) seperti pada tanggal 24 Juni 2013, kasus (OTT) operasi tangkap tangan penyuapan mendapatkan jabatan seorang perwira menengah kepolisian daerah Jawa Tengah dan kepolisian daerah Metro Jaya. Dan baru-baru ini, mantan ketua umum PPP, Muhammad Romahurmuzy OTT oleh KPK yang diduga jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Apakah ada alasan yang masuk akal disaat perebutan kekuasaan hanya karena ingin memperbaiki bangsa dan negara di republik ini. Ekonomi yang kurang stabil disaat adanya ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin membuat beberapa lembaga pendidikan, memilih dan memilah kantong para pengunjungnya. Lembaga pendidikan sudah memetakan siapa-siapa siswa yang mampu bersekolah dengan biaya pendidikan yang mahal. Pada Rabu, 20 Juli 2016 lalu, harian Analisa menulis tema "Mahalnya Ongkos Pendidikan" yaitu berbagai kebijakan pemerintah dan pejabat kampus seperti UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang diterapkan di kampus negeri, terkadang uang kuliah di kampus negeri lebih mahal dibandingkan dengan kampus swasta. Belum lagi kebijakan pemerintah terkait dengan jaminan kesehatan atau BPJS kesehatan yang memilih penyakit yang dilayani dengan berbagai alasan.
Setelah kekuasaan direbut, maka akan hadir orang-orang kaya (harta) baru dengan janji-janji politik para tim sukses sebelumnya. Tim sukses dan para elit memperoleh proyek-proyek pemerintah seperti jabatan, infrastuktur dan lainnya. Beberapa kali pemilihan presiden, gubernur dan wali kota/bupati beserta para pembantu pemerintahan (seperti menteri dan pejabat pemerintahan lainnya) akan menambah penghasilan. Tidak ada yang salah dalam mendapatkan gaji atau penghasilan disaat pekerjaan menuntut seseorang harus bekerja secara professional. Namun disaat uang menjadi orientasi (harta) maka akan menghadirkan sifat egois dan kesombongan.
Sifat egois dan kesombongan melahirkan ketimpangan ekonomi, menurut sumber dari Global Wealth Report tahun 2018 menyebutkan bahwa ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin di Indonesia berada pada posisi ketiga setelah Thailand dan India. Padahal semua warga negara di negeri ini menganut aliran kepercayaan dan agama yang mengajarkan pemberian sosial, padahal pada survei CAF (Charities Aid Foundation) World Giving Index 2018, menobatkan Indonesia sebagai negara dermawan kedua di dunia. Artinya adanya 2 (dua) kenyataan yang kontradiktif antara ketimpangan yang tinggi dengan filantropi yang tinggi pula).
Jika dianalisis secara lapangan (field research), penyebabnya adalah besarnya filantropi atau kedermawanan yang hanya bersifat pragmatis, tidak strategis, konsumtif bahkan mental miskin makin menjadi-jadi dan terorganisir, sehingga orang miskin membiasakan dirinya untuk menjadi miskin dan mental miskin yang sejati. Sifat orientasi harta dan keserakahan akan meningkatkan kriminal para penjambret, pencurian, perampokan dari level elit sampai pada level masyarakat bawah. Hal tersebut senada dengan penyampaian Kapolda Sumatera Utara yaitu pada tahun 2018 yang lalu, propinsi ini naik peringkat pertama dengan tingkat kejahatan dengan motif materi di Indonesia.
Banyak kasus-kasus lainnya seperti penguasaan harta warisan keluarga, korupsi, politik uang yaitu disaat harta menjadi orientasi, maka segala cara dilakukan untuk direbut. Satu lagi yang tidak kalah pentingnya yaitu wanita. Secara psikologis dan biologis, wanita memiliki sifat keindahan atau suka dengan sesuatu yang indah-indah. Maka tidak heran, banyak pernak-pernik perhiasan dipakai ditubuhnya untuk menambah keindahan tersebut.
Terkadang keluarga ataupun suami (bukan berarti wajib secara hukum) menyediakan perhiasan untuk anak perempuan dan istrinya. Keberadaan wanita sebagai makhluk yang memiliki nilai keindahan harus didampingi oleh orang yang dipercayainya seperti keluarga, suami dan masyarakat. Namun di saat adanya tingkat kejahatan yang tinggi maka wanita harus benar-benar waspada karena banyak korban pelecehan, perampokan, pencurian dan lainnya adalah wanita.
Faktor biologis lainnya, wanita memiliki batasan fisik dan hukum seperti haid, masa kehamilan dan menyusui sehingga mempengaruhi psikologis seperti dalam pekerjaan yang minim diterima oleh perusahaan ataupun pilihan penempatan pekerjaan bagi wanita. Dan mayoritas, banyak wanita Indonesia memposisikan sebagai ibu rumah tangga dalam merawat rumah tangga. Menurut Badan Pusat Statistik, pada kuartal I-2016, jumlah angkatan kerja Indonesia turun menjadi 127,67 juta orang dari 128,3 juta orang di kuartal I-2015, penyebabnya banyak penduduk perempuan yang beralih profesi menjadi ibu rumah tangga.
Kesimpulan
Tidak ada yang salah disaat tahta, harta dan wanita dimiliki oleh manusia, namun yang terpenting pemanfaatannya. Kekuasaan yang diperoleh merupakan amanah bukan kepemilikan yang sewaktu-waktu adanya perubahan kebijakan dan aturan yang membuat adanya perpindahan jabatan dan pensiun. Memanfaatkan kekuasaan merupakan momen yang sangat berguna dalam perbaikan dan pembangunan perusahaan, organisasi dan pemerintahan.
Begitu juga dengan harta yang dimiliki, melalui proses pekerjaan secara professional dan proporsional merupakan suatu keharusan bagi perusahaan. Banyaknya populasi manusia saat ini dengan terbatasnya perusahaan yang ada, akan mengakibatkan pengangguran sebagai satu diantara penyebab dari kriminalitas. Agar tidak terlalu melebar ketimpangan ekonomi si kaya dan si miskin, maka perlu pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang berasal dari anggaran pemerintah dan swasta termasuk si kaya atau masyarakat.
Pelatihan kewirausahaan diharapkan agar tercipta lapangan pekerjaan baru. Selain itu pentingnya filantropi dalam bentuk dana-dana sosial bagi anak yatim piatu, orang tua yang lemah dan orang yang layak menerimanya. Dan yang terakhir adalah wanita, dengan memposisikannya sebagai manusia yang layak dihormati dan menjaganya, maka akan tercipta masyarakat aman, tentram dan sejahtera. ***
* Penulis adalah Dosen UMSU