
Oleh: M. Anwar Siregar
Penipisan lapisan ozon telah menyebabkan terjadinya lubang ozon di daerah Antartika. Peristiwa ini disebabkan reaksi kimia antara polutan yang mengandung senyawa kimia clour dan ozon. Pemakaian freon atau CFC (clorofluorocarbon) telah berkembang sejak tahun 1930. Sifatnya dikenal stabil, tidak berbau, tidak mudah terbakar, tidak beracun terhadap manusia serta korosit terhadap logam-logam sekelilingnya, sehingga cocok untuk penggunaan mesin pendingin ruangan dan lemari es.
NAMUN dampaknya di era modern sejak tahun 1930, kondisi iklim dan cuaca di berbagai belahan bumi sangat tidak menentu. Ini merupakan fenomena yang sangat kompleks akibat efek CFC.
Emisi CO2 dari kebakaran hutan dan efek emisi kendaraan serta industri yang menimbulkan anomali peningkatan gas rumah kaca di atmosfir. Dengan meningkatnya suhu di suatu daerah dan berubahnya iklim dan cuaca yang menimbulkan efek turunan lainnya seperti peningkatan frekuensi bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin topan, kekeringan dan berbagai jenis penyakit terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
Efek CFC ke Ozon
Efek CFC terhadap lingkungan dapat menimbulkan masalah pelik terhadap lapisan atmosfir. Senyawa CFC yang terlepas ke udara akan bergerak ke lapisan stratosfer dan di bawah pengaruh radiasi sinar ultra violet (UV) berenergi tinggi dari matahari.
Senyawa tersebut terurai sehingga membebaskan atom clour. Atom ini dapat mempercepat pemecahan ozon menjadi gas oksigen. Satu atom clour dapat menguraikan 100.000 molekul ozon. Selain CFC, polutan-polutan dari pembakaran bahan bakar fosil dapat memperparah kerusakan ozon yang seharusnya sebagai perisai dari radiasi UV berenergi tinggi bagi makhluk di bumi.
Efek kerusakan lapisan ozon dari CFC dapat memicu berbagai jenis penyakit kanker, seperti kanker kulit, menghambat daya kebal (imunitas) pada manusia sehingga rentang menghadapi jenis penyakit berbahaya.
Efek CO2 ke Ozon
Efek kerusakan lapisan ozon yang berasal dari peningkatan kadar CO2 di atmosfir sejak revolusi industri di Indonesia di mulai dari penghancuran hutan terutama pembakaran hutan tropis di khatulistiwa sejak era tahun 80-an.
Revolusi industri itu mendorong penggunaan CO2 yang banyak berasal asap kendaraan bermotor, kadar CO2 total di dalam atmosfir menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas.
Gas CO2 yang dilepaskan ke atmosfir dapat mengungkung sinar matahari yang memasuki atmosfir bumi. Karena kungkungan sinar matahari maka panas dari matahari tidak dapat dipantulkan kembali ke angkasa.
Sebagai akibatnya gejala yang terjadi dan dirasakan sekarang menunjukkan bahwa temperatur permukaan bumi menjadi panas. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat di kota Medan, suhu panas bumi terus meningkat hingga 38oC.
Efek Rumah Kaca
Naiknya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lainnya di atmosfir akibat pembakaran BBM. Batu bara dan bahan organik hanya yang melampaui kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk mengabsorsikannya, maka gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi di serap di atmosfir. Hal ini meningkatkan suhu bumi dengan dampak perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Salah satu dampak lain akibat kerusakan ozon dari efek konsentrasi gas ERK adalah hujan asam yang berasal dari unsur oksida belerang dan oksigen nitrogen, turun ke permukaan bumi bersama air hujan. Efek yang ditimbulkan adalah banyaknya kematian organisme air di sungai, korosi dan kerusakan hutan yang cukup parah, meningkatnya kadar timbal (Pb) dalam air ledeng.
Selain itu, ada kesalahan besar di era modern sekarang yang menganggap oksida nitrogen dianggap bukan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan karena tidak berbau, ia tidak begitu mengganggu dibandingkan dengan gas belerang yang berbau telur busuk. Namun kini semakin nyata, dengan meningkatnya dan tak terkendalinya emisi dari penggunaan gas ini terutama pemakaian mobil yang meningkat pesat selama empat dasawarsa terakhir.
Emisi NOx semakin meningkat ketika beberapa negara di dunia ingin memurnikan udara di daerah perkotaan melalui metode cerobong asap, sehingga bahan pencemar udara bisa tersebar merata di atmosfer, cerobong asap ini membuat zat pencemar mengembara sejauh ratusan kilometer sebelum jatuh kembali ke atas tanah dan air di bumi.
Semakin lama oksida-oksida tersebut berada di udara, semakin besar pula kemungkinan terjadinya oksida yang menghasilkan asam belerang dan asam sendawa, bahan pembentuk hujan asam.
Dalam kondisi tertentu beberapa di antara oksida nitrogen bereaksi dengan hidrokarbon yang menghasilkan ozon itu dapat memperparah ozon apabila dapat mempercepat perubahan oksida sulfur dan nitrogen menjadi sulfur dan nitrat yang membentuk asam.
Ancaman Global
Masalah lingkungan yang muncul dari aktivatas pembangunan, ancaman keberlanjutan pembangunan dapat merusak lapisan ozon. Jika panas bumi terjadi dari permukaan laut yang lebih tinggi, dapat memberikan ancaman bagi pulau-pulau kecil di Indonesia, terutama kota-kota yang topografinya rendah dari permukaan laut seperti kota Medan dan Sibolga.
Persoalan ini harus menjadi pemikiran yang sungguh-sungguh dan masuk ke dalam agenda prioritas untuk pembangunan berkelanjutan di berbagai pemerintahan di seluruh kota di Indonesia. Hasil temuan Panel antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyatakan saat ini suhu global meningkat rata-rata sekitar 5oC.
Selama 50 tahun ini manusia telah menggunakan sekurang-kurangnya setengah dari sumber yang tidak dapat diperbaharui dan merusak 50 persen dari hutan dunia. Penggundulan hutan di Indonesia salah satu faktor yang merusak "lingkungan di lapisan ozon".
Hal ini mengakibatkan terlepasnya karbon yang ada di tanaman/tumbuhan sekaligus juga menghilangkan kemampuan hutan untuk menyerap karbon kembali, dan ini semakin parah dengan hancurnya hutan tropis di Indonesia yang berfungsi sebagai paru-paru bumi.
Perubahan iklim akibat ulah manusia merusak lingkungan telah merusak kehidupan manusia itu sendiri. Penggunaan bahan bakar minyak fosil yang berlebihan sehingga meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) diatmosfir, menyebabkan pemanasan global berdampak penyakit bagi manusia.
Hutan semakin rusak yang menambah emisi GRK karena ada laju kerusakan hutan sekitar 2 juta hektar setiap tahun, kawasan hutan yang rusak di Indonesia sekitar 43 juta hektar, sehingga pelepasan emisi karbon di atmosfer sekitar 33 persen CO dari aktivitas deforestasi, 32 persen melalui pembakaran biomassa dan 22 persen melalui dekomposisi.
Ancaman global kini telah mengancam masyarakat internasional, dengan meningkatnya gas Nox dan CO2, akibat berbagai jenis emisi dari kegiatan hutan produksi manusia akan meningkatkan gangguan terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan manusia. Penyakit diare, gizi buruk, penyakit pernafasan atau ISPA, autisime, merebaknya penyakit malaria dan demam berdarah dan berbagai jenis virus pembawa penyakit.
Lubang ozon yang sudah terjadi tidak akan tertutup pada akhir abad mendatang bila tindakan untuk mengurangi pemakaian CFC, emisi kendaraan dan kebakaran hutan dan bahan kimia GRK tidak dilakukan.
Harus ada gerakan aksi kolosal seluruh komponen masyarakat dunia untuk menyelamatkan lingkungan di bumi dari kehancuran lapisan ozon dan mengendalikan krisis multi dimensi bagi kehidupan manusia di bumi.
(Penulis adalah pemerhati Masalah Tata ruang lingkungan dan energi geosfer)