
Banda Aceh, (Analisa). Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Aceh HM Daud Pakeh, mengungkapkan, selain manusia, makhluk hidup lainnya juga berpuasa seperti halnya hewan. Hanya saja, tujuan akhir dari berpuasa makhluk itu berbeda-beda, sesuai kodratnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Ada sejumlah makhluk hidup yang melakukan puasa layaknya manusia. Hewan tersebut seperti burung elang, ular, ulat dan makhluk hidup lainnya. Dalam berbagai riwayat disebutkan, elang berpuasa saat berusia 40 tahun. Dalam usia ini elang memasuki masa transisi, apa dia bertahan dengan kondisi dan mati atau tetap hidup dengan melakukan perubahan untuk bisa hidup 30 tahun ke depan.
Di sinilah burung elang berpuasa dengan mencari satu tempat berbatuan. Di sini elang akan mencabut semua bulunya, cakarnya yang tak lagi kokoh dan merontokan paruhnya yang tak lagi tajam dengan cara mengetuknya ke batu hingga copot. Di sini elang akan berpuasa selama 150 hari, tanpa makan dan minum serta memangsa hewan lainnya.
“Puasa elang ini, hingga bulu, cakar dan paruhnya kembali tumbuh dan burung elang itu kembali menjadi elang muda yang perkasa dan kembali menebar ancaman bagi hewan yang dimangsanya,” ujar Daud Pakeh saat memberikan ceramah Ramadan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Sabtu (11/5) malam sebelum salat Tarawih berjemaah.
Begitu juga dengan ular, dalam fase tertentu ular akan berpuasa selama 21 hari. Fase ini di mana ular akan berhenti memangsa untuk makan dan minum. Setelah 21 hari, ular akan lepas dari kulit sebelumnya (ganti kulit) dan akan tampil dengan kulit baru yang mengkilap, cantik. Namun, ular tersebut semakin ganas dan buas. Lebih ganas dari sebelum ganti kulit.
Hewan lainnya yang berpuasa yakni ulat, lanjut Kakanwil Kemenag Aceh ini, di mana ulat menjadi hewan yang sangat menjijikkan, perusak tanaman petani atau bunga. Namun, saat memasuki fase berpuasa, ulat berubah menjadi kepompong dan tidak melakukan aktivitas atau interaksi dengan makhluk lain di dunia, termasuk makan dan minum.
Proses puasa ulat yang sama dengan ular selama 21 ini, saat selesai ulat berubah menjadi kupu-kupu. Dengan warna-warna yang cantik, kupu-kupu menjadi sangat disukai orang. Ada yang memeliharanya dalam taman tersendiri, ada yang menjadikannya hiasan dinding setelah dibekukan.
Lebih baik
“Ulat yang tadi dibenci banyak orang, setelah dia berpuasa, menjadi disuka banyak orang,” ujar Daud sambil menambahkan filosofi puasa ulat inilah yang juga menjadi tujuan utama manusia yakni berubahnya fase kehidupan yang lebih baik lagi setelah berpuasa, atau dengan kata lain, nilai ketakwaan manusia itu makin membaik, bukan sebaliknya, seperti puasa ular dan elang.
Karenanya Daud Pakeh mengajak jemaah dan seluruh masyarakat Aceh untuk memanfaatkan bulan Ramadan sebagai momen meningkatkan keshalihan, menjadi pribadi lebih taat kepada Sang Khaliq maupun kesalehan dalam dimensi sosial. Mari tingkatkan ketakwaan, tebarkan kedamaian, kebaikan, rawat persaudaraan dan jaga kebersamaan.
“Selain peningkatan kualitas ibadah menuju insan yang bertakwa, mari pada bulan agung ini kita rajut ukhuwah dan menjaga persaudaraan. Ramadan adalah momen yang tepat untuk menebarkan kebaikan, kedamaian, menjaga kebersamaan dan persatuan,” ujar Daud Pakeh dalam ceramah Ramadan yang bertepatan 6 Ramadan atau malam ke-7 Ramadan 1440 H.
Seharusnya, lanjut Daud Pakeh, momen Ramadan mampu menurunkan tensi, karena puasa mendidik untuk bersabar. Allah memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa supaya melahirkan pribadi yang mutakin. Jika persaudaraan telah rusak maka persatuan yang menjadi sumber kekuatan akan hilang dan sirna ditelan keangkuhan dan kesombongan yang pada akhirnya hanya akan menyisakan kehancuran dan penyesalan.
“Kalaupun diantara kita ada perbedaan, mari kembali kepada kaidah Nata’awan’ala ma ittafaqna wa natasamah fima ikhtalafna. Kita saling tolong menolong pada perkara yang kita sepakati, dan saling toleran pada apa yang kita perselisihkan,” ajak Daud. (irn)