
Skenario integrasi dan koneksi diberlakukan secara nasional dilaksanakan dengan sistematis dan terencana.
Sekjen DPP Organda Ateng Aryono menjelaskan, skenario yang dimaksud agar pemerintah jangan takut gagal atau tidak cocok dalam menerapkan skenario, “Minimal bisa jadi pedoman pengambilan kebijakan, termasuk bagaimana skenario modal share antar moda, Artinya kesan predatory atas nama kemajuan jaman tidak perlu jadi justifikasi lagi” Ungkap Ateng dalam rilisnya di Jakarta, Senin (13/5).
Organda kata Ateng,lebih memfokuskan pada dinamika pembangunan infrastruktur angkutan umum yang memerlukan integrasi yang baik untuk memudahkan perpindahan barang dan penumpang. Selain menciptakan penyelenggaraan angkutan yang bersifat komplementer angkutan antarmoda menjadi satu kesatuan.
Salah satu penyebab iklim usaha tranportasi tidak kondusif adalah terjadinya “predatory price” dalam penentuan tarif yang mengakibatkan dunia tranportasi darat, laut dan udara mengalami ketidakseimbangan menjalankan usahanya.
Menurut Ateng, saat ini yang sangat dibutuhkan tidak hanya soal tarif tapi, lebih ke prinsip integrasi antar moda transportasi guna mencegah konektivitas yang buruk antarmoda. Integrasi antarmoda harus menitikberatkan pada aspek kemudahan mobilitas penumpang transportasi publik. “Minimal pemerintah memiliki semacam “blue print” yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk merencanakan integrasi antarmoda di Indonesia” tandasnya.
Integrasi antarmoda fokus pada aspek, kecepatan akses penumpang, kemudahan penumpang dalam mengakses transportasi publik, keterjangkauan tarif dan lokasi kebutuhan integrasi.
Ateng menilai kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang baik, ditandai dengan kondisi angkutan umum yang semakin buruk dengan turunnya kualitas layanan dan penurunan jumlah penumpang. (try)