
PLASTIK dapat juga mengacu pada setiap barang yang memiliki karakter deformasi. Alexander Parkes adalah orang yang pertama kali memperkenalkan plastik pada sebuah eksibisi internasional di London, Inggris pada 1862.
Plastik temuan Parkes disebut Parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkes mengatakan bahwa temuannya ini mempunyai karakteristik mirip karet, namun dengan harga yang lebih murah.
Diaa juga menemukan bahwa Parkesine ini bisa dibuat transparan dan mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya, temuannya ini tidak bisa dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan.
Kemudian pada 1907 bahan sintetis pertama buatan manusia ditemukan seorang ahli kimia asal New York, Leo Baekeland. Dirinya mengembangkan resin cair yang diberi nama Bakelite.
Material baru ini tidak terbakar, tidak meleleh dan tidak mencair di dalam larutan asam cuka. Dengan demikian, sekali bahan ini terbentuk, tidak akan bisa berubah. Bakelite ini bisa ditambahkan ke berbagai material lainnya seperti kayu lunak.
Seiring perjalanan waktu, plastik yang kini menjadi persoalan global harus dapat diatasi dengan bijaksana. Plastik yang menjadi momok dunia dapat didaur ulang berdasakan suatu penelitian ilmuwan.
Tim ilmuwan di Lawrence Berkeley National Laboratory berkeyakinan telah membuat plastik yang bisa didaur ulang berulang kali tanpa kehilangan kualitasnya.
"Kebanyakan plastik tidak bisa didaur ulang," jelas Peter Christensen, peneliti di Berkeley Lab's Molecular Foundry, dalam sebuah pernyataan.
"Meski begitu, kami telah menemukan cara baru untuk membentuk plastik berdaur ulang dari sudut pandang molekul," tambahnya.
Kebanyakan plastik mengandung senyawa kimia seperti pengembang, pewarna, plasticizer (bahan aditif untuk meningkatkan ketahanan suatu material) yang bahkan tetap ada di sana meski sudah didaur ulang di pabrik.
Beragam produk plastik ini--yang berasal dari mainan anak, kantung plastik dan lain sebagainya dapat tercampur dengan senyawa lain di tanah kemudian membentuk material baru. Campuran plastik ini terkadang menghasilkan sesuatu yang tak terduga sehingga membuatnya semakin sulit didaur ulang.
Pada akhirnya, plastik-plastik tersebut dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan sampah karena tidak dapat digunakan lagi.
Berbasis PDK
"Tindakan itu menjadi masalah besar. Kami telah melihat dampak sampah plastik yang mencemari ekosistem perairan. Dan tren ini kemungkinan akan semakin parah mengingat meningkatnya jumlah plastik yang diproduksi di hilir," sebut Brett Helms, pemimpin penelitian sekaligus ilmuwan di Berkeley Lab's Molecular Foundry.
Dalam upaya mengatasi masalah pencemaran tersebut, para peneliti berusaha keras untuk menemukan solusi baru. Mereka berencana membuat plastik menggunakan material bernama polydiketoenamine atau PDK.
Dengan cara ini, monomer--struktur molekul yang dapat berikatan secara kimia dengan monomer lainnya untuk menyusun molekul polimer yang panjang dan berulang kali dapat dibebaskan dari plastik dengan merendamnya dalam larutan yang sangat asam.
Setelah 'terlepas' dari plastik, monomer tersebut dapat digunakan kembali untuk membuat desain polimer baru dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna.
"Plastik PDK ini merupakan titik balik yang sangat baik. Mereka dibuat dari ikatan senyawa yang bisa dilepaskan secara selektif menggunakam asam yang kuat sehingga dapat kembali ke material asalnya," papar Helms.
"Kami dapat menunjukkan bagaimana material ini dapat dipisahkan dari bahan aditif yang biasanya ditambahkan ke plastik untuk tujuan estetika ataupun fungsional. Jika bahan aditif berhasil dilepaskan, maka kami bisa membuat plastik yang sama lagi. Menutup siklus plastik sekali pakai," tambahnya.
Fleksibilitas senyawa ini memungkinkan plastik dipecah kembali kemudian digunakan untuk membuat barang lain. Sebagai contoh, plastik dari pelindung smartphone bisa didaur ulang menjadi karet jam tangan. Dengan PDK, kita mungkin bisa merevolusi statistik sampah plastik secara signifikan.
Terutama dari 5-13 juta ton plastik yang mengalir ke lautan setiap tahunnya. Tidak hanya itu, menurut United Nations Environment, ada satu juta botol plastik yang dibuang setiap menit dan 300 juta ton sampah plastik diproduksi setiap tahunnya. Bahan yang digunakan memang didesain untuk digunakan sekali pakai dan langsung buang.
"Keberhasilan atau kegagalan memperkenalkan plastik baru berbasis PDK ini ke pasaran, bergantung pada beberapa pertimbangan. Di antaranya ekonomi pembuatannya, kemanjuran infrastruktur daur ulang, serta kemampuan kami dalam mengolahnya kembali menjadi produk tertentu," lanjut Helms. (ngi/iflsc/mnnc/nypc/es)