Oleh: Yulia Ng.
KEMATIAN merupakan akhir dari sebuah kehidupan. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati, baik disebabkan seperti penyakit ataupun kecelakaan. Setelah kematian, tubuh manusia mengalami beberapa proses alami, yakni:
1. Penurunan suhu (Argor Mortis)
Suhu tubuh mulai turun mengikuti temperatur sekitarnya sesuai dengan hukum fisika. Banyak penelitian menggunakan proses ini untuk menentukan lama kematian. Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan lama kematian, antara lain suhu sekitar: suhu mayat akan turun lebih cepat bila perbedaan suhu tubuh dan suhu sekitarnya besar.
Usia: anak-anak dan orang tua suhu lebih cepat turun dibandingkan dengan orang dewasa dan remaja.
Jenis kelamin: penurunan suhu lebih lama pada perempuan karena umumnya mengandung lemak lebih banyak.
Ruangan: mayat dalam ruangan tertutup akan lebih lambat turun suhunya dibanding mayat yang terletak di ruang terbuka.
2. Lebam mayat (Livor Mortis)
Lebam mayat baru dapat terlihat setelah 0,5-1 jam sesudah kematian dengan tanda sebagai bintik-bintik keunguan. Bintik-bintik ini menjadi semakin intens dan berangsur menyatu selama beberapa jam ke depan untuk membentuk area yang luas dengan warna ungu kemerahan. Fenomena ini biasanya berakhir dalam 6-12 jam. Distribusi lebam mayat tergantung pada posisi tubuh setelah kematian karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi.
Perubahan warna lainnya oleh penyebab khusus:
a. Pada keracunan carbon monoksida atau sianida lebam mayat berwarna merah terang (cherry-pink) atau merah bata (cherry-red) yang merupakan warna dari karboksihemoglobin (COHb).
b. Pada keracunan oleh kalium klorat, kalium bichromate atau nitrobenzene, anilin lebam mayat berwarna coklat atau coklat kopi
c. Pada keracunan fosfor lebam mayat berwarna coklat tua.
3. Kaku mayat (Rigor Mortis, Cadaveric Rigidity)
Kaku mayat adalah suatu keadaan di mana otot-otot tubuh mayat mengalami kekakuan oleh karena proses biokimiawi.
Proses kaku mayat dibagi dalam 3 tahap:
a. Relaksasi primer
Hal ini terjadi segera setelah kematian dan berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh otot tubuh mengalami relaksasi dan bisa digerakkan ke segala arah.
b. Kaku mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah sekitar 2-3 jam, setelah fase relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel, di mana aktivitas listrik dan otot tidak ada lagi. Karena reaksi biokimiawi ini terjadi serentak di seluruh tubuh, maka yang mula-mula kaku adalah kumpulan otot-otot kecil yang mempunyai cadangan glikogen yang relatif sedikit
c. Relaksasi sekunder
Otot menjadi relaksasi dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena pemecahan protein. Bersamaan dengan periode relaksasi sekunder tubuh akan mengalami periode pembusukan. Rigor mortis biasanya mulai setelah 2-3 jam sesudah kematian dan proses terjadinya rigor mortis berlanjut sampai 12 jam setelah kematian. Kaku mayat ini akan berlangsung beberapa jam dan kemudian pelan-pelan akan menghilang kembali dalam 24-36 jam.
4. Pembusukan (Decomposition)
Pembusukan adalah perubahan terakhir yang terjadi pada tubuh setelah kematian, dimana terjadi pemecahan protein kompleks menjadi protein yang sederhana disertai timbulnya gas-gas pembusukan di antaranya gas belerang hydrogen (H2S) yang menimbulkan bau seperti telur busuk, phosphorated hydrogen, CO2, CO dan lain-lain. Pembusukan terjadi 24 jam setelah kematian.
Hal ini disebabkan kerja bakteri komensalis yang biasanya hidup dalam usus dan bakteri yang berasal dari luar seperti bakteri Clostridium Welchii, Balantadium Coli, Streptococcus, Staphylococcus, Diphteroid, Proteus dan lain-lain. Selain itu binatang-binatang seperti: larva lalat, semut, anjing, tikus, belalang, ikan, udang dan lain-lain dapat turut menghancurkan tubuh mayat.
Dalam 2-3 hari, pembusukan yang menghasilkan gas pembusukan menyebabkan perut gembung dan akhirnya diseluruh tubuh: kulit, otot dan organ dalam. Kulit akan mudah terkelupas dan mudah dilepaskan dengan sedikit tekanan saja. Seluruh organ mengalami pembusukan. Dalam 3-5 hari, perut mengecil kembali karena gas pembusukan akan keluar melalui jaringan yang rusak karena proses pembusukan. Proses pembusukan berlangsung terus sehingga jaringan lunak menjadi hancur.
Sekitar 2-4 minggu penulangan mulai terjadi. Pada waktu ini, tulang masih menunjukkan sisa-sisa ligamen yang terlekat padanya. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6 bulan, ligamen sudah tidak terlihat dan tulang berwarna kuning keputihan.
Selain perubahan post-mortem di atas, ada 2 modifikasi pembusukan yang juga penting yaitu:
a. Adiposere
Adiposere terbentuk bila tubuh terdapat dalam keadaan lembab di air ataupun di tanah yang basah. Perubahan ini terjadi disebabkan hidrogenasi dari lemak bebas seperti asam oleat yang dirubah menjadi asam lemak jenuh. Pada akhirnya seluruh lemak dirubah menjadi asam palmitat, stearate, asam hydroksi stearate dan campuran dari semua bahan-bahan ini kecoklatan, berminyak dan bau yang spesifik yang disebut dengan adiposere.
Adiposere dapat bertahan lama sehingga mayat yang mengalami adiposere dapat dikenali sesudah kematian yang lama. Jangka waktu yang terkecil untuk pembentukan adiposere di daerah tropis dimulai sesudah 1-3 minggu. Untuk perubahan seluruhnya pada orang dewasa diperlukan 3-6 bulan bahkan sampai 12 bulan tergantung tempat, kelembaban dan suhu sekitar. Di daerah dingin jangka waktu yang diperlukan biasanya lebih lama.
b. Mumifikasi
Mayat bila ditelakkan pada suhu panas dan udara kering atau terpapar cahaya matahari dalam waktu lama akan mengalami pengeringan akibat kehilangan cairan tubuh. Panas yang tinggi dan udara yang kering menghalangi proses pembusukan oleh mikroorganisme sehingga membuat mayat mengalami mumifikasi.
Tubuh mayat yang menjadi mumifikasi tidak berbau, kulit berwarna coklat melekat dengan erat pada tulang-tulang demikian juga rambut melekat ketat pada tulang kepala. Mumifikasi biasanya terjadi di daerah gurun pasir. Jangka waktu yang diperlukan sehingga terjadi mumifikasi biasanya lama, bisa dalam waktu 3 bulan atau lebih, mayat relatif masih utuh.