Waka Kadin Bidang Perbankan Hendra Arbie

Dompet Digital Kian Digemari

dompet-digital-kian-digemari

Medan, (Analisa). Sekarang ini siapa yang ti­dak punya duit di smart­phone (ponsel pintar). Ter­nya­ta se­makin banyaknya masyarakat yang punya duit di smartphone, perang dom­pet digital semakin memba­hana.

“Apa itu dompet digital (e-wallet) ? Dalam Peraturan Bank Indonesia No 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik ada dua  jenis uang elektronik ber­dasarkan media penyimpanan uang, yaitu server based (go-pay, ovo, otto­cash) dan chip based (e-money, brizzi, flazz). Batas nilai yang tersimpan dalam uang elek­tronik adalah pelanggan yang tidak terdaftar Rp2 juta, dan terdaftar Rp10 juta,” ujar Waka Kadin Bidang Perbankan Hendra Arbie, kemarin.

Diungkapkan Hendra, pertumbuhan dompet digital di Indonesia, diawali Tel­komsel yang merilis T-Cash pada 2007, lalu disusul Dom­petku oleh Indosat setahun sete­lahnya, dan XL Tunai dari XL Axiata pada 2012.

“Go-Pay yang meluncur pada 2016, selain bisa digunakan untuk berbagai layanan lain yang ada di aplikasi Go-Jek, juga bisa untuk melakukan transaksi di berbagai merchant di pusat perbelanjaan, kantin sekolah, dan warung-warung. Sementara Ovo yang sudah bekerja sama dengan Grab dan Tokopedia, diterima oleh 70 persen pusat perbelanjaan di Indonesia termasuk kafe, bioskop, penye­lenggara parkir, dan supermarket. Pendatang baru OttoCash menyediakan fitur meliputi pembelian pulsa, tagihan listrik dan telepon, pembayaran PDAM, pembelian asuransi, dan investasi, serta transfer dana antar pengguna,” ujarnya.

Penggunaan dompet digital untuk transak­si online  kata Hendra, semakin populer dan digemari masyarakat, khususnya pengguna smartphone. Indonesia dengan populasi 268 juta orang merupakan sebuah negara di mana pengguna ponsel nya melebihi jumlah pendu­duknya yaitu 355.5 juta, dan ada sebanyak 150 juta pengguna internet.

“Berdasarkan survei yang di buat oleh Statista 2018, di Indonesia pengguna smart­phone sebesar 60 persen dari jumlah orang dewasa, dari hasil survei tersebut 61 persen menggunakan untuk mobile banking untuk transaksi perbankan, dan 35 persen dipakai untuk melakukan pembayaran melalui smart­phone,” ujarnya.

Menurut Hendra, makin banyak muncul­nya pemain dalam ekosistem pembayaran digital bisa memberikan keuntungan bagi masyarakat. Sebab, tidak dipungkiri bahwa perang promo menjadi salah satu senjata andalan untuk menggaet konsumen. Artinya, semakin banyak pesaing, semakin banyak promosi yang menguntungkan konsumen.

“Berdasarkan survei yang dilansir Daily­sosial, kenapa konsumen menyukai jasa fintech ini? 74 persen mudah dalam pema­kaian, 71 persen simpel, 36 persen karena promo yang menarik. Jumlah pengguna Go- Pay telah mencapai 79 persen dari total res­ponden, kemudian diikuti oleh OVO 58 persen, T-Cash 55 persen,” ungkapnya.

Sebenarnya lanjut Hen­dra,  jumlah pe­nyedia layanan dompet digital di Indonesia kian bertambah, tidak hanya tiga perusahaan besar tersebut. Menurut BI, kini total ada 41 dompet digital yang sudah beredar, terdiri dari 30 dompet digital berbasis server dan 11 dompet digital berbasis chip. Dan, masih ada berpotensi untuk bertambah sejalan dengan izin yang diberikan oleh BI. Pada tahun ini juga sejumlah perusahaan BUMN-Mandiri, BRI, BNI, BTN, Telkom, Pertamina, Jiwas­raya-memutuskan untuk mengga­bungkan bisnis alat pembayaran digi­tal mere­ka, untuk ikut meramaikan menjadi penye­lengggara uang elektronik ini.

“Menurut Techinasia, diperkirakan salah satu perusahaan layanan dompet digital di atas, dalam sebulan bisa membakar uang untuk subsidi pengguna sampai dengan Rp 15 miliar. Nominal ini sangat fantastis bukan? Semua itu dilakukan tentu mempertim­bang­kan berbagai aspek dengan tujuan mencapai target besar, seperti mengakuisisi pengguna, membuat pengguna loyal, sampai merajai pasar transaksi pembayaran digital di Indonesia,” ujarnya.

Sedangkan untuk data transaksi uang elek­tronik di Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) katanya, perbedaan antara jumlah transaksi uang elektronik pada 2017 dan 2018 cukup terlihat signifikan, bah­­kan mencapai tiga kali lipat. Pada 2017 jumlah transaksi masyarakat Indonesia meng­gunakan dompet digital hanya sebesar Rp 12,37 triliun, sedangkan pada 2018 mencapai Rp 47,19 triliun.

“Saat ini masyarakat memandang pem­bayaran menggunakan QR code itu sebagai pengalaman baru, generasi milenial juga sebagai pengguna terbesar, yang pada akhir­nya masyarakat akan mendapat keun­tung­an berupa promo menarik dari penyelenggara dompet digital. Semua dengan alasan kemu­dahan.

Semakin di gemarinya dompet digital ini, menjawab dari Gerakan Nasional Non-Tunai yang di canangkan oleh Bank Indonesia. Sekarang metode pembaya­ran ini masih terkonsentrasi hanya di kota-kota besar, akan­kan metode pembayaran ini akan sampai me­­nyentuh pe-desaan ? Kita tunggu, waktu yang akan menjawab,” ujar­nya. (rel/rrs)

()

Baca Juga

Rekomendasi