Melongok Empat Jenis Perbudakan di Afrika

melongok-empat-jenis-perbudakan-di-afrika

WHITNEY Plantation yang berlokasi di Wallace, Lousiana, AS menjadi saksi bisu perbudakan di Amerika Serikat (AS). Perke­bunan tebu yang juga dilengkapi dengan pabrik gula dan sudah ada sebelum Perang Saudara di Ame­rika itu merupakan jejak keke­jaman perbudakan yang terjadi di AS pada waktu itu.

Semula, Whitney Plantation tersebut di­beri nama Habitation Haydel. Mema­suki dekade 1800­an, Jean Jacques yang me­ru­pakan anak dari Heidel, mengu­bah Ha­bitation Haydel dari yang awalnya di­pe­nuhi tanaman indi­go­fera menjadi perke­bunan tebu yang dilengkapi pabrik gula.

Perkebunan itu tentu tak mampu diolah Jean dan keluarga­nya sendiri. Mereka mem­­beli budak asal Afrika yang saat itu ma­rak diperdagangkan.

Ternyata oang-orang Afrika sudah men­jadi sasaran perbu­dakan selama be­rabad-abad. Mereka dianggap sebagai ba­rang dan diperdagangkan. Bahkan, ketika perdagangan manusia diha­puskan, pe­merintah kolonial mengubahnya menjadi sistem kerja paksa, yang padahal meru­pakan jenis perbudakan.

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) me­nganggap perbudakan sebagai “status atau kondisi di mana seseorang memiliki ke­kua­t­an dan kepemilikan atas orang lain­nya”. Sementara, budak sen­diri diartikan de­ngan “orang yang dikendalikan dan di­miliki terse­but”. Berikut empat jenis per­bu­­dak­an yang pernah terjadi di Afrika:

Perbudakan chattel (ba­rang pribadi)

Pada perbudakan jenis ini, seseorang dianggap sebagai ba­rang pribadi dan bebas diperda­gangkan. Para budak tidak memi­liki hak dan diharapkan mampu melaku­kan pekerjaan (serta mem­berikan ‘ban­tuan’ seksual) sesuai perintah sang majikan.

Bentuk perbudakan ini terbawa hingga ke Amerika sebagai hasil dari perdaga­ngan budak trans-Atlantik.

Ada beberapa laporan yang mengata­kan bahwa chattel slave­ry masih ada di negara-negara Islam Afrika, seperti Mau­ritania dan Sudan (meskipun kedua negara ini menjadi peserta dalam konvensi per­budakan PBB 1956).

Salah satu contohnya adalah Francis Bok. Ia masuk ke dalam perdagangan bu­dak saat berusia tujuh tahun, setelah de­sanya di Sudan diserang pada 1986. Ia menghabiskan waktu menjadi budak selama sepuluh tahun sebe­lum akhirnya berhasil kabur.

Jaminan hutang

Jenis perbudakan ini melibat­kan ma­nusia sebagai jaminan hu­tang. Budak-bu­dak disediakan orang yang berhutang biasanya anggota keluarga atau anaknya sendiri. Sulit bagi budak hutang untuk melepaskan diri karena bunga serta biaya makan, pakaian, dan tempat tinggal, akan tetap ditam­bahkan selama mereka ditahan.

Kemungkinan budak ini akan ‘diwa­ris­kan’ dan bekerja pada keluarga tuannya hing­ga bebera­pa generasi.

Kerja paksa

Sesuai dengan namanya, per­budakan ini melibatkan ancaman atau kekerasan pada pekerja. Para budak dikontrak untuk jangka waktu tertentu sehingga mereka tidak dapat melarikan diri dari kerja paksa.

Cara ini digunakan Raja Leo­pold II saat ingin meluaskan Negara Bebas Ko­ngo. Juga dila­ku­kan Portugis yang me­maksa orang-orang Afrika bekerja se­ba­gai budak di perkebunan Cape Verde dan San Tome.

Serf (budak yang beker­ja sebagai buruh tani)

Serf merupakan istilah bagi budak yang bekerja menjadi buruh tani pada masa feodalisme di Eropa. Petani budak ini diken­dalikan tuan tanah. Mereka men­dapat nafkah dari menggarap ladang tuan tanah. Serf sangat terikat dengan ladang terse­but dan tidak boleh pergi tanpa izin tuan tanah. Se­orang budak juga mem­bu­tuh­kan izin untuk menikah, menjual ba­rang, atau mengubah pekerjaan mereka. Setiap ke­putusan harus melibatkan tuan tanah. (ngi/wkp/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi