Merawat dan Menjaga Kelestarian Sungai

merawat-dan-menjaga-kelestarian-sungai

Oleh: Nasib TS

Sungai sebagai sumber bencana banjir merupakan anggapan yang keliru. Sela­ma ini bila terjadi banjir ban­dang yang menggenangi ru­mah warga, tersangkanya ada­lah sungai. Air sungai yang meluap dituding seba­gai penyebabnya. Padahal sa­lah satu peran sungai adalah mengendalikan banjir secara alamiah.

Pernahkah Anda memba­yangkan hu­jan deras yang tidak ada hentinya selama se­minggu di sebuah kawasan pemukiman yang tidak ada sungai di sekitarnya? Mudah diba­yang­kan, dalam sekejap kawasan pemukiman akan digenangi air hujan dalam waktu yang lama, dan kawa­san tersebut bagai danau atau rawa-rawa.

Kemampuan tanah me­nye­rap air terbatas. Karena itulah ada pohon, sungai, da­nau atau sawah. Bila daya se­rap pohon, danau dan sawah pun terbatas untuk menam­pung curah hujan yang ting­gi, maka terjadi kerawanan bila hujan turun.

Sungai menjadi solusi alam yang akan me­ng­alirkan kelebihan air dari daratan me­nuju lautan. Warga kota mungkin membangun drai­na­se yang bermuara ke sungai untuk mengu­rangi dam­pak banjir. Ka­lau tidak ada su­ngai, sebuah kota akan mem­bangun kanal untuk menam­pung air buang­an dari draina­se.

Dengan meluruskan cara pandang kita terha­dap su­ngai, kita sepakat bahwa su­ngai bukan sumber banjir me­lainkan solusi alamiah me­ngatasi banjir (genangan air). Betapa sempur­nanya mesin lingkungan dan tata kerjanya yang diciptakan Tu­han Yang Maha Esa. Dalam istilah umum mesin tata ke­lola lingkungan alami ini disebut ekosistem.

Sungai adalah bagian eko­sistem alam yang mengem­ban fungsi mengatasi banjir dan menjadi sumber kehi­dup­an. Sungai merupakan habitat hewan dan tumbuhan air serta sumber kehidupan bagi manusia.

Dalam amatan kita, sungai merupakan jalan mengalir­nya air dari gunung hingga muara yang tercipta secara alamiah. Lebih dari seka­dar drainase alamiah dari sebuah kawasan, sungai merupakan bagian dari fungsi ekosistem yang penting. Sebagaimana gunung, hutan, sawah, da­nau, daratan dan lautan, su­ngai meru­pakan sistem alami pengendali banjir. Dengan adanya sungai, air yang ada di permukaan darat­an akan mengalir menuju sungai. Su­ngai berfungsi meniriskan air yang ada di daratan, se­hi­ngga mencegah bencana genangan air berkepanjangan.

Bukan Penyebab Banjir

Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai otoritas alam tersendiri yang terdiri aliran sungai dan bantaran sungai. Bantaran sungai di­perkirakan berjarak 100-200 meter dari tepi sungai. Bila curah hujan tinggu, khu­sus­nya hujan gunung, debit air sungai naik dan air su­ngai meluap hingga kawasan ban­taran sungai.

Pada zaman dulu ketika fungsi ekosistem alam belum terganggu oleh ulah manusia, sungai di kawasan pesisir hingga dataran rendah, mem­bentang lebar. Daerah yang sekarang kita sebut bantaran sungai atau zona hijau meru­pakan lintasan air sungai. Sekarang sungai cenderung surut, namun masih me­ning­galkan jejak aliran sungai pa­da kondisi sebelumnya yang sekarang menjadi bantaran sungai.

Bantaran sungai ini sebe­narnya daerah terla­rang untuk pemukiman karena semacam zona aliran cadangan bagi sungai bila volume air yang mengalir dari gunung berle­bih. Sungai telah mencipta­kan sistem secara alamiah bila volu­me air melimpah akan mengisi bantaran su­ngai yang sekarang ini dipadati oleh bangun­an pemukiman penduduk.

Dengan demikian sungai bukanlah penye­bab banjir. Se­harusnya manusia menge­tahui batas-batas aman dari bencana saat memba­ngun pe­mukiman karena alam te­lah me­nyiapkan sistem peng­aman alamiah ketika volume air melimpah.

Bila kita taat pada kearifan alam, tentu kita akan selamat dari bencana. Dengan cara pan­dang demikian, kita se­pa­kat, bukan alam yang meng­ekspansi zona bencana ke wilayah manu­sia, tetapi manusialah yang mendekati zona bencana.

Hal ini akibat keterbatasan pengetahuan atau sengaja ti­dak mau taat aturan karena meng­anggap banjir ibarat "sakit gigi" yang datang dan pergi dalam waktu semen­ta­ra. Padahal, meski banjir bu­kan bencana permanen, tetap saja merepotkan dan mendu­lang kerugian yang wajib di­hindari.

Sumber Kehidupan

Selain berfungsi sebagai pengendali banjir, sungai me­rupakan habitat bagi makh­luk dan tumbuhan air. Barba­gai jenis ikan dan hewan air tawar serta tumbuhan terten­tu hidup di su­ngai. Karena itulah sungai dapat disebut seba­gai sumber kehidupan hewan dan tumbuhan yang menggantungkan kehidupan di sungai. He­wan dan tum­buhan itu meru­pa­kan aset nega­ra dan potensi sumber daya hayati yang ber­manfaat bagi kehidupan ma­nusia.

Beberapa jenis ikan sungai merupakan sumber protein dan gizi bagi manu­sia. Se­dang jenis lain­nya me­rupakan ikan hias de­ngan harga ma­hal. Dengan kata lain, hewan di sungai me­rupakan kekaya­an hayati bagi masyarakat dan dapat dilihat sebagai ko­moditas serta menjadi tempat kegiatan ekonomi masyara­kat.

Sumber Penghidupan

Seperti disebutkan, sungai menjadi habitat bagi berba­gai jenis hewan dan tum­buh­an air tawar yang dapat di­manfaatkan manusia untuk me­menuhi gizi dan protein. Karena itulah sungai dapat dilihat sebagai sumber kehi­dupan bagi manusia. Sungai dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan ekonomi dari yang tradisional sam­pai moderen. Sungai tempat nelalayan men­­cari ikan dan membudi­dayakan ikan air tawar mela­lui teknik keramba maupun kolam air deras.

Selain itu sungai juga di­manfaatkan untuk sumber pengairan sawah pertanian, bahkan dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik lewat proyek pembangkit listrik te­naga air. Dalam perkem­bang­annya, panorama alam sungai dimanfaatkan sebagai obyek rekreasi keluarga bagi industri pariwisata. Air mi­num ataupun air bersih yang mengalir ke rumah me­lalui pipa-pipa leiding juga ber­sum­ber dari sungai. Karena itu­lah, sungai merupakan sumber penghidupan penting bagi manusia.

Melestarikan Sungai

Dengan cara menyadari manfaat besar su­ngai, kita se­pakat untuk menumbuhkan kesa­daran perlunya menjaga kelestarian su­ngai. Caranya dengan tidak membuang sampah dan mengotori su­ngai dengan limbah cair atau padat. Sayangnya kesadaran ini tertutup oleh pola pikir praktis dan kebutuhan yang men­desak.

Kebutuhan men­desak akan pemukiman mem­­buat ma­sya­rakat, khususnya masya­rakat perkotaan, berdesak-desak bertempat tinggal di tepi sungai. Walaupun mere­ka tahu, lahan yang mereka dirikan bangunan merupakan zona larangan dan lintasan banjir, masyarakat tidak pe­duli oleh desakan kebutuhan pemu­kiman yang murah dan gampang membangun­nya.

Pola pikir yang terlanjur salah, namun tetap dilakukan adalah kebiasaan menjadikan sungai tempat membuang sampah dan limbah rumah tangga yang tinggal di ping­gir sungai. Ironis­nya, dalam waktu bersamaan mereka ju­ga sadar mengambil air untuk memenuhi kebutuhan mencu­ci dan minum juga dari air sungai.

Kelakuan industri tidak kalah jahat dengan mem­bu­ang limbah cair dan padat ke sungai karena dianggap prak­tis dan tidak makan biaya. Padahal limbah industri yang dibuang ke sungai sangat berbahaya. Sungai yang ter­kontaminasi limbah kimia dari industri tidak hanya meng­ancam hewan dan tum­buhan air yang hidup di su­ngai. Pencemaran limbah meng­ancam kese­hatan ma­nu­sia yang sebagian kebutuh­an aktivi­tas sehari-harinya tergantung pada sungai.

Banyak kasus pencemaran sungai yang menimbulkan gangguan kesehatan kulit bah­kan sejumlah penyakit akibat terpapar bahan kimia. Karena itulah, tidak berle­bih­an bila pem­buang limbah ke aliran sungai dapat dika­takan sebagai penjahat lingkungan bahkan penjahat kemanusia­an.

Sungai yang merupakan perairan terbuka merupakan milik bersama yang kelesta­riannya harus dijaga bersa­ma. Pengawasan terhadap pe­laku pencemaran lingkungan seharusnya menjadi tang­gungjawab bersama. Sesama warga bisa saling mengingat­kan dan mencegah aktivitas mengotori sungai. Warga ju­ga bisa menjadi pelopor pe­lestari sungai dengan cara memberi contoh melalui ge­rakan menjaga dan melestari­kan sungai.

Penulis salut terhadap se­buah komunitas anak muda pecinta lingkungan yang ke­mudian berhasil menjadi pe­lopor penggerak pelestari kebersihan Sungai Deli. Ko­munitas itu menga­jak masya­rakat yang tinggal di ping­gir­an su­ngai yang ada di Ko­ta Medan untuk bersama-sama memperbaiki pola hi­dup bersih dan tidak mengo­tori sungai dengan limbah rumah tangga. Karena itulah mereka mengubah arah ru­mah warga tidak lagi mem­be­lakangi sungai tapi meng­hadap ke sungai.

Di halaman rumah yang menghadap ke sungai diba­ngun taman-taman yang in­dah. Peru­bahan kecil itu lam­bat laun mengubah po­la pikir terhadap sungai bu­kan lagi tempat pem­buang­an sampah di belakang rumah, tapi su­ngai adalah taman alami de­pan rumah yang harus dijaga kebersihannya demi martabat penghuninya.

(Penulis adalah peminat ma­salah sosial budaya dan lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi