Oleh: Amirul Khair
Sejumlah pengusaha kuliner ‘Dodol Bengkel’ di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdangbedagai (Sergai) mengeluh akibat hasil penjualan kuliner khas daerah itu menurun drastis. Efeknya tidak saja menekan pendapatan pengusaha, tetapi juga membuat usaha kuliner khas tersebut terancam gulung tikar alias bangkrut.
“Bahasa orang jualan, namanya tumpur alias bangkrut. Sudah banyak yang tutup kios-kios di sini,” ungkap Ridwan Sinaga salah seorang pengusaha dodol Bengkel yang sudah menekuni bisnis dodol sejak 1991 kepada Analisa, Minggu (26/5).
Menurunnya hasil penjualan dodol Bengkel terangnya, disebabkan menurun daya beli dari masyarakat. Selama ini para pengusaha dodol yang memasarkan produk mereka melalui kios sepanjang Jalinsum Desa Pasar Bengkel bertumpu pada pembeli dari luar daerah yang melintasi kawasan tersebut.
Namun dalam setahun terakhir, penjualan dodol mereka semakin menurun drastis karena minimnya pembeli. Terlebih lagi sejak beroperasinya jalan tol terintegrasi dari Belmera di Tanjungmorawa sampai ke Kota Tebingtnggi.
“Paling hebat lagi dampaknya karena tol dibuka. Tambah parah. Sudahlah pembeli yang ada belum pasti ditambah lagi yang sudah pasti hilang karena mereka tak singgah lagi di sini,” jelas Ridwan.
Ia memastikan keberadaan jalan tol yang menjadi kemudahan masyarakat dalam mempersingkat waktu tempuh telah pula memengaruhi penjualan dodol Bengkel menurun sampai 50% karena banyak pelancong dari luar kota tidak lagi melintas dan berbelanja seperti selama ini.
“Pasti ngaruh. Sekitar 50 persen kehadiran jalan tol memengaruhi penjualan dodol di sini. Secara logika, dari Lubukpakam sudah berpikir, uang tinggal sikit, nanti jalan macet, nanti kita terlambat, gak usah keluar tol lah,” terang Ridwan menerka cara berpikir pelancong yang enggan untuk keluar dari tol untuk sekadar membeli oleh-oleh ke Pasar Bengkel.
Ridwan pun mengaku pesimis penjualan dodol Bengkel yang sudah kesohor ini dapat maju dan berkembang bila kondisi tersebut terus berlanjut.
Gulung Tikar
Dampak menurunnya penjualan dapat dilihat dari banyaknya kios penjualan yang kini tutup alias gulung tikar. Terlebih bila perputaran modal pengusaha dodol hanya mengandalkan hasil penjualan yang semakin menurun tanpa sokongan pendanaan lainnya.
“Saya ini secara pribadi sudah berutang dengan istri saya dalam mengembangkan usaha ini agar tetap bertahan.
Untungnya istri saya punya pendapatan bisa menyokong usaha ini diputar-putarkan. Sampai sekarang utang saya Rp15 juta belum bisa saya bayar,” terangnya.
Penurunan dari penjualan dodol juga diakui Andre (38) yang sejak 2006 menekuni bisnis dodol yang menyajikan tiga varian terkenal yakni, rasa durian, pandan dan biasa. Sejak setahun terakhir penjualan dodol serta aneka jajanan yang ditekuninya menurun. Namun ia mengaku, selama ini bisnisnya didukung kerja sama dengan sopir-sopir angkutan lintas antarkota yang selalu singgah di kiosnya.
Setiap angkutan yang melintas singgah di kiosnya sembari membeli jajanan kuliner miliknya. Namun seiring waktu karena semakin menurunnya penjualan sedangkan biaya operasional semakin tinggi ditambah lagi pengeluaran untuk kerja sama dengan para sopir angkutan tak bisa lagi dilanjutkannya.
“Terpaksa kerja sama dengan mereka saya putuskan. Gak sanggup lagi saya menutupi biaya operasional. Sementara omzet belanja penumpang yang singgah tidak begitu banyak,” terangnya.
Andre mengaku, khusus dodol yang dijual dan dipasarkannya kini mengandalkan pembeli dari yang melintas di kawasan Pasar Bengkel. Dia pun mengaku pembeli yang melintas pun tidak begitu banyak sehingga penjualan dodol juga tidak begitu signifikan seperti dulu dia mengandalkan pembeli dari penumpang angkutan.
Salah seorang pekerja perempuan yang menolak menyebutkan identitasnya di salah satu kios jajanan kuliner yang cukup besar, juga mengaku, daya beli pelancong yang melintas semakin menurun. “Ya. Sekarang agak sunyi. Gak banyak pembelinya kayak dulu,” terangnya.
Dulu katanya, dodol cepat habis dan cepat produksi lagi. Tapi kini daya beli itu menurun meski ada juga yang beli dan mengaku bahwa penjualan Dodol Bengkel turut dipengaruhi keberadaan jalan tol.
Masih Sunyi
Pengalaman setiap tahun setiap kali jelang hari raya Idulfitri, para pengusaha dodol Bengkel menikmati berkah dengan larisnya jajanan kuliner itu. Namun sampai H-9, tanda-tanda banyak apalagi melonjaknya pemberlian konsumen terhadap dodol belum terlihat.
“Sampai sekarang masih sunyi. Belum banyak pesanan atau orang yang membeli dodol kita,” terang Ridwan.
Ia mengaku, biasanya penjualan dodol setiap jelang Idulfitri terjadi peningkatan pada H-4 atau pun H-3. Namun ia kembali mengaku pesimis penjualan dodol mereka seperti tahun-tahun sebelumnya yang lumayan untuk menambah pendapatan mereka.
Hal itu disebabkan, para pelintas yang menggunakan mobil pribadi lebih memilih melintasi jalan tol ketimbang jalinsum yang potensial mengalami kemacetan disebabkan banyaknya truk kontainer yang memilih lajur Jalinsum ketimbang jalan tol.
“Kalau mobil pribadi tidak lewat dari sini, siapa lagi yang beli. Paling kita berharap orang yang naik sepeda motor lah,” ujarnya. ***