Kecurangan Cara Setan Mengkhianati Amanah

kecurangan-cara-setan-mengkhianati-amanah

Oleh: Sofyan. Mengkaji tentang kecurangan, Alquran telah menegaskannya di dalam surat al-Mutaffifin (orang-orang yang curang), surat Makkiyah yang terakhir diturunkan sebelum hijrah terdiri dari 36 ayat. Menurut Alquran Terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, secara global esensi surat ini membicarakan empat hal yaitu ancaman terhadap orang-orang melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan, keadaan orang-orang yang durhaka pada hari kiamat, keadaan orang-orang yang berbakti kepada Allah pada hari kiamat dan ejekan-ejekan terhadap orang mukmin di dunia dan balasannya di akhiratayat.

Belajar dari Surat al-Mutaffifin

Dalam Alquran ayat 1-6 Allah swt. mence­ritakan tentang perilaku orang-orang yang mengurangi timbangan atau takaran dalam dalam jual beli. Menurut satu riwayat asbabun nuzul ayat ini berkaitan dengan penduduk Madinah yang paling curang dalam takaran atau timbangan. Ketika Rasulullah saw. sampai di Madinah beliau melihat dan mengetahui akan kebiasaan buruk penduduk Madinah tersebut kemudian Allah menurunkan ayat ini sebagai anca­man kepada orang-orag yang melakukan kecurangan dalam menim­bang.

Pasca turunnya ayat ini orang-orang Madinah pun berubah menjadi orang-orang yang jujur dalam menimbang. Mereka sadar dan takut karena semua perilaku buruk mereka tercatat dalam satu kitab yang disebut dengan sijjin dan catatan-catatan tersebut lah yang akan digunakan sebagai landasan untuk membalas kecurangan-kecurangan yang telah mereka lakukan dan bentuk pertanggungjawaban mereka di hada­pan ilahi.

Bagi mereka yang hatinya telah tertu­tup dari rahmat Allah akan terus mempraktekkan kecurangan-kecura­ngan dalam hidupnya sampai pada akhirnya nanti Allah swt. akan menim­pakan kepada mereka azab yang pedih. Hal ini diuraikan pada ayat berikutnya 7-17.

Sebagai Pembalas amal seorang hamba Allah swt. tidak pernah menging­kari janjinya, Dia akan memberikan ganjaran kepada terhadap semua ben­tuk kejahatan yang dilakukan manu­sia dan sebaliknya Allah akan memberikan balasan terbaik bagi orang-orang yang yang melakukan amal saleh dan berbakti kepada-Nya. Tuhan tidak akan pernah menyia-nyiakan kebaikan hamba-Nya, akan dibalas dengan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa, yang tidak pernah terbayangkan oleh pemikiran dan khayalan manusia.

Semua kebaikan yang dilakukan manusia dicatat di dalam satu kitab yang disebut illiyin, kitab inilah yang kelak akan menjadi bukti akan kebaikan-kebaikan yang dilakukan manusia. Balasannya kepada mereka yang berbakti kepada Allah di dunia pada hari kiamat nanti sangat luar biasa, Allah menyiapkan kepada mereka tempat-tempat yang indah untuk menikmati hidangan dan nikmat yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka sebagai balasan atas amal saleh yang telah dilakukan. Allah kisahkan hal ini di dalam QS. Mutaffifin 18-28.

Pada ayat 29-36 Allah swt. membi­carakan tentang orang-orang beriman yang diejek dan diolok-olok oleh mereka yang melakukan perbuatan dosa. Mereka mentertawakan orang-orang beriman yang konsisten dan istiqamah mengamalkan perintah Tuhan dalam menegakkan kebenaran, melaksa­nakan amar ma’ruf nahi munkar.

Dengan dukungan kekuasaan, uang dan harta orang-orang yang menging­kari Tuhan memiliki kebebasan melaku­kan kerusakan dan kemasiatan, bebas mengumbar nafsu dan keinginan syah­watnya. Mereka menganggap sesat dan dungu melihat orang-orang saleh yang berbakti kepada Tuhan. Begitulah kon­disi dan perihal orang-orang beriman yang ditertawai oleh mereka yang kafir, zalim lagi berge­limpangan maksiat.

 Sebagai Pengadil yang paling adil, Tuhan pasti akan berpihak kepada mereka yang telah lelah dan letih mengabdi kepada-Nya di dunia ini. Dia pasti akan memberikan balasan yang sesuai kepada mereka yang mengabdi dan memuja-Nya. Dia tidak akan menolong orang-orang yang telah mentertawakan serta mengejek orang-orang yang beriman. Mereka akan dimasukkan ke tempat yang paling hina dan keras siksaannya yaitu neraka dan pada akhirnya nanti mereka orang-orang berimanlah yang gantian menter­tawakan orang-orang zalim yang mengikuti hawa nafsunya.

Kecurangan Ada di Mana-mana

Kecurangan bukan hanya terjadi dalam jual beli saja, kecurangan dilakukan oleh manusia dan terjadi di mana-mana, seseorang yang berambisi menduduki satu jabatan akan mengha­lalkan dan melegalkan semua cara agar tujuan yang diinginkannya tercapai. Biasanya cara curang yang dilakukan dengan menyuap orang-orang tertentu dengan memberikan uang sebagai imbalan agar yang bersangkutan menduduki jabatan tersebut.

Dalam memilih pemimpin pun terkadang praktek kecurangan tidak dapat dielakkan, baik ketika memilih kepala desa, kepala daerah, legislatif, sampai ke tingkat pemilihan presiden. Mereka yang terlibat kecurangan pun tidak sedikit, dari panitia pelaksananya, aparatur negara yang seharusnya netral, si calon pemimpin dan lain-lain. Sehingga terkadang terjadi pengge­lembungan dan jual beli suara, manipulasi hasil data pemilihan sehingga ada yang menguntungkan dan merugikan pasangan tertentu.

Praktek kecurangan pun terjadi di dunia pendidikan, ada seorang anak yang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit agar diterima di satu lembaga pendidikan. Sehingga tanpa harus bekerja keras, memeras otak dan pikiran dia berhasil menyisihkan kawan-kawannya yang lain. Ada lagi siswa atau mahasiswa yang melihat catatan ketika ujian, dia siapkan ber­bagai catatan-catatan untuk lulus dari ujian.

Dalam satu kejuaraan olah raga atau seni kecurangan pun tidak dapat di­elakkan, terkadang terjadi main mata antara hakim, wasit atau juri untuk memenangkan salah satu kontestan laga, sehingga kemenangan yang diraih tidak maksimal sesuai pesanan pihak tertentu.

Dilarang Mengkhianati Amanah

Banyaknya kecurangan terjadi karena manusia tidak berdaya untuk menahan gempuran setan agar melaku­kan perbuatan yang melanggar nilai-nilai kebenaran dan merusak moral.

Setan dalam al-Misbahul Munir diartikan dengan yang jauh dari kebenaran atau rahmat Allah swt. Menurut Ibnu Jarir setan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan atau dari segala sesuatu. Tipu daya setanlah yang telah mengajak dan menjeru­muskan manusia agar tidak amanah, sedangkan Tuhan memerintahkan kepada semua insan agar berlaku amanah, tidak menyelewengkan dan mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya.

Sudah saatnya seorang Muslim dengan berbagai profesi yang mereka miliki menyadari dan memberikan perlawanan sengit menghadapi musuh yang gencar melakukan tipu daya, merusak amal seseorang. Oleh karena­nya, seorang pemimpin tidak mela­kukan kecurangan dengan melegalkan semua cara agar terpilih menjadi pemimpin, Rasulullah saw. mengi­ngatkan dari Ma’qil bin Yasar radi­yallahuanhu berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,”Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah oleh Allah memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya melain­kan Allah mengharamkan surga atasnya” (HR. Muttafak ‘Alaih).

Dalam konteks yang lain, seorang siswa atau mahasiswa jangan melaku­kan kecurangan dengan melihat catatan pada saat ujian, para pejabat jangan melakukan suap, korupsi, kepa­da para hakim atau juri jangan mela­kukan kecu­rangan dengan meme­nang­kan pasa­ngan tertentu, para pedagang jangan melakukan kecura­ngan dengan mengu­rangi timbangan karena semua amanah yang diberikan kepada kita kelak akan dimintai pertang­gungja­waban di sisi-Nya.

Sejatinya kita menjadi individu yang optimis serta konsisten melakukan sesuatu dengan jujur, tidak memiliki pemikiran untuk melegalkan dan menghalalkan kecurangan-kecurangan dalam mencapai tujuan. Patut kita catat, bahwa pelaku kecurangan akan mendapatkan siksa dan azab Allah, termasuk ke dalam kelompok orang-orang munafik yang azabnya sangat pedih, menjauhkan dari keberkahan, menzalimi masyarakat, menjadikan permusuhan dan menebar bibit keben­cian kepada orang lain serta meng­khianati amanah, ”Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu meng­khianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu menghianati amanah yang diberikan kepada kamu, sedang­kan kamu mengetahui”.

Wabilakhir, cukuplah surat al-Mutaffifin menjadi pedoman dan acuan kita untuk menjauhi semua bentuk kecurangan-kecurangan dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam.

*Penulis dosen di STAI Darularafah Deli Serdang

()

Baca Juga

Rekomendasi