Mengintip Malam Lailatul Qadar

mengintip-malam-lailatul-qadar

Oleh: Helmi Abu Bakar El-langkawi

Bulan Ramadan terdapat satu malam yang istimewa dikenal dengan Lailatul Qadar. Masyarakat kita sering menyebutkan diantara tanda Lailatul Qadar, sujudnya pohon kayu dan beberapa informasi lainnya. Namun apakah itu benar atau tidak, hanya Allah yang lebih mengetahui.

Berdasarkan atas pembahasan tersebut, alangkah yang lebih baik dan lebih selamat adalah bila kita kembalikan berdasarkan dalil-dalil dan nash yang diakui oleh syariat Islam. Lantas bagaimanakah ciri-ciri yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini?

Telah disebutkan dari Ubay bin Ka’ab r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Keesokan hari Lailatul-Qadar adalah matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan.” (H.R. Muslim). Dalam kesempatan yang lain dari Abu Hurairah r.a. pernah bertutur, kami pernah berdiskusi tentang Lailatul-Qadar di sisi Rasulullah Saw., beliau berkata, “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (H.R. Muslim)

Pada malam itu juga ditandai hawa dan kondisi tenang dan tidak terlalu dingin atau terlalu panas, ini seba­gaimana disebutkan dalam hadist, berbunyi: “Lailatul-Qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan).” (H.R. At-Thabrani )

Di antara ciri lainnya, nampak pada malam itu terbawa dalam mimpi, seperti yang terkadang di­alami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum. “Dari sahabat Ibnu Umar radliyallahu’anhuma bahwa beberapa orang dari sahabat Nabi saw diperlihatkan malam Qadar dalam mimpi (oleh Allah SWT) pada 7 malam terakhir (Ra­madhan) ke­mudian Rasulullah saw berkata,”Aku melihat bahwa mimpi kalian (tentang lailatul Qadar) terjadi pada 7 malam ter­akhir. Maka barang siapa yang mau mencarinya maka carilah pada 7 malam terakhir,” (HR Muslim)

Di antara ciri-ciri tersebut umum­­nya berupa gejala alam yang terjadi pada malam bersangkutan atau bahkan keesokan harinya. Na­mun kita tifak boleh terfokus de­ngan meng­intip ciri-cirinya baru dike­tahui malam itu atau keesokan harinya, lantas kapan kita beriba­dah dan mela­kukan amal positif dan kebaikan ?

Beranjak dari itu, sikap yang ter­baik Ini berarti bahwa sikap ter­baik dengan memanfaatkan ke­sem­­patan setiap malam Ramadan untuk bera­mal dan beribadah semaksimal mung­kin, dengan harapan satu di anta­ra­nya bersa­maan dengan Lailatul Qadar

Sekali lagi, jadikankah setiap malam Ramadhan itu seakan-akan bahwa setiap malam itu umpama malam yang diselimuti Lailatul Qadar itu sebagai malam kemu­liaan dengan menembus alam ter­tinggi dengan beribadah secara tulus, khusyuk, dan total dengan se­gala ketundukan kepada-Nya sehingga menjadi insan yang selalu dekat dengan-Nya .

Kita harus menancapkan dalam hati sikap demikian sehingga tidak sia-sia Ramadan yang kita lalui. Bulan Ramadan banyak kelebihan dan kemuliaannya. Salah satunya terdapat satu malam istimewa yang dikenal dengan "Lailatul Qadar". Tentunya kita dituntut untuk memperbanyak ibadah dan amal kebaikan sebab malam itu dira­hasiakan.

Bahkan Baginda Rasulullah Muhammad SAW banyak beriba­dah Qiyamul Ramadan dan me­ngan­jurkan mencari Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir di Syahrul Mubarak tersebut.

Banyak hadis nabi yang meng­isyarahkan tentang malam qadar itu kapan walaupun tidak pasti. Ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasal­lam dalam sabdanya, “Cari­lah Laila­tul Qadar itu pada sepuluh hari ter­akhir Ramadan.” (Muttafa­qun ‘alaihi dari Aisyah radhiyalla­hu ‘anha).

Sementara itu dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, dari Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata, “Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam men­gen­cangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), meng­hidupkan malamnya dan memba­ngunkan keluarganya.” Demikian menurut lafadz Al-Bukhari.

Keberadaan Lailatul Qadar menurut hadis nabi kemungkinan di akhir 10 Ramadan. Rasulullah bersungguh dalam beribadah di sulus (sepertiga) akhir Ramadan. Sebagaimana disebutkan dalam Imam Muslim, beliau meriwayat­kan dari Aisyah radhiyallahu anha, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.”

Dalam shahihain disebutkan, Rasulullah beriktikaf di akhir 10 Ramadan secara kontinu. Dise­butkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, “Bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam senantiasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, se­hingga Allah mewafatkan beliau.”

Lantas di mana 10 akhir itu, apakah malam 21, 22, 25 atau kapan? Sudah ditegaskan bahwa malam Lailatul Qadar itu lebih khusus lagi, adalah malam-malam ganjil sebagaimana sabda nabi,

“Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan)” (HR. Al-Bukhari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha).

Dalam banyak hadis mengisya­rahkan bahwa malamlailatul qadar itu berapa pada sepuluh terakhir ramadhan. Hal ini seperti di isya­rahkan dalam sebuah hadist, di­mana Siti pernah Aisyah menga­takan, "Saat memasuki sepuluh akhir Ramadan, Rasulullah SAW. fokus beribadah, memperbanyak ibadah di malam hari, dan mem­bangunkan keluarganya untuk beribadah" (HR: Al-Bukhari).

Hadis tersebut dijadikan Ibnu Bathal sebagai landasan bahwa Lai­latul qadar terdapat pada sepuluh akhir Ramadan. Abu Ishaq al-Syirazi, da­lam kitabnya al-Tan­bih menuliskan,

"Dianjurkan mencari Laila­tulkadar di setiap malam Ramadan, terutama malam sepuluh akhir dan malam ganjil. Lailatulkadar paling sering diharapkan terjadi pada malam 21 dan 23. Saat malam Lailatulkadar disunahkan mem­baca doa, 'Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampu­nan, ampunilah aku)'"

Kebanyakan ulama memang berpendapat bahwa Lailatulkadar terdapat pada sepuluh akhir Rama­dan, terutama pada malam gan­jil.Namun, tak berarti Lailatul­kadar tidak bisa datang pada malam genap atau sebelum sepuluh ter­akhir. Sangat mungkin Lailatul­kadar hadir di malam genap dan sebelum sepuluh terakhir.

Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah beribadah sebanyak mung­kin dari awal hingga akhir Rama­dan. Bisa jadi satu dari sekian ba­nyak ibadah yang kita kerjakan bertepatan dengan malam penuh kemuliaan itu.

Dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan, "Siapa yang men­dirikan (memperbanyak ibadah) pada malam Lailatulkadar atas dasar keimanan dan keikhlasan, maka dosanya diampuni, baik yang berlalu maupun yang akan datang."

Hadis diatas menunjukkan kepada kita untuk kontinyu dalam beribadah selama bulan Ramadhan terlebih sulus (sepertiga ) akhir bulan Ramadhan.

Doa Malam lailatul Qadr

Salah satu senjata orang muk­min berupa doa, namun di malam lailatul qadar ada doa tersendiri sebagimana yang disebutkan dalam sebuah hadist, dalam hal ini Aisyah pernah bertanya kepada Rasul, "Wahai Rasul, andai­kan aku bertemu Lailatulkadar, doa apa yang bagus dibaca? Rasul menja­ wab, 'Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'anni (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampu­nan, ampunilah aku)'" (HR: Ibnu Majah). Sekali lagi, kita tidak tahu waktu pasti terjadinya Lailatul­kadar. Karenanya, doa yang diajarkan Rasul sangat baik untuk dibaca pada tiap malam di bulan Ramadan. Mari kita isi sisa Ramadan dengan memper­banyak doa, salat dan ibadah lainnya meraih ridha-Nya.

Penulis: Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga

()

Baca Juga

Rekomendasi