
Sebagai tanggapan atas berbagai tantangan yang dihadapi, pemerintah Singapura mendirikan Dewan Pembangunan Ekonomi untuk dijadikan tombak investasi dan membuat Singapura sebagai tujuan yang menarik bagi investor asing. Pada tahun 2001 perusahaan asing menyumbang 85% dari sektor ekspor manufaktur. Sementara itu, tabungan dan tingkat investasi di Singapura naik pada tingkat tertinggi di dunia.
Sebagai hasil dari dorongan investasi ini, modal saham Singapura naik hingga 33 kali lipat pada tahun 1992 dan 10 kali lipat peningkatan rasio modal tenaga kerja. Standar hidup terus meningkat. Banyak keluarga yang pindah dari status berpenghasilan rendah ke penghasilan menengah. Sekitar 80% penduduk Singapura merupakan anggota kelas menengah. Angka tabungan yang tinggi berdampak pada negara yang tidak terlalu diberatkan akan jaminan masa depan. Singapura juga telah berhasil mengembangkan tenaga kerja yang terampil, mandiri, dan berpengalaman untuk ekonomi global.
Strategi ekonomi Singapura menghasilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 8% dari tahun 1960 sampai 1999. Pertumbuhan ekonomi kembali turun setelah krisis keuangan di kawasan regional pada tahun 1999 yakni sebesar 5,4%. Namun kembali naik ke 9,9% pada tahun 2000. Pada tahun 2001 terjadi penurunan ekonomi sebesar 2%. Hal ini dikarenakan terjadi perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Ekonomi tumbuh sebesar 2,2% pada tahun berikutnya, dan 1,1% pada tahun 2003 ketika terdapat wabah SARS di Singapura. Selanjutnya, perubahan besar kembali terjadi pada tahun 2004 sehingga pertumbuhan ekonomi kembali ke angka 8,3%. Pada tahun 2005, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4% dan pada tahun 2006 sebesar 7,9%. Pada tanggal 8 Juni 2013, angka pengangguran di Singapura sekitar 1,9%.
Perusahaan Negara dan Investasi di Singapura
Perusahaan pemerintah memainkan peran penting dalam perekonomian di Singapura. Perusahaan-perusahaan yang sepenuhnya atau sebagian milik negara ini beroperasi secara komersial dan tidak ada keunggulan kompetitif atas perusahaan milik pribadi. Kepemilikan negara menonjol di sektor-sektor strategis perekonomian seperti telekomunikasi, media, transportasi umum, pertahanan, pelabuhan, operasi serta perbankan, pengiriman, maskapai penerbangan, infrastruktur, dan real estate.
Manufaktur dan jasa keuangan menyumbang masing-masing 26% dan 22% dari Produk Domestik Bruto Singapura pada tahun 2000. Industri elektronik memimpin sektor manufaktur Singapura yakni sekitar 48% dari total output industri, tetapi pemerintah juga memprioritaskan pengembangan industri bahan kimia dan bioteknologi.
Untuk mempertahankan persaingan di tengah meningkatnya upah, pemerintah berusaha untuk mempromosikan aktivitas nilai tambah di sektor manufaktur dan jasa. Pemerintah juga telah melakukan beberapa tindakan seperti pengendalian upah dan pelepasan bangunan yang tidak digunakan, dalam upaya untuk mengendalikan kenaikan harga sewa komersial. Tujuannya untuk menurunkan biaya melakukan bisnis di Singapura ketika biaya sewa kantor di distrik pusat bisnis naik tiga kali lipat pada tahun 2006.
Selain itu, Singapura agresif mempromosikan dan mengembangkan perusahaan industri bioteknologi, yakni 100 juta dolar diinvestasikan ke sektor bioteknologi untuk membangun infrastruktur, dana penelitian dan pengembangan, dan merekrut ilmuwan internasional ke Singapura. Pembuat obat terkemuka seperti GlaxoSmithKline (GSK), Pfizer, dan Merck & Co, telah mendirikan pabrik di Singapura. Pada tanggal 8 Juni 2006, GSK mengumumkan bahwa ia akan berinvestasi sebesar S$ 300 juta untuk membangun pabrik vaksin anak, yang merupakan fasilitas pertama di Asia.
Perdagangan di Singapura pada tahun 2000 sebesar S$ 373 miliar. Meningkat 21% dari tahun 1999. Singapura saat ini merupakan mitra dagang terbesar kelima belas dengan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, impor di Singapura mencapai $ 135 milyar dan ekspor mencapai $ 138 miliar. Malaysia adalah sumber impor utama Singapura, serta pasar ekspor terbesar yakni 18% dari total ekspor Singapura.
Re-ekspor menyumbang 43% dari total penjualan Singapura ke negara lain pada tahun 2000. Ekspor utama Singapura adalah produk minyak bumi, makanan/minuman, bahan kimia, tekstil/garmen, komponen elektronik, peralatan telekomunikasi, dan peralatan transportasi. Sedangkan impor utama Singapura adalah pesawat, minyak mentah dan produk minyak bumi, komponen elektronik, radio dan televisi, kendaraan bermotor, bahan kimia, makanan/minuman, besi/baja, dan benang tekstil/kain.
Singapura memiliki akses perdagangan bebas di ASEAN, dengan bea masuk dikurangi ketika berhadapan dengan Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Brunei Darusalam, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam. Untuk persoalan investasi, Amerika Serikat memimpin dalam investasi asing di Singapura. Pada tahun 1999, investasi kumulatif untuk manufaktur dan jasa oleh perusahaan-perusahaan AS di Singapura mencapai sekitar $ 20 milyar. Sebagian besar investasi AS di bidang manufaktur elektronik, penyulingan minyak dan penyimpanan minyak, dan industri kimia. Lebih dari 1.500 perusahaan AS beroperasi di Singapura.
Demi menjaga kepercayaan negara asing, pemerintah Singapura dikenal bebas korupsi, terampil, memiliki infrastruktur yang canggih dan efisien. Hal tersebut telah menarik investasi dari lebih dari 3.000 perusahaan multinasional dari Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Perusahaan-perusahaan asing tersebut ditemukan di hampir setiap sektor ekonomi. Meskipun sektor jasa tertentu tetap didominasi oleh perusahaan terkait dengan pemerintah.
Ketenagakerjaan
Pada awal tahun 2000, Singapura memiliki tenaga kerja sekitar 2,2 juta. Faktor menarik dari Singapura adalah, bahwa negara ini memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang cukup baik di Asia. Hal itu menjadikannya sebagai tempat yang menarik bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Pengangguran di Singapura juga terbilang sangat sedikit, yaitu sekitar 1,9% pada tahun 2012. Belanja pemerintah di Singapura telah meningkat sejak awal krisis keuangan global, dari sekitar 15% dari PDB pada tahun 2008 menjadi 17% pada tahun 2012. Pemerintah tidak memiliki utang luar negeri yang besar, mengingat surplus anggaran yang konsisten. Utang pemerintah Singapura dikeluarkan untuk tujuan investasi, bukan untuk kebutuhan fiskal (menjaga stabilitas keuangan negara dengan utang).
Dengan begitu, tentu dapat ditelaah bahwasanya pelajaran berharga yang dapat diambil dari kebijakan ekonomi Singapura, yakni dedikasi serta upaya untuk membangun kepercayaan negara asing untuk berinvestasi di Singapura, caranya, dengan meningkatkan integritas lembaga pemerintah yang bertugas. Selain itu, penerapan economic sharing dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada, seperti; perbankan, pabrik farmasi, maskapai penerbangan, industri produksi dan lain sebagainya. Potensi-potensi itu tentu dapat di ketahui dengan melakukan kebijakan 'investasi bioteknologi'. Pengalokasian dana yang cukup besar untuk membangun infrastruktur, dana penelitian dan pengembangan, dengan merekrut ilmuwan internasional ke Singapura. Langkah progresif yang patut untuk ditiru oleh NKRI. Semoga.***
*Penulis adalah analis politik pembangunan