
POHON kemenyan tak hanya terdapat di Indonesia, tapi juga ada Malaysia, Thailand, dan Laos. Di dunia ada tujuh jenis pohon kemenyan, namun tyrax sumatrana atau kemenyan toba, dan styrax benzoin atau kemenyan durame tergolong istimewa. Jika pohon kemenyan lain tumbuh alami di ketinggian 100 – 700 meter dpl, kemenyan di Sumatera (Sumut dan Sumsel) itu dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran dengan ketinggian 2.100 meter dpl.
“Bahkan kemenyan toba bisa tumbuh di tempat yang ekstrem, selain dataran tinggi, berhawa dingin, kadang tanahnya kurang unsur haranya,” ujar Doktor Ilmu Kehutanan dari Universitas Gajah Mada (UGM), Aswandi Anas, yang memiliki keahlian silvikultur hutan tropis dataran tinggi.
Meski begitu, kandungan getah kemenyan toba dinilai memiliki kualitas terbaik, padat dan jernih, hingga banyak diincar para eksportir. “Ini berkah Tuhan untuk masyarakat Toba,” tambahnya.
Namun berkah Tuhan itu sepertinya kurang diindahkan. Tak sedikit pejabat di wilayah tempat hutan kemenyan rakyat itu tumbuh, seperti mengalami gagal paham. Terutama terhadap potensi ekonomi, budaya, dan sosial kemenyan.
Getah kemenyan yang mengandung senyawa benzoin, telah banyak dipakai sebagai bahan baku industri, penambah aroma rokok, obat-obatan, farmasi, pengawet makanan dan minuman. Kemenyan juga digunakan untuk ritual religi.
Saat resin kemenyan diolah jadi barang industri, maka munculah nilai tambah ekonomi. Sayangnya, yang menikmati nilai tambah ekonomi itu bukan petani kemenyan, melainkan pelaku industri hilir. Petani kemenyan hanya menikmati produk hulu dengan harga fluktuatif yang ditetapkan para toke.
“Ribuan ton resin kemenyan mentah dikirim ke luar negri, sebaliknya jumlah impor produk hilir minyak atsiri dalam bentuk parfum mencapai ratusan juta dolar,” ujar Cut Rizlani.
Diakui Cut Rizlani, resin telah lama menjadi komoditas perdagangan internasional jauh sebelum masa kemerdekaan. Namun sekian lama jadi komoditas ekspor, kemenyan hanya dijual dalam bentuk produk getah (resin), bukan produk olahan (produk hilir). Hampir tidak ditemukan inovasi dari produk hulu kemenyan yang diekspor.
Lebih memprihatinkan lagi, pengembangan jenis endemik, spesifik juga sangat terbatas. Padahal menurutnya, ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan bukan kayu tersebut sangat tinggi. Saat perhatian dari pemangku kepentingan kurang, wajar jika petani kemenyan ada yang ambil jalan pintas. Pohon kemenyan ditumbangkan diganti tanaman jangka pendek lain yang memberi hasil ekonomi lebih cepat.
Inovasi produk hilir tobarium parfum yang dilakukan pasangan peneliti BP2LHK Aek Nauli, Simalungun, di masa mendatang diharapkan dapat menjadi role model untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi petani kemenyan.
Menurut Cut Rizlani, ceruk kebutuhan produk parfum berbasis resin kemenyan dan sawit pada 2008 mencapai US$ 401 juta. Selama ini kebutuhan itu masih dipenuhi produk parfum impor.
Tobarium parfum itu merupakan salah satu produk hilir hutan tropis dataran tinggi dari BP2LHK Aek Nauli yang telah terpilih sebagai salah satu Produk Unggulan Iptek (PUI) 2019 dari Kemenristek RI. Satu produk lainnya adalah propolis kemenyan/styrax (stypro).
Bibit Unggul
Pengembangan industri tobarium parfum, menurutnya bisa menjawab masalah riil yang dialami petani kemenyan. Untuk menjamin agar nilai tambah ekonomi itu kelak dirasakan petani, ia menyaratkan lokasi pembangunan pabrik tobarium parfum harus berada di sekitar lokasi suplai bahan baku.
BP2LHK Aek Nauli sendiri sejak 2011 telah memelopori pengembangan bibit unggul kemenyan di Kawasan Hutan dengan Tujuan (KHDT) Aek Nauli. Tujuannya selain meregenerasi kemenyan petani, juga untuk meningkatkan produtivitas getah kemenyan.
Menurut Cut Rizlani, pohon kemenyan unggul diperoleh dalam bentuk benih (generatif) dan stek (vegetatif) dari pohon induk atau pohon terpilih dengan kriteria tertentu. Benih tersebut kemudian disemaikan di rumah kaca dan dipelihara.
“Saat ini telah terbangun kebun benih semai di KHDTK Aek Nauli,” katanya. Sedangkan stek pucuk diambil dari ranting muda yang berasal dari pohon plus, untuk selanjutnya diperbanyak, dipelihara, dan dibangun menjadi kebun pangkas.
Menurutnya, populasi pohon-pohon kemenyan di seluruh Tapanuli juga telah dikumpulkan secara generatif, yang digunakan untuk pembangunan areal sumber daya gnetik. Saat ini jumlah calon pohon induk dalam bentuk kebun benih semai, kebun pangkas, dan areal sumber daya genetik, ada sekitar 5.100 batang.
“Bibit yang dapat didistribusikan kepada masyarakat diharapkan terpenuhi 2 tahun lagi dari kebun pangkas, serta 5 tahun ke depan dari kebun benih semai,” ujarnya.
Yang dilakukan BP2LHK Aek Nauli, inisiasi pentingnya membangun pengolahan parfum kemenyan dan pembibitan unggul kemenyan, sebenarnya kebijakan yang saling mendukung. Sekarang tinggal bagaimana pemangku regulasi di Sumatera Utara bijak merespons inisiasi dan inovasi yang telah dilakukan itu.
Tentu semua muara itu jelas, agar harum kemenyan toba, jangan hanya tercium saat petani memanen getahnya, tapi juga tercium saat lahir produk hilir bernama parfum kemenyan dari Tao Toba itu.(J.Anto)