
Medan, (Analisa). Hujan deras yang mengguyur sebagian besar Kota Medan, Rabu (19/6) sore mengakibatkan sebagian besar jalan utama di Kota Medan terendam air yang menimbulkan kemacetan arus lalu lintas.
Pemandangan tersebut antara lain sisampaikan Taufik salah seorang warga Medan yang harus menghabiskan waktu sekitar dua jam perjalanan dari Jalan Sei Serayu Medan menuju Jalan Ahmad Yani, Kesawan.
Dijelaskanya, kemacetan disebabkan genangan air dan juga pohon tumbang di kawasan Jalan Abdullah Lubis, sehingga beberapa jalan di sekitar kawasan itu di antaranya Jalan Sei Bahorok, Jalan Setia Budi, Jalan Darusalam dan sekitarnya dipadati kendaraan bermotor terpaksa berjalan sangat lambat. “Macet parah dan terjadi hampir merata,” kata dia.
Hal serupa dialami warga lainnya marga Siregar yang mengaku harus menghabiskan waktu dua jam setengah mengendarai mobil dari Jalan Djamin Ginting Padang Bulan menuju Kesawan, Medan. Padahal dalam kondisi normal hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit
“Di hampir sebagian besar jalan terjadi banjir setinggi lebih kurang 50 cm lebih, sehingga kendaraan tidak bisa melaju normal,” ungkapnya.
Berdasarkan amatan di lapangan, kemacetan cukup parah terjadi di Jalan KH Wahid Hasyim diakibatkan genangan air relatif cukup dalam sehingga memaksa kendaraan melaju ekstra hati-hati.
Genangan air serupa juga terjadi di Jalan Dr Mansyur dan Jalan Gatot Subroto di sekitar Kawasan Simpang Titi Papan Sei Sekambing Medan. Genangan air juga terlihat jelas di kawasan Jalan Sudirman Medan atau tidak jauh dari kediaman pejabat teras Kota Medan dan Sumut.
Kemacetan akibat genangan juga terjadi di Underpass Titi Kuning. Lepas dari underpass kemacetan terlihat sepanjang Jalan AH Nasution hingga simpang Jalan Sisingamangaraja. Kondisi ini membuat jalan di sekitarnya terdampak kemacetan seperti di Jalan STM sekitarnya, Jalan Bunga Cempaka PB Selayang, Jalan Bunga Mawar dan sekitarnya.
Kemacetan semakin parah akibat pengendara tidak disiplin. Semua ingin saling mendahului yang membuat suasana semakin semraut dan kendaraan sama sekali tidak bergerak seperti yang terjadi di Simpang Jalan Jamin Ginting Simpang Jalan Dr Mansyur. Keadaan yang hampir sama terjadi di simpang Jalan AH Nasution menuju Jalan Sisingamangaraja.
Informasi yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Deliserdang, Rabu (19/6) menjelaskan, pola angin di Sumatera Utara didominasi dari arah Tenggara hingga Barat Daya.
Kepala Stasiun Klimatologi Deliserdang Klaus Johanes Apoh Damanik menjelaskan, adanya gangguan cuaca berupa sirkulasi udara di perairan barat Kalimantan dan pola tekanan udara di belahan bumi utara yang lebih rendah dibandingkan belahan bumi selatan, menjadikan wilayah Sumut menjadi daerah belokan angin (shear line) yang membawa uap air dari Samudera Hindia melewati Sumut, sehingga pembentukan awan konvektif penyebab hujan menjadi lebih signifikan.
Bebas Banjir
Sementara Gubernur Sumut Edy Rahmayadi memimpin rapat penanggulangan banjir di Kota Medan bersama Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II, Ditjen Sumber Daya Air, dan Kementerian PUPR, di Ruang Rapat Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Nomor 30, Medan, Rabu (19/6).
Dalam rapat tersebut, Edy menyampaikan program Medan Menuju Bebas Banjir 2022 harus terwujud. "Harus bisa diwujudkan program Medan Menuju Bebas Banjir 2022. Mari kita kerja sama untuk merperbaikinya. Maaf bila saya memaksakan kehendak, tapi ini bukan untuk saya, untuk kepentingan rakyat Sumut. Kasihan rakyat kita, sudah bertahun-tahun merasakan banjir," ucapnya memulai rapat.
Ia berpesan, agar BWS dan Pemko Medan jangan bekerja sendiri-sendiri. "Kalian jangan main sendiri sendiri. BWS dikirim dari Jakarta untuk mengkoordinir ini, kalau Pemko Medan main sendiri, BWS main sendiri, tak akan selesai masalah banjir ini. Apapun alasannya, ini harus kita kerjakan serius," tegasnya.
Nantinya bila diperlukan pembebasan lahan, Edy menegaskan, pemerintah harus membayar sesuai harga. "Kurangi dampak yang membuat rakyat rugi, besok saya mau bertemu camat atau lurah di daerah sekitaran sungai yang akan dinormalisasi. Kalau memang harus dilakukan pembebasan lahan, kita harus bayarkan sesuai harganya," katanya.
Secara terpisah, Kepala Seksi Perencanaan BWS Sumatera II Herbet Sihite menjelaskan, saat ini ada empat sungai yang menjadi prioritas utama. "Ada empat sungai yang akan ditangani terlebih dahulu, seperti Sungai Sei Kambing, Sungai Selayang, Sungai Sei Putih dan Sungai Badera. Sungai Badera ini belum pernah kita tangani sebelumnya. Empat sungai ini menjadi prioritas karena ketika banjir airnya meluap mempengaruhi lokasi lokasi penting seperti Kampus USU, simpang Simalingkar," tutur Herbet.
Herbet juga menjelaskan, bahwa besar debit banjir tersebut dapat diperkirakan menurut periode ulangnya, yang sekaligus menggambarkan tingkat pengendalian banjir.
"Sebenarnya banjir itu ada periodenya, ada periode dua tahunan, ada periode 10 tahunan dan ada juga periode 25 tahunan. Di negara maju sekali pun tidak mungkin tidak terjadi banjir, tapi periode terjadinya banjir bisa kita kendalikan. Untuk Medan harusnya bisa dikendalikan hingga Q-25 (periode 25 tahunan)," ungkapnya. (rmd/ns)