Medan Bebas Banjir Harus Terwujud 2022

Hujan Deras, Medan Dikepung Banjir

hujan-deras-medan-dikepung-banjir

Medan, (Analisa). Hujan deras yang meng­guyur sebagian besar Kota Me­dan, Rabu (19/6) sore mengakibatkan sebagian besar jalan utama di Kota Medan terendam air yang menimbulkan kemacetan arus lalu lintas.

Pemandangan tersebut antara lain sisampaikan Taufik salah seorang warga Medan yang harus meng­habiskan waktu sekitar dua jam perjalanan dari Jalan Sei Serayu Medan me­nuju Jalan Ahmad Yani, Ke­sawan.

Dijelaskanya, kemacetan disebab­kan genangan air dan juga pohon tumbang di kawasan Jalan Abdullah Lubis, sehing­ga beberapa jalan di sekitar ka­wasan itu di antaranya Jalan Sei Baho­rok, Jalan Setia Budi, Jalan Darusalam dan sekitar­nya dipadati kenda­raan ber­motor terpaksa berjalan sangat lambat. “Macet parah dan terjadi hampir me­rata,” kata dia.

Hal serupa dialami warga lainnya marga Siregar yang mengaku harus menghabiskan waktu dua jam sete­ngah mengendarai mobil dari Jalan Djamin Ginting Padang Bulan menuju Kesa­wan, Medan. Padahal dalam kondisi normal hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit

“Di hampir sebagian besar jalan ter­jadi banjir setinggi lebih kurang 50 cm lebih, sehingga kendaraan tidak bisa me­laju normal,” ungkapnya.

Berdasarkan amatan di lapangan, ke­macetan cukup parah terjadi di Jalan KH Wahid Hasyim diakibatkan genang­an air relatif cukup dalam sehingga me­maksa kendaraan melaju ekstra hati-hati.

Genangan air serupa juga terjadi di Jalan Dr Mansyur dan Jalan Gatot Subroto di sekitar Kawasan Simpang Titi Papan Sei Sekambing Medan. Ge­nangan air juga terlihat jelas di kawasan Jalan Sudirman Medan atau tidak jauh dari kediaman pejabat teras Kota Medan dan Sumut.

Kemacetan akibat genangan juga terjadi di Underpass Titi Kuning. Lepas dari underpass kemacetan terlihat se­panjang Jalan AH Nasution hingga sim­pang Jalan Sisingama­ngaraja. Kondisi ini mem­buat jalan di sekitarnya ter­dampak kemacetan seperti di Jalan STM sekitarnya, Jalan Bunga Cempaka PB Selayang, Jalan Bunga Mawar dan sekitarnya.

Kemacetan semakin parah akibat pengendara  tidak disiplin. Semua ingin saling mendahului yang mem­buat suasa­na semakin semraut dan kendaraan sama sekali tidak bergerak seperti yang terjadi di Simpang Jalan Jamin Ginting Sim­pang Jalan Dr Mansyur. Keadaan yang hampir sama terjadi di simpang Jalan AH Nasution menuju Jalan Sisinga­mangaraja.

Informasi yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Deliserdang, Rabu (19/6) menjelaskan, pola angin di Sumatera Utara didominasi dari arah Tenggara hingga Barat Daya.

Kepala Stasiun Klimatologi Deli­ser­dang Klaus Johanes Apoh Damanik men­jelaskan, adanya gangguan cuaca berupa sirkulasi udara di perairan barat Kaliman­tan dan pola tekanan udara di belahan bumi utara yang lebih rendah dibandingkan belahan bumi selatan, menjadikan wilayah Sumut menjadi daerah belokan angin (shear line) yang membawa uap air dari Samudera Hindia melewati Sumut, se­hingga pem­bentukan awan kon­vektif pe­nyebab hujan menjadi lebih signifikan.

Bebas Banjir

Sementara Gubernur Sumut Edy Rah­mayadi memimpin rapat penang­gulangan banjir di Kota Medan bersama Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera  II, Ditjen Sumber Daya Air, dan Kementerian PUPR, di Ruang Rapat Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro, Nomor 30, Medan, Rabu (19/6).

Dalam rapat tersebut, Edy menyam­paikan program Medan Menuju Bebas Banjir 2022 harus terwujud. "Harus bisa diwujudkan program Medan Menuju Be­bas Banjir 2022. Mari kita kerja sama untuk merperbaikinya. Maaf bila saya me­maksakan kehen­dak, tapi ini bukan untuk saya, untuk kepentingan rakyat Sumut. Kasihan rakyat kita, sudah bertahun-tahun merasakan banjir," ucapnya memulai rapat.

Ia berpesan, agar BWS dan Pemko Me­dan jangan bekerja sendiri-sendiri. "Ka­lian jangan main sendiri sendiri. BWS dikirim dari Jakarta untuk mengkoordinir ini, kalau Pemko Medan main sendiri, BWS main sendiri, tak akan selesai masa­lah banjir ini. Apapun alasannya, ini harus kita kerjakan serius," tegasnya.

Nantinya bila diperlukan pembe­basan lahan, Edy menegaskan, peme­rintah harus membayar sesuai harga. "Kurangi dampak yang membuat rakyat rugi, besok saya mau bertemu camat atau lurah di daerah sekitaran sungai yang akan dinormalisasi. Kalau memang harus dilakukan pembe­basan lahan, kita harus bayarkan sesuai harganya," katanya.

Secara terpisah, Kepala Seksi Peren­canaan BWS Sumatera II Herbet Sihite menjelaskan, saat ini ada empat sungai yang menjadi prioritas utama. "Ada empat sungai yang akan di­tangani terlebih dahulu, seperti Sungai Sei Kambing, Sungai Sela­yang, Sungai Sei Putih dan Sungai Badera. Sungai Badera ini belum pernah kita ta­ngani sebelumnya. Empat sungai ini men­jadi prioritas karena ketika banjir airnya meluap mempengaruhi lokasi lokasi pen­ting seperti Kampus USU, simpang Sima­lingkar," tutur Herbet.

Herbet juga menjelaskan, bahwa besar debit banjir tersebut dapat di­perkirakan menurut periode ulang­nya, yang sekaligus menggambarkan tingkat pengendalian banjir. 

"Sebenarnya banjir itu ada perio­denya, ada periode dua tahunan, ada periode 10 tahunan dan ada juga pe­riode 25 tahunan. Di negara maju sekali pun tidak mungkin tidak terjadi banjir, tapi periode terjadinya banjir bisa kita kendalikan. Untuk Medan harusnya bisa dikendalikan hingga Q-25 (periode 25 tahunan)," ungkapnya. (rmd/ns)

()

Baca Juga

Rekomendasi