Merawat Icon Kota Medan

merawat-icon-kota-medan

Oleh: Ahmad Afandi. Puncak arus balik lebaran mengindikasikan berakhirnya masa libur lebaran tahun ini. Sejak H+6 lebaran, masyarakat mulai menjalankan aktivitas seperti biasa. Korporasi, instansi maupun lembaga terkait mulai beroperasi seperti biasanya. Libur lebaran hanya tinggal kenangan dan sepo­tong kecil cerita yang dapat dibagikan. Tak seperti Jakarta, Kota Medan dengan belasan ribu pendu­duknya malah membanjiri jalanan selama libur lebaran berlangsung.

Catatan kecil terukir di Kota Medan. Salah satunya mening­katnya pengun­jung yang datang ke beberapa icon Kota Medan. Istana Mai­mun, Masjid Raya Al-Mashun serta Museum Negeri Kota Medan. Dari tahun ke tahun selalu me­nga­lami peningkatan yang signifikan. Hal ini mematahkan statement tak hanya destinasi wisata alam saja yang menjadi incaran pelancong dari dalam dan luar kota ketika berada di Kota Medan.

Kepadatan pengunjung terlihat mulai dari H+3 lebaran. Terlihat keramaian serta kese­ruan setiap keluarga memenuhi pekarangan halaman icon Kota Medan. Tak hanya para pengun­jung, melainkan beberapa orang pedagang juga mengala­mi peningkatan pada masa libur lebaran. Laporan bendahara umum Yayasan Sultan Mamoen Al Rasyid, Lina, menye­but setiap libur Lebaran jumlah pengun­jung Istana Maimun meningkat hingga 700 persen dari hari biasanya. Jumlah pe­ngunjung rata-rata 200-300 per hari, semen­tara selama libur Lebaran jumlah pengunjung per harinya berkisar antara 1900-2500 pengunjung. Di istana maimun, bangunan dengan perpaduan warna hijau dan kuning masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang meihat atau sekedar mampir meli­hat. Selain itu, nilai sejarah kesultanan Deli menjadi penga­ruh besar pula dalam memikat daya tarik pengunjung yang datang.

Pengunjung Istana Mai­mun tertarik kare­na nama besar Kesultanan Deli. Di­mana kebu­dayaan Kesultanan Deli meni­nggalkan cerita bersejarah sebagai ikon budaya melayu asli Sumatera Utara. Khu­sus Istana Maimun, nilai sejarah yang dice­ritakan sangat kental sewaktu berada di dalam istana. Peninggalan senjata, aksesoris serta pakaian adat tersedia dengan menyewa dalam bebe­rapa menit bagi pengunjung. Itulah mengapa, pengunjung Istana Maimun kebanyakan berasal dari kalangan anak-anak serta remaja. Objek yang dituju lebih potensial untuk diberikan edukasi seputar nilai sejarah serta peninggalan kebudayaan asli Medan. Terlebih terdapat peninggal­an Meriam Puntung yang sangat terkenal dan sarat akan nilai leluhur. Selain itu, spot foto di sekitar halaman Istana Maimun juga menjadi sasaran pengun­jung untuk mendapatkan hasil gambar yang berkualitas. Dengan ciri bangu­nan yang khas serta warna menarik membuat beberapa keluarga rela menghabiskan masa liburan di Kota Medan.

Setelah berkunjung dari Istana Maimun, pengunjung biasanya langsung meng­ham­piri tempat icon Kota Medan lainnya, yakni Masjid Raya Al-Mashun. Bertepatan di Jalan Sisingamangaraja tepat di seberang Istana Maimun juga sarat akan edukasi. Masjid yang berdiri kokoh sejak zaman penjajahan itu juga peninggalan Kesultanan Deli. Masjid yang dahulu digunakan sebagai tempat meracik strategi penye­baran agama Islam kini memi­liki spot pemandangan yang sangat eksotis. Selama ini sudah menga­lami beberapa kali reno­vasi tanpa meng­hilangkan nilai nilai sejarah. Laporan yang dihimpun beberapa pengurus besar Masjid Raya mengatakan setiap tahun pengunjung menga­lami kelonjakan yang signi­fikant. Jika hari biasa hanya sekitar 200 jiwa, untuk libur lebaran bisa mencapai 900 jiwa pengunjung. Dan angka tersebut selalu mengalami kenaik­an hingga mencapai ribuan lebih.

Satu lagi tempat yang sangat diminati di masa liburan adalah museum negeri Sumut yang terletak di Jalan HM. Joni No.51 Teladan Medan.Untuk Musium Negeri, biaya atau tiket masuk cenderung lebih murah yang dikenakan per orang. Daya tampung juga sedikit menjadi per­masalahan selama ini jika memasuki masa liburan khu­susnya di libur panjang sekolah. Yang terbaru dikabarkan, sela­ma lebaran, jumlah pengunjung mengala­mi kenaikan pada tahun ini. Persentase mencapai 40% dari hari-hari biasa. Museum negeri memang menjadi incaran bagi masyarakat Medan yang ingin me­nge­tahui sejarah peni­nggalan di masa pur­ba. Hewan-hewan yang diawetkan, pe­ni­ng­galan sejarah, beserta alat-alat sejarah lainnya terpampang dengan indahnya. Museum ini malahan sempat menjadi desti­nasi wisata dari Kota Medan sebagai tempat liburan nan penuh edukasi sejarah.

Kebersihan dan Keasrian

Di tengah tingginya animo masyarakat yang berkunjung ke tempat icon Kota Medan, beberapa catatan malah terbuka lebar untuk diperbaiki. Acap kali bila masa libur telah tiba, baik pengunjung, pengurus, bahkan pedagang yang ada di dalam hanya mencari keun­tungan semata tanpa memperhatikan kebersihan sekitar tempat wi­sata. Sampah yang berserakan menjadi tanggung jawab seluruh yang berada di dalam tempat icon Kota Medan manapun. Termasuk di dalamnya sampah yang berasal dari para pedagang yang berjualan. Paling tidak edukasi untuk selalu membuang sampah pada tempat­nya belum seutuhnya mampu diterapkan. Padahal jika dikemas konsep untuk menstabilkan kondisi sampah yang ada tak kiranya usaha tersebut akan berhasil.

Khusus para pedagang yang berjualan, hendaknya memberikan tempat sampah. Jika setiap satu orang pedagang mampu mem­berikan satu saja tempat sampah di sekitar areal berjualannya, kondisi ini ba­rang­kali dapat teratasi dengan baik. Sehingga sampah bukan lagi prioritas kewajiban seorang petugas kebersihan. Mungkin, untuk wilayah Museum Negeri Sumut tidak menjadi hambatan yang terlalu serius untuk masa­lah kebersihan. Namun tetap saja, beberapa pengunjung sering berbuat onar dengan sampahnya. Karenanya imba­uan untuk para pengun­jung dapat diperketat dengan sembari memberikan sangsi berupa denda apabila kedapatan mem­buang sampah sembara­ng­an di sekitar wilayah wisata. Maka dibu­tuhkan kesadaran peduli akan sampah bagi setiap pe­ngun­jung. Selanjut­nya masalah keasrian juga memberikan catatan kecil untuk diperbaiki.

Selama ini, gersangnya wilayah Istana Maimun sering menjadi buah bibir bagi para pelancong yang datang. Para pengunjung yang ingin berswa foto di pekarangan Isata Mai­mun merasa tidak nyaman karna minimnya tempat untuk berte­duh. Bagi pemerintah kota, PR ini jelaslah menjadi tanggung jawab untuk merencanakan dekorasi alam di sejumlah titik di pekarangan Istana Maimun. Pena­naman pohon hijau serta menambah beberapa hiasan bangunan sebenarnya sangat dinantikan para pengunjung untuk mendapatkan kenya­manan. Terlebih dari pada itu merawat merenovasi bangunan akan menjadi pilihan baik. Baik Istana Maimun maupun Masjid Raya, sangat baik jika peme­rintah setempat secepatnya melakukan pengecatan ulang serta penambahan aksesoris alam untuk menambah kein­dahan mata memandang. Sela­ma ini belum ada renovasi besar-besaran untuk kedua Icon Kota Medan itu. Melakukan renovasi perlu dilakukan secepatnya dengan catatan tanpa meng­hilangkan nilai-nilai sejarah yang ada di dalamya. ***

Penulis adalah, mahasiswa perbankan syariah Universitas Potensi Utama Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi