Oleh: J Anto
PERTENGAHAN Juni, puluhan anak muda melakukan kegiatan penyuluhan dan pengobatan gratis untuk petani, nelayan, buruh harian lepas, dan warga Desa Rugemuk, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang. Mereka tergabung dalam Rotaract Medan Diversity. Bukan sekali ini mereka melakukan aksi sosial. Sebuah penanda berseminya benih kepedulian sosial generasi mileneal?
Terik matahari terasa menyengat di kulit tubuh, Minggu (16/6) siang itu. Halaman parkir yang memisahkan Panti Jompo Fo Shian dengan Vihara Buddha Pantai Labu, sejak pukul 10.00 WIB sudah mulai disesak warga Desa Rugemuk. Sejumlah mobil, sepeda motor, dan becak barang terlihat terparkir di situ.
Warga yang sebagian membawa anak-anak kecil, duduk di bangku-bangku plastik. Mereka bergerombol dan mencoba menghindar dari sengatan matahari dengan memindah kursi mereka di bawah pohon-pohon bodhi yang rimbun.
Vihara Pantai Labu dan Panti Jompo Fo Shi An memang terletak di Dusun III Rugemuk, tak jauh dari tepi laut Pantai Labu. Ibaratnya hanya sepelemparan batu. Tak heran, angin yang membawa uap air laut, menyebabkan peluh yang menempel di pori-pori kulit terasa jadi makin lengket.
Di depan ruang klinik Panti Jompo Fo Shi An, terlihat beberapa meja dengan bangku panjang membentuk leter U. Puluhan anak muda memakai baju seragam putih duduk di situ. Mereka berhadapan dengan sejumlah warga yang sebelumnya telah dipanggil nomor urutnya oleh panitia lewat pengeras suara. Anak-anak muda itu terlihat ada yang tengah membuat catatan di atas selembar kertas, ada yang memasang tensimeter ke lengan warga, dan ada yang tengah melakukan ‘interogasi’.
Salah seorang dari anak-anak muda itu, Steven Theo, meminta Elin (48), perempuan yang duduk di depannya menarik kelopak mata kanannya. Steven lalu meyalakan lampu senternya.
“Sudah berapa lama Ibu merasa ada seperti kabut dalam mata kanan?”
“Lupa dok, tapi sudah beberapa bulan lalu....”
Tak salah lagi. Steven Theo, adalah salah satu dari 28 dokter (muda) yang hari itu, di bawah koordinasi Rotaract Medan Diversity, tengah melakukan bakti sosial pengobatan gratis di desa itu. Lokasi kegiatan dipusatkan di Klinik Panti Jompo Fo Shi An.
Panti Jompo ini menampung puluhan orang tua dari kalangan Tionghoa miskin. Mereka umumnya ditemukan di jalan-jalan raya atau pasar-pasar tradisional. Ada yang masih punya sanak saudara. Tapi ada juga yang tidak. Jumlah mereka belasan. Panti Jompo Fo Shi An bernaung di bawah Yayasan Buddha Pantai Labu.
Pengobatan gratis itu dikerjasamakan Rotaract Medan Diversity dengan sejumlah pihak, termasuk menggandeng sejumlah donatur. Untuk titik pusat kegiatan mereka bekerjasama dengan Yayasan Buddha Pantai Labu yang sudah berkiprah di kecamatan itu sejak 2013.
Rotaract Medan Diversity adalah para rotarian muda dari Rotary Club, sebuah klub para pebisnis dan kaum profesional yang melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan sesuai talenta yang dimiliki. Bie Bie Salim Kentjana, Rudy Hermanto, dan Tony Wong, tercatat sebagai penasihat para rotatian muda itu.
Gangguan Mata
Pada baksos kali ini, menurut President Rotaract Medan Diversity, Martyn (23), mereka mengerahkan 12 dokter umum dan 16 dokter gigi. Para dokter ini umumnya merupakan dokter koas. Mereka mendapat supervisi dari 2 dokter senior, yakni dr. Alvin Leonardi (penyakit gigi) dan dr. Ivan Sahat Williamson (penyakit umum).
“Gangguan penyakit mata, kabur, berair, petaragium banyak ditemukan selama pemeriksaan,” ujar dr. Ivan. Bahkan ada satu kasus yang berpotensi menjadi katarak. Penyakit lain yang ditemukan adalah hipertensi, kolestrol, gula, dan penyakit tropis seperti, demam, batuk, dan pilek. Penyakit yang sifatnya kronis menurut dokter umum yang spesialis akupuntur kedokteran ini, tak dijumpai pada warga.
Pada warga yang memeriksakan gigi, menurut dr. Alvin Leonardi juga tak dijumpai kasus serius. Terbanyak kasus karang gigi yang menebal. Meski begitu karang gigi jika lama tidak dibersihkan bisa jadi sumber infeksi yang dapat berakibat munculnya penyakit lain.
“Karena itu dalam baksos kali ini, kita lebih banyak melakukan pencucian gigi,” tuturnya.
Warga Rugemuk yang memanfaatkan pengobatan gratis, menurut Martyn, berjumlah 456, termasuk dari penghuni Panti Fo Shi An. Warga tak hanya diperiksa, tapi juga dapat menebus resep obat mereka secara gratis. Bagi yang telah uzur dan membutuhkan kaca mata baca, pihak Rotaract Medan Diversity juga memberikan secara cuma-cuma.
“Kita juga melakukan penyuluhan arti penting warga menjaga perilaku hidup sehat,” tambah Martyn. Penyuluhan dilakukan oleh Mengly Amran yang pernah bekerja di sebuah perusahaan farmasi asing.
Sekalipun terik matahari sampai sore masih terus bersinar garang di Desa Rugemuk, namun keceriaan tetap berpendar pada wajah para rotarian muda. Padahal keringat sudah makin merata merembes ke mana-mana.
“Selagi muda, kita harus memperbanyak berbuat baik,” ujar Ketua Panitia, Hendra yang alumni Fakultas Teknik Sipil USU 2018. Sekalipun sehari-hari sibuk mengurus bisnis spare part orang tua, namun Hendra selalu meluangkan waktu, terutama hari libur untuk kegiatan sosial.
Sejak kecil, Hendra mengaku terbiasa melihat kedua orang tuanya terlibat dalam kegiatan sosial. Karena itu, terlibat dalam kegiatan sosial bukan hal baru baginya. Hendra sendiri tahun ini sudah digadang-gadang hendak menggantikan Martyn sebagai President Rotaract Medan Diversity. Masa jabatan organisasi rotarian muda ini memang hanya setahun.
Martyn punya pengalaman tak jauh berbeda. Ia mengaku terinspirasi dengan yang dilakukan Bie Bie Salim Kentajana dari Rotary Club Medan Deli dalam membantu biaya pengobatan orang-orang miskin yang punya penyakit kronis.
“Hati nurani saya tergerak melihat yang dilakukan Pak Bie Bie. Beliau sudah banyak menolong orang susah. Mereka diobati sampai sembuh. Bila perlu dibawa ke luar negeri jika ada keterbatasan medis di dalam negri,” katanya.
Dari situ Martyn berpikir, sebagai anak muda, ia harus berbuat sesuatu membantu masyarakat tengah mengalami kesusahan. Karena ia dokter, maka digagaslah kegiatan pemeriksaan dan pengobatan gratis.
Tuhan Kasih Jalan
Tentu saja bukan hal mudah menyelenggarakan bakti sosial seperti pemeriksaan dan pengobatan gratis. Dari sisi sumberdaya tenaga dokter, menarik mereka berpartisipasi memang relatif mudah. Soalnya bersama pengurus lain yang sama-sama dokter, ia telah memiliki jaringan. Perjuangan paling ‘berat’ adalah anggaran untuk pembelian obat dan beberapa peralatan medis yang dibutuhkan.
Jika sebelumnya mereka banyak memanfaatkan jaringan donatur para senior mereka di Rotary Club, pada bakti sosial ini mereka memanfaatkan jaringan donatur yang mereka kenal sendiri. “Bukan mudah memang, tapi untuk hal baik, Tuhan pasti kasih jalan,” ujar sulung dari tiga bersaudara ini.
Terbukti untuk kegiatan itu mereka berhasil mengumpulkan donasi sebanyak 20 juta. Martyn mengaku sangat berterimakasih kepada para donatur, juga para dokter yang terlibat dalam kegiatan itu.
Bak candu yang membuat orang ketagihan, tiga bulan ke depan, Martyn terdorong ingin membuat pengobatan gratis lagi. Selain karena melihat masih ada sisa obat-obatan, ia juga ingin Rotaract Medan Diversity, menjangkau warga desa yang jauh terjangkau dari fasilitas layanan kesehatan pemerintah, seperti puskesmas dan klinik.
Benih kepedulian sosial terhadap warga yang berkekurangan sudah disemai di halaman Panti Jompo Fo Shi An. Mereka adalah anak-anak muda yang umumnya dipersepsi banyak orang, hanya asyik masyuk menghabiskan waktu mereguk kesenangan diri.
Mereka dipersepsi tak acuh dengan kepincangan sosial. Namun di Panti Fo Shi An, puluhan anak muda itu telah meretas persepsi itu. Mereka telah memulai untuk menyemai benih kepedulian sosial. Tinggal waktu yang akan membuktikan. Apakah benih kepedulian sosial itu kelak tumbuh menjadi pohon dan menghasilkan buah? Atau justru akan mati dan tak bertumbuh. Sejarah akan menulisnya kelak.