Oleh: Dr. Haposan Siallagan, SH, MH
SALAH satu indikator negara yang maju adalah sejauh mana semua warga negara tersebut bisa menaati, menghormati, mengimplementasikan dengan baik dan benar hukum yang berlaku di negara tersebut. Kesadaran warga negara dalam berkonstitusi adalah modal utama dalam menggapai kemajuan dalam bidang apapun. Dengan penegakan hukum yang tidak mengenal kompromi terhadap koruptor, negara Republik Rakyat Tiongkok (China) mampu menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia. Saat ini dunia dihebohkan perang dagang antara China dan USA. Bisa kita bayangkan negara sekelas Asia mampu melakukan perang teknologi dengan raksasa USA. Lompatan RRT ini adalah buah dari negara tersebut mampu menegakkan hukum yang menekan angka korupsi.
Dalam konteks bernegara dan berbangsa, kita Indonesia dengan tegas mengatakan dalam konstitusinya (UUD 1045) bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya, hukum di atas segalanya dan semua warga negara bersamaan kedudukannya dalam bidang hukum dan pemerintahan. Dari sinyal dan norma ini dapat kita lihat bahwa NKRI adalah negara hukum dan negara konstitusional. Dengan demikian, semua warga negara, aparat sipil negara, penegak hukum wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahan.
Berangkat dari sini dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa semua warga negara wajib taat pada hukum dan konstitusi yang berlaku karena itu adalah amanat UUD 1945. Di tengah negara kita yang sedang diperhadapkan pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (Selanjutnya PHPU) yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi saat ini, bagaimana kita sebagai warga negara dalam menyikapinya? Tentu pertanyaan ini sangat penting kita diskusikan bersama karena masalah sengketa pilpres ini sudah jadi isu nasional dan butuh dukungan kita agar semua berproses dengan baik dan benar berdasarkan aturan main yang ada.
Sebagaimana yang kita ketahui jika kita runut kembali ke belakang perjalanan bangsa ini dalam melakukan pemilu 2019, adanya gerakan demonstrasi dengan tuduhan bahwa pemilu dilakukan dengan curang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) telah membuat energi kita habis untuk berperkara. Apalagi saat ini yang kita kenal dengan era Industri 4.0 butuh inovasi-inovasi dan kreasi sebagai hasil dari berpikir kreatif. Idealnya energi masyarakat atau energi warga negara digunakan untuk hal-hal membangun dalam bentuk inovasi dan kreasi warga sehingga kita punya produk yang bisa kita banggakan. Ini tidak, energi bangsa yang habis untuk demonstrasi karena terkait masalah pilpres tidak seharusnya terjadi kalau kita menggunakan cara-cara yang konstitusional. Presiden Jokowi sudah mengatakan, bagi siapa yang menganggap pilpres atau pileg curang bisa menggunakan cara-cara konstitusional.
Tentu pesan Jokowi sebagai Presiden kembali menegaskan bahwa kita adalah negara hukum dan negara konstitusional. Artinya, semua warga negara punya hak dalam menempuh cara –cara konstitusi atas semua persoalan kebangsaan. Masalahnya, mengapa jalur konstitusi yang seharusnya merupakan cara yang paling elegan sering kita abaikan dengan menggantikan metode demonstrasi? Memang demonstrasi adalah hak semua warga negara.
Paradigma berpikir saat ini adalah paradigma dialog dan ilmu pengetahuan. Saatnya metode kita dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan ditempuh dengan cara yang sangat konstitusional. Untuk itu, menggunakan metode konstitusi adalah sebuah cara yang sangat bermartabat. Dengan demikian, budaya hukum masyarakat akan tumbuh dengan baik dan terlembaga dengan baik pula.
Saat ini MK sedang menangani perkara pilpres dalam hal ini kita kenal dengan PHPU. Ditengah perkara ini sedang berproses di MK tentu kita punya kewajiban yang sama, menjaga iklim berbangsa dan bernegara yang kondusif. Sebagai warga negara yang taat hukum dan taat pada konstitusi saatnya kita mengembangkan sikap yang konstitusional. Untuk itu, apa nantinya yang menjadi keputusan MK adalah sebuah keputusan yang tebraik untuk bangsa.
Saat ini para hakim di MK sudah berkata dengan tegas bahwa apa yang mereka putuskan nantinya adalah keputusan yang berdasar pada konstitusi, tidak dalam tekanan dan akan melakukan tugasnya dengan independen. Hanya saja, tentu keputusan MK tidak akan bisa menyenangkan semua pihak, maka tugas kita adalah manaati apa yang jadi putusan MK demi kemajuan bangsa ini.
Apa alasannya mengapa kita menghormati apa yang jadi putusan MK nantinya? Jawabnya sangatlah sederhana. Demi kemajuan bangsa ini kedepan. Saatnya energi bangsa ini kita gunakan untuk hal –hal yang membangun. Apapun keputusan MK nantinya itu adalah keputusan yang terbaik untuk bangsa ini. Saya sangat yakin apa yang diputuskan oleh MK adalah putusan yang adil, jujur, independen, dan berdasarkan nilai –nilai kontitusi yang baik dan benar. Kalaupun putusan itu tidak sesuai dengan aspirasi kita, itu adalah hak kita. Tetapi sebagai warga negara yang sadar dan cerdas dalam berkonstitusi, saatnya kita menerima apa nantinya putusan MK tersebut.
Penutup
Mari melihat jauh kedepan. Masa depan bangsa bisa bagus apabila semua warga negara dan komponen anak bangsa punya pemikiran dan pemahaman yang sama mengenai visi hukum dan visi konstitusi kedepan. Mari mempercayai MK sebagai lembaga yang berkompeten dalam menyidangkan PHPU ini. Apapun keputusan MK itu adalah keputusan yang terbaik untuk semua komponen dan anak bangsa ini. Sebuah keputusan tidak bisa menyenangkan hati semua pihak. Berbesar hati menerima putusan MK adalah jalan yang sangat konstitusional bagi bangsa Indonesia demi meraih apa yang jadi cita-cita kita bersama kedepan. Sekali lagi, mari menghormati keputuan MK nantinya sebagai sebuah putusan yang terbaik dan pemenangnya adalah semua bangsa Indonesia. Semoga ***
Penulis adalah Rektor Universitas HKBP Nommensen Medan/ Ahli Dalam Bidang Hukum Tata Negara.