Mengukur Kecerdasan Ali Bin Abi Thalib

mengukur-kecerdasan-ali-bin-abi-thalib

NABI Muhammad SAW per­nah bersabda: “Aku adalah kota ilmu sedangkan Ali adalah pintunya.”

Ketika orang-orang Khawarij (penentang Ali bin Abi Thalib) mendengar hadis ini, mereka jadi tidak suka kepada Ali. Lalu sepuluh orang pembesar Kha­warij segera berkumpul. Mereka semua berkata,”Kami hendak bertanya kepada Ali tentang suatu masalah demi menyakinkan kami, bagaimana kira-kira jawaban Ali. Apabila Ali dapat menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban yang berlainan, maka kami percaya bahwa Ali adalah seorang yang banyak pengetahuannya, sebagaimana ucapan Nabi Muhammad.

Maka datanglah satu demi satu dari mereka dan bertanya,” Ya Ali, manakah yang lebih utama apakah ilmu ataukah harta ?” Ali menjawab, “Ilmu lebih utama dari harta.”

Kemudian orang itu bertanya lagi, “Mana dasarnya ?” Ali menjawab, “Ilmu adalah pening­galan para Nabi sedangkan harta adalah warisan Qarun, Syaddat, Fir’aun dan lain-lainnya.”

Kemudian orang kedua datang dan bertanya se­bagaimana pertanyaan orang pertama, kemudi­an Ali menjawab,”Ilmu adalah lebih utama daripada harta.”

Orang itu bertanya lagi, “Mana dasarnya ?” Ali menjawab,”Ilmu akan menjaga dirimu, sedangkan harta engkaulah yang harus menja­ganya.”

Orang ketiga dari mereka datang dan mengajukan pertanyaan sebagaimana perta­nyaan orang pertama dan kedua. Ali tetap men­jawab, “Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Orang yang ketiga itu berta­nya,”­Tunjuk­kan dasarnya.” Ali kemudian menja­wab,”Bagi si pemilik harta akan mempunyai banyak musuh dan bagi orang yang memiliki banyak ilmu akan mempunyai banyak teman.”

Datang orang keempat, dia bertanya ilmu atau hartakah yang lebih utama ? Ali menja­wab,”Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Laki-laki itu minta ditunjukkan dasarnya. Ali menjawab,”Apabila kamu memberikan harta kepada orang lain, maka sesungguhnya harta itu menjadi berkurang dan apabila kamu mem­be­rikan ilmu maka ilmu itu akan bertam­bah.”

Kemudian datang orang kelima, maka dia ber­tanya sebagaimana pertanyaan teman-te­man­nya. Ali menjawab bahwasanya ilmu lebih utama daripada harta. Dia juga meminta dasar yang menunjukkan pendapat tersebut. Ali lalu me­nunjukkan,”Orang yang mempunyai harta men­dapat julukan bakhil (pelit) dan tercela, se­dangkan orang yang berilmu mendapatkan se­butan terhormat dan mulia.”

Selanjutnya datang lagi orang keenam dan bertanya tentang persoalan yang sama. Maka Ali menjawab, “Ilmu adalah lebih utama dari harta.” Orang itu bertanya,”Tunjukkan dasar­nya.” Ali menjawab, “Harta itu perlu dijaga dari pencuri sedangkan ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.” Maka orang itupun pergi dengan membawa jawaban itu.

Kemudian datang lagi orang ketujuh dan bertanya dengan soalan yang sama, selanjut­nya setelah dijawab dengan jawaban yang sama oleh Ali, ia juga meminta dasarnya, Ali menja­wab,”Orang yang mempunyai harta akan dihisab kelak di hari kiamat, sedangkan ilmu akan memberikan pertolongan pada hari kiamat.”

Lalu datang lagi orang kedelapan dan ber­ta­nya,”Lebih utama mana ilmu ataukah harta ?” maka Ali menjawab dengan jawaban yang sama. Lalu orang tersebut meminta dasarnya. Maka Ali menjawab,”Harta akan menjadi musnah jika didiamkan terlalu lama, sedangkan ilmu tidak akan musnah dan tidak menjadi busuk.”

Berikutnya datang lagi orang kesembilan dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, Ali menjawab ilmu lebih utama. Orang itu bertanya, “Apa dasarnya ?” Ali menjelaskan bahwa harta dapat mengeraskan hati sedangkan ilmu akan menerangi hati.

Kemudian datang orang terakhir, dia bertanya tentang perihal yang sama. Ali tetap menja­wab,”Ilmu lebih utama dari harta.” Lalu dia juga melanjutkan pertanyaan,”Apakah dasarnya ?” Ali menjelaskan bahwa,”Orang yang memiliki harta mengagung-agungkan diri karena hartanya, sedangkan ilmu menjadikan manusia mende­katkan dirinya kepada Allah. “Andaikata semua orang Khawarij bertanya kepadaku tentang pertanyaan di atas, maka akan aku jawab dengan masing-masing jawaban yang berlainan pula sepanjang hidupku.” ujar Ali. (dikutip dari buku Oase Spritual 1, M Syaiful Bakhri dan M Irham Zuhdi, hlm. 25-29).

Siapa tidak kenal Ali bin Abi Thalib, ia meru­­pakan keponakan Nabi sekaligus mantu­nya. Dan ia merupakan salah seorang sahabat Nabi yang sejak remaja sudah masuk Islam. Bahkan ketika Nabi hendak hijrah, di mana para pemuka suku-suku Arab berencana hendak membunuh Nabi, maka dengan berani Ali menggantikan posisi Nabi. Ia juga meru­pakan salah satu dari khalifatu ar-rasyidin.

Tulisan ini, tidak untuk menceritakan menge­nai keistimewaan Ali bin Abi Thalib tetapi men­coba melihat substansi dari perkataan Ali me­ngenai ilmu lebih utama dari harta. Ada 10 pertanyaan tentang persoalan ini, tetapi Ali tetap menjawab dengan konsisten bahwa ilmu lebih utama dari harta dengan alasan yang ber­­beda-beda dan sangat logis. Ia tidak men­jawab dengan satu alasan saja, tetapi seribu dasar dapat ia jawab karena memang ia meru­pakan pintunya ilmu sebagaimana yang diungkapkan Rasulullah.

Mencoba melihat kedalaman pemikiran Ali tersebut tampaknya memang terkadang orang lebih menginginkan harta lebih utama daripada ilmu, padahal tidak. Ilmu memang lebih utama dari harta, apapun perbandingannya, karena bagaimanapun saat ini orang sepertinya melupakan ilmu mereka lebih suka mencari harta daripada ilmu.

Lihat saja kondisi yang ada sekarang ini. Banyak orang yang dengan harta kredibilitasnya di mata masyarakat luntur, padahal dulu dia dikenal sebagai orang yang berpangkat di pemerintahan, tetapi karena ia lebih memen­tingkan harta, maka hartanya tersebut bukan membuat ia tambah mulia tetapi semakin lama kemulian yang ia dapatkan berganti dengan kebusukan.

Saat ini banyak sekali pengajian, mulai dari televisi, radio hingga masjid mengadakan acara kuliah agama. Ini artinya bagi orang-orang yang sering mendengar kuliah agama ia akan mendapat ilmu dan nur (cahaya). Ia memang tidak mendapat harta, tetapi diharapkan setelah mendapat siraman rohani tersebut hatinya semakin sejuk dan tentram karena ilmu agama membawa kepada keten­traman rohani, sementara harta belum tentu membuat rohani menjadi tenteram.

()

Baca Juga

Rekomendasi