Mahasiswa Sulap Singkong Jadi Bioplastik

mahasiswa-sulap-singkong-jadi-bioplastik

PENGGUNAAN plastik ya­ng masif menjadi masalah bagi lingkungan. Tak heran jika kemu­dian muncul gerakan bijak­sana dalam menggunakan plas­tik. Mulai mengurangi penggu­naan kantong plastik hingga usaha men­cari alternatif pembuat plas­tik ramah lingkungan.

Adalah Meida Cahyaning Put­ri, mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Pangan Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Jember yang mengem­bangkan plastik bagi pembung­kus makanan berbahan dasar sing­kong alias bioplastik.

Ketekunan Meida meneliti bio­plastik membawanya menjadi mahasiswa berprestasi tingkat Universitas Jember 2019, dan ba­kal mewakili Kampus Tegal­boto itu ke jenjang nasional.

"Menurut data dari Asosiasi In­dustri Aromatik, Olefin, dan Pla­stik Indonesia tahun 2016, pe­ng­gunaan plastik di Indonesia men­capai 4,8 juta ton dengan ke­cenderungan kenaikan lima per­sen per tahunnya. Dan semua plas­­­tik tadi tergolong plastik yang tidak bisa terurai secara ala­mi sehingga dapat menjadi bom waktu lingkungan.

Di lain sisi, kita adalah pro­dusen sing­kong ketiga terbe­sar di dunia, dimana pati singkong ada­lah bahan dasar pe­m­­buat bio­plas­tik yang aman dan ramah ling­kungan," tutur ma­ha­siswi ber­jilbab asal Jom­bang ini dalam siaran pers yang diterima detik­com, baru-baru ini.

Meida menamakan bioplasti­knya dengan SMATIC, Smart Edi­ble Plastic. Menurut Meida yang siang itu didampingi sang do­sen pembimbing, Triana Lin­driati di laboratorium Rekayasa Produk Hasil Pertanian, bioplas­tik sebenarnya sudah dikem­bang­kan di Indonesia.

"Bedanya, SMATIC meng­gu­nakan campuran pati singkong dan tepung kulit singkong. Saya juga menambahkan mikroemulsi dalam ukuran nano partikel ke da­lam bioplastik yang kami kem­bangkan. Mikroemulsi ini bisa dari ekstrak teh, bunga rosella dan bahan alami lainnya. Mikro­e­mu­lsi ini berfungsi menjadi antiok­sidan sehingga bioplastik pro­duksi kami mampu mencegah ma­kanan jadi basi atau tengik. Pe­nambahan tepung kulit sing­kong dan mikroemulsi juga mem­­per­kuat daya tarik bioplas­tik sehing­ga tidak mudah rusak akibat ter­ke­na air. Dari pengu­kuran yang kami lakukan SMA­TIC memiliki daya tarik 5 mega­pascal, semen­tara untuk plastik kon­vensional daya tariknya men­capai 17 mega­pascal," jelas mahasiswi angka­tan 2016 ini.

Meida memang sengaja mem­­­buat SMATIC yang fungsi­nya untuk membungkus makan­an, khususnya kue basah seperti je­nang, dodol atau kue suwar su­wir yang khas Jember. Dengan SM­ATIC, maka kue seperti su­war suwir tidak mudah basi atau tengik, sementara penambahan mikroemulsi menjadi nilai lebih karena mengandung antioksidan.

"Kue yang dibungkus dengan SMATIC maka bisa dimakan de­ngan plastik pembungkusnya se­kaligus lho karena aman, malah mengandung antioksidan dari teh atau bunga Rosella atau dari ba­han alami lainnya. Ini adalah ke­unggulan SMATIC. Semen­ta­ra jika mau dibuang pun maka akan terurai di alam dengan sendiri­nya," imbuh Meida yang meru­pa­­kan putri dari Suparman dan Sri Gati.

Proses pembuatan SMATIC pun tidak memerlukan teknologi tinggi. Meida mencampurkan 4 gram pati singkong dengan 6 gram tepung kulit singkong. Ke­mu­dian dicampur dengan bahan-bahan lainnya untuk kemudian dipanaskan. Setelah menjadi bubur, disapukan dengan keteba­lan sesuai kebutuhan ke wadah yang sudah disiapkan.

Dengan komposisi bahan ter­se­but, Meida mendapatkan 30 lem­bar bioplastik ukuran 21 X 9 centimeter dengan harga 7.700 rupiah. Harga ini memang masih lebih mahal jika dibandingkan dengan plastik konvensional yang dengan uang sebesar 8.000 rupiah saja mendapatkan plastik ukuran 25 X 12 centimeter seba­nyak 40 lembar. Namun tentu saja perlu diingat, bioplastik sudah pasti ramah lingkungan.

Karena terbuat dari singkong, maka plastik ini ramah lingku­nganKarena terbuat dari sing­kong, maka plastik ini ramah ling­ku­ngan (Foto: Istimewa)

"Teknologi pembuatan SMA­TIC yang mudah saya harapkan dapat membuka peluang usaha baru bagi UMKM di Jember," kata Meida.

Kini, Meida dengan bimbi­ngan para dosen di Kampus Te­gal­boto tengah mempersiap­kan diri menghadapi seleksi Ma­ha­siswa Berprestasi tingkat nasio­nal yang pendaftarannya dimulai semenjak 18 April hingga 15 Mei 2019, dan berpuncak pada final di 23-25 Juli 2019 nanti. Selain memperdalam kajian me­ngenai bioplastik, Meida terus ber­latih cara melakukan presen­tasi yang baik, sekaligus memo­les ke­mam­puan berbahasa Ing­gris­nya. Un­tuk diketahui seleksi Maha­siswa Berprestasi tingkat nasional tahun ini mengambil tema 'Tu­juan Pembangunan Berke­lan­jutan (Suistanable Development Go­als/SDGs)'.

"Sesuai tema SDGs, presen­tasi SMATIC akan saya kaitkan dengan butir ke duabelas SDGs mengenai bagaimana menjamin ke­hidupan sehat serta mendo­rong kesejahteraan untuk semua penduduk di dunia di segala usia. Serta butir ke limabelas SDGs, yang membahas bagaimana me­lin­dungi dan memperbarui juga mendorong penggunaan sumber daya atau ekosistem daratan yang bersifat berkelanjutan, me­man­faatkan atau mengelola hu­tan juga dengan cara berke­lan­ju­tan, memerangi tindakan peng­gu­runan, menghentikan serta me­mu­lihkan kembali de­gra­dasi tanah, dan meng­hentikan tinda­kan kerugian keaneka­ragam­an ha­yati," pungkas Meida yang bercita-cita meneruskan studi ke luar negeri ini. (dtc)

()

Baca Juga

Rekomendasi