
“Stop penggunaan sedotan plastik.
Menjadi sampah di laut dan menyakitkan kesayangan kita.
”Begitulah bunyi cuitan Ibu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan (16/11/2018).
Semula saya kurang “ngeh” dengan isi time line tersebut.
Namun rasa penasaran menuntun jemari saya untuk berselancar di pencarian Google, mencoba mencari tahu apa makna di balik dua kalimat itu.
Oleh: Hodland JT Hutapea. Stop penggunaan sedotan plastik, adalah sebuah imbauan lugas dari seorang menteri yang terkenal sangat tegas dan disiplin itu. Sebelumnya Ibu Susi juga menjadi viral karena imbauannya agar rakyat suka memakan ikan laut. Jika tidak suka makan ikan, maka akan ditenggelamkan.
Pesan dan permintaan untuk menghentikan penggunaan sedotan plastik adalah bentuk kegeraman dan keprihatinan Ibu Susi akan kondisi kelautan Indonesia yang sudah sangat tercemar oleh berbagai limbah, termasuk limbah sedotan plastik.
Gaya hidup masyarakat kota ditengarai adalah salah satu penyebabnya, seperti “ngeteh dan ngopi” atau membeli aneka minuman kemasan. Pernahkah Anda mencoba menghitung berapa banyak sedotan plastik yang Anda gunakan dalam satu hari?
Kemudian bayangkan jika setengah dari penduduk kotamu memiliki gaya hidup seperti ini. Maka tidak mengherankan jika belakangan ini sedotan plastik disebut-sebut sebagai salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di Indonesia.
Terkesan sepele memang, tapi apa ‘peran’ sedotan plastik yang ukurannya kecil itu dapat menjadi sumber cemaran laut dan menyakitkan “kesayangan” (ikan-ikan dan habitat laut) kita? Yuk, kita telusuri berdasarkan beberapa sumber yang penulis peroleh di beberapa web yang mengulas masalah ini.
Membahayakan Habitat Laut dan Manusia
Sebuah organisasi daur ulang nonprofit bernama Eco-Cycle pernah merilis data: diperkirakan ada lebih 500 juta sedotan plastik sekali pakai yang digunakan setiap harinya di Amerika Serikat. Sementara di Indonesia, perkiraan pemakaian sedotan plastik bisa mencapai lebih 93 juta batang setiap hari.
Sampah sedotan plastik ini hanya sebagian dari sumber cemaran air laut kita. Sebab faktanya, pada tahun 2015 Indonesia menduduki posisi kedua dunia sebagai negara pembuang sampah plastik ke laut dengan jumlah hingga 1,29 juta metrik ton sampah plastik. Peringkat pertama adalah Tiongkok dengan jumlah sampah plastik yang dibuang ke laut mencapai 3,53 juta metrik ton per tahun.
Situs phys.org menyebut, keberadaan sedotan plastik memang tidak cukup signifikan dari segi kuantitas dan berat dibandingkan jenis sampah plastik lainnya. Diperkirakan 7,5 juta sedotan plastik ada di garis pantai Amerika, sementara ada sebanyak 437 juta hingga 8,3 miliar sedotan plastik yang ditemukan di wilayah garis pantai seluruh dunia.
Angka-angka ini ini tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan banyaknya sampah plastik yang hanyut di laut. Sebanyak 9 juta ton limbah plastik berakhir di pantai dan lautan di seluruh dunia per tahunnya. Jumlah sampah plastik yang dibuang di daratan lebih banyak lagi, yakni 35 juta ton tiap tahun dan seperempatnya mengotori lautan.
Secara alami, sedotan berbahan plastik memang hampir tidak dapat didaur ulang. Butuh waktu 200 tahun bagi sedotan plastik polypropylene untuk rusak di bawah kondisi lingkungan normal. Ukuran sedotan plastik yang cukup kecil dan ringan tidaklah mudah untuk dipilah-pilah.
Ketika melewati penyortir mekanik, sedotan sering hilang atau dialihkan dan berujung pada terlempar ke sampah. Lalu berakhir di tempat pembuangan sampah atau terdampar di garis pantai. Alhasil, sedotan plastik sering berserakan dan mencemari lautan. Setiap ada pembersihan garis pantai, sedotan plastik selalu masuk dalam daftar salah satu sampah lautan paling banyak ditemukan.
Data dari United Nations Development Programme tahun 2016, dari total luas terumbu karang di Indonesia yang mencapai 2,5 juta hektar ternyata 68% kualitasnya buruk. Sementara di Teluk Jakarta hanya 2% saja dari terumbu karang tersebut dalam kondisi baik.
Semua penyebabnya adalah akibat pencemaran dan limbah plastik di laut. Setidaknya ada lebih 300 kilogram sampah plastik yang berhasil diangkut di pesisir pantai dan laut di daerah Jakarta Utara dan beberapa pulau di Kepulauan Seribu setiap hari. Sementara 2,66 % di antaranya adalah sampah sedotan plastik.
Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan kita. Sebab sedotan plastik dapat mengganggu bahkan meracuni ekosistem laut, seperti kasus yang ditemukan di Costa Rica, di mana sedotan plastik sepanjang 3 meter tersangkut di hidung penyu hingga penyu itu mati karena pernafasannya terganggu.
Kalau tidak dikendalikan, pemakaian sedotan palstik ini bisa menimbulkan bahaya bagi biota laut lainnya. Setidaknya 1 juta burung laut dan 100.000 mamalia laut dan penyu dilaporkan mati akibat sampah plastik.
Telah banyak ahli berpendapat bahwa plastik memang sangat berbahaya, baik kepada manusia maupun kepada habitat laut. Plastik, baik yang berukuran besar sampai ukuran nano sangat berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan di dalamnya.
Ikan-ikan di laut bisa terkena dampak pencemaran plastik hingga pada akhirnya juga bisa membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Mikro plastik dan nano plastik bisa masuk ke dalam sistem pencernaan hewan laut termasuk ikan karena habitat ini menganggap remahan plastik sebagai plankton (bahan utama makanan ikan).
Di dalam tubuh ikan, mikro plastik tidak dapat terurai, dan ketika ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka ujung-ujungnya mikro plastik akan terkumpul di dalam tubuh manusia. Bayangkan jika kita atau anak-anak kita yang mengkonsumsi ikan tersebut, tentu sangat berbahaya bagi kesehatan. Ternyata, sampah laut terutama plastik dapat pula mengakibatkan berkurangnya persediaan ikan di laut. Tentu ancaman kekurangan gizi bagi rakyat pun bisa terjadi.
Jangan Gunakan Sedotan Plastik
Ada sejumlah alasan kesehatan pribadi pentingnya kita menghindari penggunaan sedotan plastik. Salah satunya, minum dengan sedotan plastik dapat mengakibatkan lebih banyak udara masuk ke sistem pencernaan. Kondisi ini akan meningkatkan kemungkinan Anda mengalami peningkatan gas lambung dan bisa menyebabkan perut kembung.
Risiko lainnya bisa mengalami gigi berlubang karena minum dengan sedotan yang cenderung mengirim aliran cairan yang terkonsentrasi ke area kecil gigi yang dapat mengikis enamel dan menyebabkan kerusakan gigi.
Perlu disadari bersama bahwa pada dasarnya, apa pun yang terbuat dari atau dengan plastik dapat melepaskan bahan kimia dan senyawa kimia berbahaya, seperti BPA (Bisphenol A) ke dalam minuman atau makanan, atau produk perawatan kulit yang Anda pakai.
Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes. Kebanyakan sedotan plastik dibuat dari bahan kimia polypropylene, sejenis plastik yang umumnya terbuat dari minyak bumi.
Bahan kimia ini menjadi berbahaya karena dapat terserap ke dalam cairan dan dapat melepaskan senyawa yang memengaruhi tingkat estrogen, terutama ketika terkena panas, minuman asam atau sinar UV. Para dokter naturopati biasanya menyarankan untuk menghindari sedotan plastik sama sekali.
Sebabnya adalah, plastik pada umumnya menimbulkan ancaman utama bagi kesehatan dengan melenyapkan pengganggu endoktrin atau zat kimia yang mengganggu hormon.
Jika sulit menghilangkan kebiasaan menggunakan sedotan plastik, sebaiknya beralih pada penggunaan sedotan berbahan aluminium, baja tahan karat, dan titanium yang tahan karat. Sedotan berbahan ini dianggap sebagai pilihan paling ramah lingkungan karena bisa digunakan berkali-kali.
Saat ini, hampir tidak mungkin manusia bisa lepas dari benda-benda berbahan plastik. Namun, setidaknya dengan mengetahui betapa banyaknya dampak negatif yang akan dirasakan akibat kebiasaan menggunakan sedotan plastik, maka sudah saatnya kita berpikir ulang lagi. Sudah waktunya kita memikirkan keberlangsungan lingkungan dan kehidupan anak-anak yang lebih baik di masa depan.
Berbagai komunitas bahkan sudah beberapa kali mengkampanyekan bahaya penggunaan sedotan plastik.
Mereka mengimbau masyarakat yang masih suka “ngafe” untuk mengubah perilaku, sebab menggunakan sedotan itu sangat konsumtif dan berbahaya.
Gerakan Jakarta Tanpa Sedotan yang rutin dilakukan hampir setiap bulan, juga memperkenalkan sedotan reuseable yang kini banyak macamnya, antara lain sedotan bambu dan sedotan pouch cantik. Sedotan ini bisa diletakkan dalam tas dan gampang dibawa ke mana pun. Jadi setiap kali ke restoran atau kafe tak perlu lagi menggunakan sedotan plastik.
Sesungguhnya, banyak cara yang bisa kita gunakan untuk menjaga lingkungan dan mempertahankan hidup. Karenanya, mulai saat ini, stop menggunakan sedotan plastik. Meski terlihat sepele, namun berhenti menggunakan sedotan plastik adalah salah satu bentuk kepedulian kita pada keberlangsungan kehidupan di bumi ini.
Dengan tidak menggunakan sedotan plastik, maka kita telah memberi penghargaan pada hidup. Mulai saat ini, katakan tidak pada sedotan plastik.