
HARI ini, Jumat (12/7) Kelompok terbang (Kloter) 1 Embarkasi Medan (MES) yang berasal dari Kota Medan akan berangkat menuju tanah suci. Paling tidak perjalanan dari Kualanamun-Jeddah memakan waktu sekitar 8 jam sebuah perjalanan yang tentu akan menimbulkan rasa kebosanan bagi para dhuyufurrahman (tamu Allah). Perjalanan di pesawat tidak akan bosan jika disiasati dengan baik, seperti berzikir, membaca buku manasik haji yang berasal dari kementerian agama, bersilaturahmi dengan calon jemaah yang lain atau bisa saja mendengar tausyiah yang diberikan petugas haji yang ada di kloter tersebut. Namun harus diingat karena ruang gerak di pesawat terbatas maka jangan melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh awak pesawat.
Sampai di Jeddah jamaah akan melakukan proses imigrasi yang mungkin tahun ini sedikit -wallahu ‘alam- dari tahun-tahun sebelumnya alias lebih dipercepat. Setelah itu jamaah akan diberangkatkan menuju Madinatul Munawwarah dengan meng gunakan bus yang sudah disediakan oleh panitia. Karena banyaknya jemaah haji dari Indonesia, Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji Indonesia (P3HI) membagi dua gelombang pemberangkatan yaitu gelombang satu yang lebih dulu diberangkatkan ke kota Madinah. Sementara gelombang dua langsung di berangkatkan ke Kota Mekah.
Sampai di kota Nabi tersebut, para dhuyufurrahman ini langsung di tempatkan di hotel/makhtab yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Masjid Nabawi.
Madinatul Munawwarah, merupakan salah satu dari tempat suci yang ada di Saudi Arabia. Dulunya bernama Yastrib, tetapi setelah Rasulullah Saw hijrah dari Mekkah ke Yastrib akhirnya Yastrib berubah menjadi Madinatul Munawwarah atau Madinatul Rasul.
Di Madinah para dhuyufurrahman ini akan melaksanakan salat arbain (salat 40 waktu berjamaah di Masjid Nabawi), selain juga bisa berziarah ke makam Rasulullah Saw dan tempat-tempat lainnya yang ada di sekitar Madinah.
Dalam buku Muhammad: His Life Based on The Earliest Sources, Martin Lings penulis buku ini menjelaskan ketika masjid hampir selesai dibangun, Nabi Muhammad meminta dibuatkan dua bilik kecil. Bilik yang satu untuk tempat tinggal beliau dan bilik yang satunya untuk istrinya Aisyah. Tempat tinggalnya itulah yang hingga kini dilestarikan sebagai tempat peristirahatan terakhir Nabi Muhammad bersama dua sahabatnya yaitu Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Awalnya Masjid Nabawi ini tidak terlalu besar, namun lama kelamaan karena dianggap tidak dapat lagi menampung jemaah akhirnya diperbesar seperti yang terlihat sekarang ini.
Salat di Masjid Nabawi ini nilai pahalanya berbeda dengan masjid-masjid lainnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa salat di Masjid Nabawi pahalanya sama dengan 1000 kali salat di masjid yang lain kecuali salat di Masjidil Haram pahalanya 10.000 kali dibanding dengan salat di masjid yang lain.
Ada tempat yang memang sangat diinginkan oleh setiap jemaah ketika mereka salat di masjid ini. Tempat itu adalah Raudah. Di manakah Raudah itu?
Rasulullah bersabda: "Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga." (HR. Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391).
Hadits ini termasuk hadits mutawatir yang diriwayatkan dari jalur periwayatan yang banyak. Di antaranya seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu.
Raudah diyakini sebagai tempat yang dimuliakan dan mustajab karena doa-doa yang dimohonkan di sini akan terkabul.
Tidak mudah memang untuk bisa salat di Raudah, karena banyak jemaah yang menginginkan untuk salat di sana. Karena itu, bila ingin salat di Raudah, tidak ada salahnya antri (menunggu) jemaah yang lain selesai melaksanakan salat di Raudah.
Bagi mereka yang belum pernah ke Raudah memang sedikit bingung, tetapi bagi mereka yang sudah pernah, maka untuk menandai bahwa tempat tersebut adalah Raudah, bisa memperhatikan ambal di tempat tersebut. Jika ambal masjid berwarna hijau, maka tidak di sangsikan lagi itulah Raudah, karena seluruh ambal yang ada di Masjid Nabawi berwarna merah. Selain itu juga bisa dilihat pilar-pilarnya yang berwarna putih dengan mozaik yang dicat warna hijau dan kuning emas.
Lalu kalau sudah di Raudah, apa yang harus dilakukan? Kita bisa salat sunat, lalu berdoa kepada Allah. Tetapi ingat! Jangan lama-lama di Raudah, karena kita akan diusir oleh polisi masjid, mereka meminta kita untuk segera beranjak dari sana, mengingat banyak orang lain yang ingin berada di Raudah tersebut.
“Hajji-hajji, ruh-ruh,” ujar mereka, yang artinya kira-kira haji, ayo pergi-pergi!.
Setelah selesai di Raudah, kita bisa langsung berziarah ke makam Rasulullah. Ucapan, “Assalamu’alaikum Ya Rasulullah, Assalamu’alaikum Ya Nabiyullah,” terucap dari bibir para peziarah.
Di saat itulah kita membayangkan Rasulullah tesenyum dan menjawab salam kita, Wa’alaikum Salam. Menetes air mata ini, mengenang ketaladanan Rasulullah Saw. Ya serasa kita bertemu Rasulullah di Masjid Nabawi.
Tidak seperti dahulu, di mana jemaah tidak boleh mengabadikan dalam bentuk foto, tetapi sekarang hal tersebut tampaknya dibebaskan, sehingga banyak para jemaah yang berfoto selfi di depan makam Rasulullah. Larangan membawa kamera masih tetap diberlakukan, tetapi bagi mereka yang mempunyai ponsel berkamera maka larangan tersebut tidak ada, artinya jemaah bebas berfoto dengan menggunakan kamera ponsel.
Suasana damai begitu tampak terlihat di Masjid Nabawi tersebut. Banyak jemaah yang beristirahat menunggu masuk waktu salat. Ada yang membaca Alquran, berzikir dan ada juga yang tidur-tiduran. Jangan takut ketika kita kehausan, karena air zam-zam tersedia di banyak tempat. (bersambung)