“Kita memfasilitasi pihak-pihak terkait dan juga berbagai forum serta asosiasi, kita sama-sama bagaimana kita bisa mendorong pariwisata ini, salah satunya dengan meningkatkan berbagai ‘event’ di DKI Jakarta. Dengan banyaknya ‘event’ ini nantinya juga akan banyak berpengaruh ke pendapatan termasuk pariwisata,” ujar Hamid saat diskusi dengan awak media di Yogyakarta, Senin (15/7) malam.
Dari hasil survei Bank Indonesia, kedatangan wisman ke Jakarta terutama untuk berbisnis, sehingga pengembangan industri MICE dapat menjadi pijakan awal mendorong industri pariwisata Jakarta, khususnya untuk menarik wisman. Sebanyak 53% wisman ke Jakarta untuk berbisnis, sedangkan 47% untuk jalan-jalan (leisure).
Pada 2017 lalu, “event” (gelaran) MICE di Jakarta mencapai 652 gelaran. Tahun lalu, gelaran MICE meningkat menjadi 892 gelaran.
Jakarta sendiri saat ini baru memiliki empat lokasi MICE dengan kapasitas besar yaitu Jakarta Convention Centre (JCC) seluas 15.615 m2 dengan kapasitas 16.650 orang, Jakarta International Expo Kemayoran seluas 35.487 m2 berkapasitas 67.000 orang, Grand Sahid Jaya seluas 5.380 m2 berkapasitas 6.580 orang, dan Bidakara 2.800 m2 berkapasitas 4.440 orang.
Selain itu, kurangnya “incentives” atau daya tarik yang ditawarkan menjadikan peringkat kota Jakarta masih rendah di antara kota-kota penyelenggara MICE lainnya di dunia. Dari 658 kota di dunia, peringkat Jakarta terus merosot pada lima tahun terakhir. Jika pada 2013 Jakarta bisa menempati peringkat MICE 94, pada 2018 berada di peringkat 216. (Ant)