Chicago, (Analisa). Dengan penurunan suku bunga untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir yang diperkirakan akan dilakukan Federal Reserve AS (Fed) pada akhir bulan ini, dua pembuat kebijakan bank sentral itu beradu argumen pada Selasa (16/7) tentang seberapa besar penurunan perlu dilakukan. Bahkan, satu pembuat kebijakan lainnya mengaku masih perlu mengkaji lebih banyak data sebelum benar-benar siap memberikan pendapat.
Pernyataan dari tiga Ketua Fed regional Chicago, Dallas dan San Francisco menunjukkan bahwa bank sentral AS semakin dekat pada penurunan suku bunga yang ramai diprediksi pasar akan diputuskan Fed pada rapat kebijakan 30-31 Juli nanti, tanpa adanya kesepakatan bersifat naratif tentang mengapa penurunan perlu dilakukan atau bahkan tentang alasan jika penurunan itu memang diperlukan.
Perdebatan antara dua pembuat kebijakan yang mendukung penurunan suku bunga itu juga mengisyaratkan keputusan tentang apakah penurunan sebesar 0,25 atau 0,50 persentase poin bisa bergantung pada tujuan Fed untuk sekadar berlindung dari berbagai risiko yang saat ini berkembang di lingkungan ekonomi global dan potensi risiko lainnya di pasar obligasi, atau untuk lebih jauh memberi dorongan pada inflasi AS yang lesu.
Menurut Ketua Fed regional Chicago, Charles Evans, dalam sebuah wawancara di sebuah forum ekonomi CNBC baru-baru ini, jika suku bunga diturunkan hingga 50 basis poin sebelum 2019 berakhir dengan maksud mendorong pertumbuhan inflasi, tujuan itu mungkin saja segera tercapai.
Pada pekan lalu, Evans mengatakan dirinya merasa Fed perlu merealisasikan target penurunan suku bunga sebesar 0,50 persentase poin guna menembus target inflasi 2 persen yang selalu gagal dicapai sejak ditetapkan pada 2012. Fed menargetkan inflasi 2 persen sebagai cara untuk menjaga prospek bisnis dan rumah tangga ke depan serta membantu memastikan pertumbuhan harga dan gaji tetap berada di laju yang moderat.
Namun, Evans dan sebagian pembuat kebijakan lainnya khawatir jika mereka terus gagal mencapai target inflasi tersebut, mereka akan kehilangan kredibilitas dan seluruh pernyataan serta kebijakan mereka akan menjadi kurang efektif.
Saat ini Fed masih mempertahankan kebijakan suku bunga di kisaran antara 2,25 persen dan 2,5 persen.
Sebaliknya, Ketua Fed regional Dallas, Robert Kaplan, yang sampai pada baru-baru ini masih ragu tentang urgensi penurunan suku bunga, mengaku penurunan "taktis" sebesar 0,25 persentase poin mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi risiko-risiko yang dikhawatirkan para investor obligasi -- yang telah menurunkan beberapa imbal hasil (yield) jangka panjang di bawah yield jangka pendek.
Menurutnya, jika Fed memang harus mengambil tindakan penurunan suku bunga sesuai kebutuhan, alasan terbaik di balik kebijakan itu yakni kondisi kurva yield obligasi yang sempat "terbalik" dan menjadi peringatan awal tentang bahaya resesi yang berpotensi menjerat ekonomi AS.
Namun, baik terbaliknya kurva yield obligasi maupun kekhawatiran tentang lemahnya inflasi atau risiko lain yang mungkin berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, semuanya masih belum cukup meyakinkan Ketua Fed regional San Francisco, Mary Daly, untuk Fed melonggarkan kebijakan dengan menurunkan suku bunga.
Dalam sebuah wawancara bersama Reuters, Daly mengaku saat ini dirinya belum condong ke arah kebijakan manapu saat ditanyai tentang keputusan suku bunga Fed akhir Juli ini.
Menurutnya, ekonomi AS harus tumbuh melampaui tren angka pertumbuhan tahunan 2 persen untuk mendorong inflasi tumbuh mencapai target 2 persen Fed. Tapi pertanyaannya, apakah pertumbuhan ekonomi AS mampu melebihi 2 persen atau memang diperlukan dorongan stimulus tambahan. Darly mengatakan sekarang masih terlalu dini untuk mendapatkan jawabannya.
Perlu diturunkan
Para pembuat kebijakan Fed menyebutkan risiko-risikk internasional, ketidakpastian kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, pergerakan harga di pasar obligasi dan pelemahan inflasi adala beberapa di antara faktor-faktor lainnya yang menjadi pertimbangan Fed untuk melanjutkan penurunan suku bunga. Terlepas dari tren pertumbuhan ekonomi AS yang bagus dan tingkat pengangguran yang masih aman di rekor rendah. (Rtr/asri)