
Oleh: Dr. Salman Nasution, SE.I., MA.
Ada 2 (dua) motif pekerjaan yang dilakukan seseorang atau lebih dalam mengerjakan suatu tugas, yaitu (motif pertama) mengharapkan imbalan berupa materi atau benda yang berharga. Dalam hal ini, perolehan materi tersebut dianggap suatu penghormatan atau penghargaan dari apa yang telah dikerjakan. Sebagai contoh, pemim-pin perusahaan mempekerjakan karyawan dan selanjutnya memberikan gaji (uang, benda berharga) yang telah disepakati, contohnya PNS, pabrik dan lainnya.
Selanjutnya (motif kedua), kerelaan mengerjakan sesuatu atas da-sar ingin membantu (kebaikan) seseorang atau kelompok masyarakat, dengan tidak mengharapkan suatu imbalan dari apa yang telah dikerjakannya. Namun, jika ada sebagian orang yang merasa terbantu dan senang dari apa yang telah dikerjakan orang baik tersebut, maka seseorang memberikan uang atau benda berharga tanpa adanya kesepakatan di awal. Orang atau kelompok ini, biasanya memiliki jiwa sosial yang tinggi dan hanya mengharapkan imbalan dari Sang Pemberi Kebaikan (Tuhan), contoh, sukarelawan, LSM , dan lainnya.
Kedua motif tersebut, sangat umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia sehingga mereka bekerja atas dasar professional (mendapatkan gaji) dan volunteer (sukarelawan). Namun ada motif x (tidak jelas) dalam pekerjaan yaitu adanya permintaan seseorang kepada orang lain atau lebih untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Adanya anggapan bahwa apa yang akan dikerjakannya mempunyai anggaran atau dana (project), disaat selesai pengerjaannya akan mendapatkan sesuatu (upah) dari pekerjaan tersebut. Namun sayang, pekerjaan yang diharapkan memperoleh materi, tidak sesuai dengan kenyataan.
Tidak ada kamus dalam bahasa Inggris atau bahasa Arab bahkan kamus di dunia ini terkait penamaan kasus motif x tersebut. Setelah dikonfirmasi kepada sahabat penulis seperti Idris Sadri, Master Education in Teaching English to the Speakers of Other Languages dari University of Sydney, dan pendapat yang sama juga disampaikan oleh Surya Darma Dalimunthe lulusan beasiswa ASEAN di Singapura, bahwa tidak ada istilah penamaan motif x untuk kasus tersebut di negara Barat, namun istilah tersebut hanya ada di Indonesia khususnya di Sumatera Utara dengan istilah Project Thank You (Proyek, terima kasih).
Mungkin hanya pada level pendidikan menengah atas saja yang memahami maksud dari “project thank you”. Walaupun kata tersebut berasal dari bahasa Inggris namun orang Inggris tidak paham dengan maksud dari kata tersebut. Kata tersebut merupakan istilah yang diciptakan atau tercipta dari orang Indonesia. Project Thank You adalah istilah yang digunakan oleh orang Indonesia yang merasa kesal dari apa yang telah dikerjakannya disaat orang yang telah dibantu tidak memberikan upah sebagai bentuk ucapan terima kasih walaupun tidak ada kesepakatan diawal. Mungkin ada faktor lainnya diantaranya faktor merasa dekat dengan orang yang diminta melakukan pekerjaan sehingga ada rasa segan, malu, (tidak) menghormati untuk tidak memberikan upah.
Project Thank You dan Keindonesiaan
Negara yang terletak pada garis katulistiwa, maka tercipta kekayaan alam yang melimpah dan menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi individu, masyarakat dan negara. Sumber kekayaan alam (batubara, minyak sawit) banyak diekspor dengan nilai ekspor mencapai US$ 15,81 (data dari BPS per September 2018). Namun sayang, hasil kekayaan tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil warga Indonesia, seperti dalam Global Wealth Report 2018 merilis Credit Suisse yang menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air. Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Artinya masih terlihat secara data dan fakta bahwa hidup dan kehidupan warga negara masih berada dalam garis ekonomi kelas bawah yang tidak memiliki rumah, pendidikan bahkan jaminan kesehatan.
Disebut-sebut sebagai negara berkembang, Indonesia mempunyai permasalahan yang hampir sama dengan negara berkembang lainnya seperti India, Afrika Selatan dan lainnya, diantaranya kualitas penduduk yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan kriminalitas yang tergolong tinggi. Data dari BPS 2018, ada 3 (tiga) tipe ketenagakerjaan di Indonesia mengklasifikasikan pekerja formal yaitu sebanyak 53,09 juta orang, pekerja informal yaitu sebanyak 73,98 juta orang dan tenaga kerja pengangguran yaitu sebesar 6,87 juta orang. Adanya gap (kesenjangan) antara orang kaya dan miskin, orang pintar dengan orang tidak berilmu, akan tercipta beberapa karakter baru, diantaranya bekerja membantu seseorang namun memiliki motif dan harapan untuk memperoleh uang (dalam hati berbicara).
Adanya motif x atau harapan akan diberi, merupakan hal yang umum karena pekerjaan yang dilakukan merupakan project atau proyek (bahasa Indonesia) yang dianggap oleh masyarakat luas yaitu suatu pekerjaan yang memiliki anggaran dan menghasilkan uang. Dilihat dalam kamus besar bahasa Indonesia, proyek adalah rencana pekerjaan dengan sasaran khusus (pengairan, pembangkit tenaga listrik, dan sebagainya) dan dengan saat penyelesaian yang tegas. Dalam konteks bisnis, seperti dalam anggaran proyek pembangunan infrastruktur 2019 menembus Rp. 415 triliun, artinya ada proyek maka harus ada uang.
Profesionalitas
Negara maju memiliki masyarakat (secara totalitas) yang rasionalitas, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan tradisi, nilai-nilai dan mempunyai alasan dan argumentasi yang jelas dan lugas, hal ini berdasarkan cara berpikir dari setiap pelaku ekonomi itu sendiri. Artinya penggunakan hati, rasa dan ketidakjelasan dalam bertindak (pekerjaan) harus dilepas dalam kehidupan, sehingga mengutamakan kepastian dan kejujuran seperti mengetahui jumlah gaji yang akan diperoleh.
Bisnis sangat erat kaitannya dengan profesionalitas dalam suatu pekerjaan bahwa seseorang yang diminta untuk bekerja harus lebih memahami arti sebuah pekerjaan, yaitu tuntutan profesionalitas seperti keahlian, kemampuan dan selanjutnya mendapatkan upah atau gaji yang layak. Dalam hal ini, adanya kesepakatan antara majikan dan karyawan (pekerja) dalam bentuk organisasi profit dan perusahaan yang telah diatur dalam UU yang berlaku di Indonesia.
Solusi Project Thank You
Lain halnya dengan project thank you yang lebih mengutamakan hati dan rasa dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga kepentingan pribadi (memperoleh upah) tidak tersampaikan kepada pihak pemberi proyek. Negara yang dikenal dengan gotong royong dan kerjasama ini tentu menjadi modal sosial dalam pembangunan ekonomi masyarakat dan nasional yang perlu dilestarikan.
Kerjasama yang dimaksud dalam konteks kekinian adalah memberikan rasa hormat kepada semua orang pada posisi ekonomi yaitu pihak pemberi proyek harus menyampaikan terlebih dahulu dana yang akan diperoleh nantinya. Dan selanjutnya, calon penerima proyek berhak menanyakan sifat proyek yaitu apakah proyek bersifat profit atau bersifat sosial sehingga apa yang akan dikerjakan nantinya memberi rasa aman dan penuh dengan kepastian.
Projek Thank You bukanlah permasalahan disaat adanya konfirmasi awal yang telah tersampaikan bahwa proyek atau pengerjaan sesuatu berdasarkan pada sosial, persahabatan (saling membantu, bergantian) sehingga tidak ada kesepakatan upah-mengupah. Namun, penting adanya pemberian upah disaat warga Indonesia masih berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik. Kerjasama antara orang kaya dan miskin harus berlandaskan pada kebaikan, kesepahaman dan kasih sayang, sehingga diantara keduanya tidak ada zolim menzolimi. ***
Penulis adalah dosen UMSU dan Majelis di Muhammadiyah Sumatera Utara.