Peningkatan Ekspor ke Tiongkok Atasi Defisit

peningkatan-ekspor-ke-tiongkok-atasi-defisit

Jakarta, (Analisa). Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai upaya pendekatan pemerintah untuk men­dorong ekspor nasional ke Tiong­kok dapat mengatasi persoalan neraca perdagangan yang masih mengalami defisit.

Heri dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis (18/7), mengatakan, upaya pendekatan ini harus dilakukan karena potensi pasar Tiongkok saat ini sangat besar dan Indonesia masih mem­punyai produk maupun komoditas eks­por unggulan.

“Sebenarnya masih bisa diupayakan berbagai strategi. Jadi yang namanya berdagang atau bekerja sama itu, dalam hal ini, kita konteksnya bersaing, jadi produknya yang bersaing,” katanya.

Heri menambahkan, sebagai upaya untuk memulai, pemerintah dapat segera mengidentifikasi produk atau komoditas unggulan dari Indonesia yang bisa diop­timalkan produksinya untuk mening­katkan nilai ekspor nasional.

Menurut dia, optimalisasi produksi tersebut dapat menekan nilai defisit neraca perdagangan dengan Tiongkok yang telah meningkat hingga mencapai 18,4 miliar dolar AS pada 2018, diban­dingkan realisasi pada 2017 sebesar 12,68 miliar dolar AS.

Untuk periode Januari-Juni 2019, ekspor Indonesia ke Tiongkok juga ter­pantau turun dari periode sama tahun lalu, yaitu dari sebelumnya sebesar 11,13 miliar dolar AS menjadi 10,34 miliar dolar AS, dengan nilai impor In­donesia dari Tiongkok justru mening­kat dari 35,76 miliar dolar AS menjadi 45,53 miliar dolar AS.

“Artinya dengan perang dagang, Ti­ongkok bisa mencari pasar alternatif selain ke Amerika Serikat. Mereka bisa ke Indonesia, India dan negara lainnya,” ujar Heri.

Dengan kondisi ini, Heri menyaran­kan pemerintah untuk lebih cermat me­nangkap peluang perdagangan, terutama budidaya sejumlah komoditas pertanian yang kerap dianggap sepele oleh pen­duduk Indonesia agar kebutuhan negara tujuan ekspor dapat dipenuhi.

Ia mengharapkan adanya upaya stan­dar produksi komoditas tanaman agar dapat lebih mudah diekspor ke pasar global, apalagi sejumlah negara seperti Tiongkok dan Jepang kerap member­lakukan non-tariff measure (NTM) ter­hadap produk-produk ma­ka­nan impor.

Secara keseluruhan, menurut dia, Tiongkok dengan populasi mencapai 20 persen penduduk dunia masih meru­pakan pasar potensial bagi ekspor nasi­onal yang saat ini mulai terdampak oleh ketidakpastian perekonomian global akibat tingginya tensi perang da­gang.

Saat ini, Menteri Perdagangan Eng­gartiasto Lukita sedang melakukan kun­jungan dagang ke Tiongkok untuk men­dorong ekspor nasional terutama dari produk-produk unggulan seperti CPO, buah-buahan dan sarang burung walet. (Ant)

()

Baca Juga

Rekomendasi