
KALANGAN ilmuwan meyakini bahwa terbentuknya kristal-kristal kaca ini ada campur tangan dari benda extra terrestrial
Gurun Sahara adalah wilayah luas berpasir yang berada di utara benua Afrika dan telah terbentuk selama 2,5 juta tahun. Luas padang pasir ini sekitar 9.000.000 km2. Nama “Sahara” diambil dari bahasa Arab yang berarti “padang pasir”. Bahasa Arab pada gilirannya mengambil dari bahasa Sumeria.
Di wilayah gurun yang luas ini, memang ada banyak tempat yang sangat eksotik dan masih misterius yang semuanya tersebar di gurun pasir yang luas ini. Salah satunya yang masih menjadi misteri adalah tersebarnya kristal-kristal kaca di wilayah yang lumayan luas di barat Gurun Sahara.
Map Libyan Desert Glass berada diantara Libya bagian timur dan bagian barat Mesir, atau berada di sekitar perbatasan kedua negara tersebut.
Wilayah sebaran kaca-kaca ini ditemukan berada di daerah Gurun Sahara bagian timur, atau lebih tepatnya berada di antara Libya bagian timur dan bagian barat Mesir, atau berada di sekitar perbatasan kedua negara tersebut.
Fragmen “kaca-kaca gurun” dapat ditemukan di wilayah seluas puluhan kilometer persegi. Beberapa penelitian bahkan mengklaim luas sebaran kaca adalah hingga lebih dari seratus kilometer persegi.
Wilayah ini kemudian dikenal sebagai “The Libyan Desert Glass” (LDG) atau Kaca Gurun Libya, namun ada juga yang menamainya sebagai “Egyptian Desert Glass” (EDG) atau Kaca Gurun Mesir.
Wilayah sebaran kaca ini sudah lama keberadaanya yaitu 13 juta tahun lalu, sejak masa Pleistosen, dan tidak ada catatan siapa penemu wilayah ini pada kali pertama. Yang ada hanyalah artefak-artefak kuno yang memakai kaca-kaca dari gurun pasir tersebut.
Tapi penemu awal wilayah sebaran kaca-kaca ini pada zaman modern adalah Patrick Clayton, yaitu seorang ahli geologi dari Inggris yang melakukan survey pada tahun 1932 ke wilayah Gurun Sahara di wilayah Mesir ini melalui jalur dari Kairo.
Patrick Clayton dan timnya kemudian membawa hasil penemuannya yang spektakuler di tengah gurun pasir terluas di dunia tersebut. Kemudian sebagai ketua ekspedisi di timnya, Patrick Clayton memperlihatkan kristal-kristal kaca hasil penemuannya itu di kota Kairo, lalu ia bawa ke Inggris untuk menelitinya lebih lanjut.
Survey
Karena ia melakukan survey dari Kairo dan masih berada di wilayah Mesir, maka pada masa itu kaca-kaca tersebut lebih dikenal sebagai Egyptian Desert Glass dibanding dengan nama Libyan Desert Glass.
Tak hanya wilayah itu namun Patrick Clayton dan timnya juga menelusuri wilayah sekelilingnya termasuk menemukan sebuah gundukan pasir yang diatasnya terdapat batu-batuan yang berbentuk pola bundar seperti cincin yang disebut sebagai “Hill with Stone Circles on Top”.
Hingga kini situs tersebut disebut sebagai “Clayton Rings” untuk mengenang penemunya. Para peneliti meyakini bahwa bebatuan berbentuk cincin dengan diameter sekitar 3-5 meter itu adalah hasil buatan tangan manusia.
“Hill with Stone Circles on Top” atau disebut juga sebagai “Clayton Rings” untuk mengenang penemunya, dibuat oleh para penambang atau pengepul kristal-kristal kaca gurun itu pada masa lalu untuk dijual.
Peneliti menyimpulkan hal itu, karena disekitarnya juga terdapat artefak-artefak dan peralatan manusia sejak masa lalu. Dan peneliti menyimpulkan bahwa lingkaran cincin batu tersebut dibuat oleh para penambang atau pengepul kristal-kristal kaca gurun itu untuk dijual.
Namun tak ada yang tahu dengan pasti hingga kini, bagaimana Patrick Clayton dapat menemukan wilayah sebaran kaca ini pada masa itu, lewat jalur mana ia menuju ke tempat ditengah gurun ini, dan berapa hari ia sampai ke tempat tersebut.
Penemuan cangkir dan tembikar lainnya di sekitar Lybian Desert Glass.
Jika dibandingkan ekspedisi Patrick Clayton dengan ekspedisi pada masa kini, untuk menuju tempat itu dari kota Kairo Mesir membutuhkan waktu selama 3 hari perjalanan dengan menggunakan mobil jeep modern.
Setelah ekspedisi Patrick Clayton dan timnya, para ilmuwan dan peneliti dunia banyak yang ke sana hingga kini, dan menemukan beberapa penemuan-penemuan baru.
Penemuan-penemuan benda arkeologi menjadi lebih beragam. Termasuk beberapa tembikar, gelas minuman tanah liat hingga penemuan beberapa pisau mikrolith yang terbuat dari Kaca Gurun Libya ini, yang letaknya lebih dari 300 kilometer dari sumber bahan bakunya.
Meyakini
Para peneliti berkesimpulan dan meyakini bahwa penemuan-penemuan peralatan buatan manusia tersebut adalah sisa-sisa peninggalan para penambang Kristal Kaca Gurun ini karena usianya sangat jauh lebih muda.
Asal-muasal adanya sebaran kaca-kaca kristal berwarna kuning kehijau-hijauan di tengah gurun pasir ini belum diketahui dengan pasti oleh para ilmuwan. Ada beberapa teori yang sejauh ini diusulkan.
Beberapa di antaranya yaitu akibat hantaman benda extra terrestrial dari luar angkasa, yaitu meteorid. Selain itu ada juga yang berteori kaca terbentuk akibat gejala vulkanik masa lampau, dan ada juga yang lainnya.
Teori asal-usul terbentuknya kristal-kristal tersebut yaitu akibat hantaman benda extra terrestrial berupa meteorit, telah lama terdengar dan dianggap yang paling mungkin.
Namun penelitian baru-baru ini yang menghubungkan terbentuknya kristal-kristal kaca dengan fitur benturan meteorid dan akhirnya membentuk kaca, misalnya seperti zirkon, akhirnya diragukan.
Begitu pula dengan teori penguapan kuarsa (vaporized quartz), dan akibat panasnya logam meteorit yang jatuh, dan juga akibat dampak kawah masa lampau, kini semuanya juga diragukan.
Beberapa ahli geologi lebih meyakini terbentuknya kristal-kristal kaca akibat efek dari pelelehan radiasi (radiative melting) yang berasal dari sebuah ledakan besar meteorit di udara (meteoric aerial bursts), seperti yang terjadi di Tunguska, Siberia, Russia.
Akibat ledakan meteorit di udara tepat diatas lokasi ini, maka terbentuk apa yang disebut sebagai “trinitite”, yang tercipta dari pasir-pasir yang terpapar radiasi termal dari ledakan, mirip seperti apa yang terjadi pada sebuah ledakan nuklir. (iccwc/ar)