RSUD Sidikalang Direkomendasikan Turun Kelas D

rsud-sidikalang-direkomendasikan-turun-kelas-d

Sidikalang, (Analisa). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Ka­bupaten Dairi, direkomen­dasikan turun kelas dari tipe C ke D.

Rekomendasi itu, tertuang dalam surat Direktorat Jen­de­ral Pelayanan Kesehatan Ke­menterian Kesehatan ditan­datangani Bambang Wibowo per 15 Juli 2019.

Selain RSUD Sidikalang, sejumlah lembaga pelayanan ke­sehatan juga dikenakan pe­rubahan status, baik milik pe­merintah maupun swasta. Dokumen itu ditujukan kepa­da gubernur, bupati dan kepala dinas.

Selanjutnya, direktur RSU diberi kesempatan selama 28 hari untuk menyampaian tang­gapan keberatan atau tidak keberatan atas rekomendasi. Sekretaris Daerah, Sebas­tia­nus Ti­nam­bunan ketika di­min­ta tang­gapan melalui pe­san telepon menuliskan, akan mengecek. “Saya cek dulu, ya,” tulis Tinambunan, Jumat (19/7).

Direktur RSUD Sidika­lang, Henri Manik menjelas­kan, sedang menin­daklanjuti dengan membuat surat kebe­ratan kepada Subdit Penge­lolaan Rujukan dan Peman­tauan Rumah Sakit Ditjen Yan­kes Rujukan Kemen­kes Jakarta.

Sebelumnya, Bupati Eddy Kelleng Ate Berutu kepada wartawan menye­but, pembe­nahan lembaga layanan pub­lik ini merupakan salah satu program kerja 100 hari. Pe­jabat ini me­narget, organisasi itu harus naik kelas.

Di awal masa kerja, Eddy terbang menemui Menteri Kesehatan Keseha­tan, Nila Djuwita F Moeloek guna me­nyampaikan program peng­emba­ngan di Jakarta.

Sumber di kantor Badan Penye­leng­garan Jaminan So­sial (BPJS) menyebut, salah satu dampak penuru­nan kelas, penurunan besaran klaim RSU. Dite­rang­kan, klaim se­tiap pe­nyakit di tipe D lebih rendah dibanding tipe C. Ar­tinya, ini mempengaruhi ke­uangan RSU.

Hal lain, untuk tipe C, RSU wajib menyediakan 4 tenaga spesialis dasar. Yakni bedah, penyakit dalam, anak dan kan­dungan. Selanjutnya, RSU tipe D tidak mewajibkan ke­ter­sediaan tenaga spesialis sedemikian.

Beberapa perawat menge­luh, ko­mu­ni­kasi mereka de­ngan direktur ter­masuk antara dokter spesialis dengan direk­tur renggang. Pembagian jasa medis BPJS dipandang tidak adil. Seorang perawat di ruang ICU hanya mendapat jasa medis Rp58.000 medio September-Oktober 2018 sedang seorang petugas administrasi mene­rima Rp14 juta.

Perawat menyebut, ins­peksi men­da­dak Bupati dan Wa­kil Bupati justru membuat mereka tidak nyaman. Top ma­­najemen tidak pernah ber­tanya apa kebutuhan dan aspirasi demi pening­katan kinerja.

Sidak cenderung dialamat­kan kepada perawat, monito­ring terhadap dokter spesialis diduga melempem. Oknum dokter spesialis berkantor sesuka hati. Oknum tertentu hanya bekerja Jumat dan Sabtu namun tetap menerima insen­tif Rp20 juta per bulan berikut jasa medis BPJS bernilai pu­luhan juta rupiah. (ssr)

()

Baca Juga

Rekomendasi