
Oleh: Thompson HS.
Air Danau Toba dapat langsung diminum. Itu dulu, sampai tahun 1980-an. Orang-orang yang lahir dan bertumbuh di sana sampai pada tahun-tahun itu dapat menjadi saksi. Berlin Simarmata salah satunya, mengakui dalam diskusi publik yang berjudul Menakar Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Perkembangan Pariwisata Danau Toba. Kebetulan Berlin Simarmata sekaligus sebagai salah satu pembicara dalam diskusi yang berlangsung di Aula Bina Media Medan itu.
Acara berlangsung pada Selasa, 16 Juli 2019 mulai sekitar pukul 09.00 sampai waktu makan siang, dengan panitia pelaksana dari Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba. Amrin Simbolon sebagai ketua aliansi tersebut juga salah satu pembicara, selain Jhon Fawer Siahaan (Institut Sumatera), Bayu Nasution (mewakili Badan Lingkungan Hidup Sumut), dan Arie Prasetyo (Direktur Utama BPODT). Acara ini terlaksana atas sokongan BPODT (Badan Pelaksana Otorita Danau Toba) yang dihadiri kebanyakan mahasiswa yang berasal dari sejumlah tempat di sekitar Danau Toba.
Diskusi publik itu sudah jelas memastikan Danau Toba sudah tercemar. Tentu saja secara langsung yang dimaksud tercemar di sini adalah airnya. Sebelum Danau Toba tercemar anak-anak sekitar Danau Toba, seperti Berlin Simarmata waktu itu, dapat langsung minum air dari danau. Dalam keseharian air danau menjadi sumber untuk kebutuhan air penduduk di sekitarnya; termasuk untuk mandi dan mencuci. Kerbau-kerbau juga kadang dibersihkan di danau oleh para penggembala. Penangkap ikan dengan perahu kecilnya tidak akan kehausan di tengah danau. Demikian para penumpang kapal-kapal kayu yang menyeberang atau pulang kampung mengambilkan air dan mereguknya tanpa harus dimasak.
Apakah orang-orang yang pernah meminum air Danau Toba tidak cacingan? Pertanyaan itu mungkin terlalu ekstrem. Kadang air danau terlihat dimasak oleh para penjual teh dan kopi di dalam kapal waktu itu. Tak mungkin air danau tidak dimasak untuk suguhan segelas teh dan kopi. Tapi sekarang, jangan lagi minum air Danau Toba! Mau minum teh dan kopi di lingkungan kelas-wisata, tanya dulu airnya dari Danau Toba atau tidak.
Ya, jangan lagi minum air Danau Toba. Mutu airnya sudah berubah jauh. Kalau dulu air danau dapat diminum langsung, sekarang siapa anak-anak di sekitar Danau Toba yang berani? Itu harus dilarang dan dihindari. Yah, Danau Toba memang betul-betul sudah tercemar; kotor dan bahkan mulai berbahaya. Air Danau Toba yang sudah kotor jelas bisa ditangkap maksudnya. Itu ibarat air jernih yang sengaja dikotori atau berlangsung secara alami.
Jika diilustrasikan lagi air jernih yang sengaja dikotori sudah pasti ada mahluk tertentu yang mengotorinya; mahluk itu bisa manusia dan hewan. Lalu kalau sudah kotor mau diapakan? Tentu saja air kotor itu bisa dibersihkan dengan berbagai cara. Kalau air kotor itu ada di dalam ember, buang saja airnya. Terserah mau ke pot bunga atau ke jalanan. Namun kalau air kotor itu merupakan mata air dan sumber minuman bagi penduduk, benda atau materi yang mengotorinya harus segera dienyahkan dari dalam.
Jika sumber air menjadi kotor secara alami maka bisa diperiksa ke hulu dan sekitarnya. Penyangga air di hulu mungkin rusak. Penyangga bukan sekedar penahan air, namun sekaligus menyaring kebersihan air sebelum mengalir. Pertanian di hulu air dengan berbagai penggunaan pupuk kimia dapat juga merusak mutu air bersih. Ada residu kimia. Air dapat kelihatan bersih, namun partikel-partikel lain secara kimia hanya dapat dilihat di laboratorium. Jika semakin berwarna secara alami air mungkin terkacau dengan tanah atau lumpur. Sederhananya begitu.
Air Danau Toba Berbahaya
Air Danau Toba juga sudah sangat berbahaya kalau diminum. Sekali lagi, jangan lagi minum air Danau Toba! Dari status layak minum air danau secara kebiasaan penduduk di sekitarnya menjadi status layak minum sebagai air baku-air minum diketahui berubah pada tahun 1996. Artinya air danau sebagai air minum harus dimasak sebelum diminum. Warung-warung di sekitar Danau Toba sudah pasti menggunakan air danau untuk jualannya. Terutama pada hari-hari pekan itu dapat diperhatikan. Beberapa warung juga sudah menggunakan air kemasan dan galon yang datang dari luar kawasan. Itu akan memengaruhi harga segelas teh dan kopi di sekitar Danau Toba.
Apakah warung-warung dan restoran di sekitar Danau Toba untuk memasak nasi menggunakan air danau? Yah, bisa ya bisa juga tidak. Lebih baik ditanyakan langsung kepada pemilik warung atau restoran. Air danau juga dimanfaatkan warung, restoran, penginapan atau hotel-hotel di sekitar danau dengan cara menariknya melalui energi listrik. Kalau untuk mandi air danau di penginapan dan hotel mungkin sudah ada cara membersihkannya. Namun kalau untuk dikonsumsi harus ekstra hati-hati.
Menurut Bayu Nasution dari perwakilan Badan Lingkungan Hidup Sumut ada 26 titik pengambilan paramater untuk air baku-air minum dari Danau Toba. Namun pada tahun 2016 semua titik itu sudah tercemar berat dengan indikasi adanya semacam mutan-mikro. Selanjutnya dalam paparan Arie Prasetyo, hanya 5 persen air Danau Toba mengandung oksigen. Informasi itu mengingatkan kita pada data tahun 2001, bahwa indikasi perubahan mutu air sudah ada dengan kondisi oksigen terlarut dari 30 sample yang diperiksa, seluruhnya berada di bawah 6 Mg/l dan sampai tahun 2002 nilai oksigen terlarut berangsur-angsur naik. Bahkan unsur logam sudah mulai mengawali ketercemaran Danau Toba jika membaca buku “Pemulihan Keindahan Danau Toba” oleh Ir. Perdana Ginting, M.Si (Penerbit Yrama Widya Bandung, 2009, 240 halaman). Buku tersebut tidak banyak beredar di Sumatera Utara. Malahan pernah bertimbun di sebuah toko di kota Solo, Jawa Tengah.
Ada banyak faktor yang membuat air Danau Toba tercemar, kotor, dan berbahaya. Termasuk peningkatan total fosfor dari keramba jaring apung atau yang sudah biasa disingkat dengan KJA. KJA di Danau Toba mulai marak pada tahun 2000-an dengan hadirnya investasi asing melalui korporasi yang mengusahakan KJA. Sudah tentu izin untuk investasi asing itu diberikan oleh pemerintah pusat melalui badan Penanaman Modal Asing (PMA). Selain milik korporasi adalah KJA dari masyarakat yang tidak sebanding menyumbang pencemaran melalui kimia pakan atau makanan ikan-ikan yang dipelihara di keramba.
Keberatan atas pencemaran dari KJA, terutama untuk satu korporasi sudah dilakukan oleh Yayasan Pencinta Danau ‘Toba (YPDT) dengan cara class action. Namun di ranah pengadilan argumen pencemaran katanya dikukuhkan oleh seorang pengacara terkenal dari luar KJA korporasi. Itu maksudnya jangan asal tuding. Namun memang pihak pemerintah, termasuk BLH Sumut belum berani memastikan KJA korporasi menjadi faktor utama mencemari air Danau Toba.
Pencemaran air Danau Toba kelihatan tidak mungkin diakui oleh KJA Korporasi sebelum daya paksa pemerintah untuk menutupnya tidak dilematis dan hanya bermain di level wacana. Jelas-jelas pemberian izin kepada KJA korporasi merupakan dilema bagi pemerintah pusat dan tarik-menarik pada pemerintah propinsi. Penyumbang pencemaran di Danau Toba di luar KJA memang bisa diidentifikasi lagi dari berbagai faktor, seperti limbah-limbah domestik dari pembuangan penduduk, hotel, restoran, warung, transportasi air, dan usaha-usaha tanpa Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). Juga dengan sampah-sampah yang disengaja dibuang, dialirkan air, atau diterbangkan angin ke Danau Toba. Sistem pengendalian atas pencemaran itu dari awal seharusnya dipersiapkan dan diawasi oleh bidang terkait, terutama Bidang Lingkungan Hidup.
Mungkin KJA Korporasi ingin pengakuan bersama atas pencemaran air Danau Toba dilakukan. Mereka saja pasti tidak mau minum air Danau Toba. Air Danau Toba dulu lebih sehat dari merek aqua. Mungkin karena itu salah satu KJA Korporasi membuat namanya dengan Aquafarm. Namun karena akhir-akhir ini pencemaran air Danau Toba sudah sangat berbahaya, korporasi itu pun mengganti harus mengganti nama yang tidak menyinggung “aqua” lagi.
Diingatkan kembali, jangan lagi minum air Danau Toba! Manatahu kandungan logam di sana bikin anda gila. Seandainya juga Anda masih berani berenang di sana partikel-partikel pencemar bisa bikin Anda gatal-gatal. Dulu mandi di Danau Toba serasa mandi di hamparan air luas di atas kelas merek aqua. ***
Penulis adalah, Direktur Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) dan salah satu Pendiri Toba Writers Forum TWF.