Pentingnya Literasi dalam Keluarga

pentingnya-literasi-dalam-keluarga

Oleh: Iis Soekandar. Ingatkah Anda dongeng-dongeng yang diceritakan ibu atau ayah men­je­la­ng tidur atau dalam kesempatan-kesem­patan santai, saat masih anak-anak? Sehingga sampai dewasa tidak terlu­pakan? Seperti dongeng Si Kancil Men­curi Timun. Dongeng yang dicerita­kan ibu kepada saya menjelang tidur.

Dongeng itu hingga kini masih selalu terngiang hingga saya dewasa. Si Kancil yang cerdik hingga berhasil mencuri timun Pak Tani. Tetapi bagaimanapun cerdiknya Kancil, mencuri adalah perbuatan tidak baik. Maka perbuatan mencuri tidak bisa dibiarkan. Pak Tani memasang jebakan dengan tumpukan ketimun. Kancil pun terkena jebakan dan terperangkap ke dalam kurungan atau sangkar. Pesan moral yang terkandung di dalamnya adalah jangan pernah mencuri kalau tidak ingin celaka karena itu perbuatan tidak baik.

Begitu pun dongeng-dongeng cerita rakyat lain, selain menghibur, mengan­dung pesan moral atau pendidikan karak­ter yang baik bagi anak-anak. Tujuannya agar anak-anak mencontoh perbuatan yang baik, sebaliknya meninggalkan yang buruk. Beragam pesan moral ter­sebut diharapkan membawa pengaruh positif pada kehidupan anak. Golden age adalah masa penting bagi anak, tepatnya pada usia dini atau 0-5 tahun.Oleh sebab itu Goldenage juga dikatakan masa kritis karena sebagai landasan aspek perkem­bangan. Pengalaman-pengalaman yang terjadi masa balita terekam pada bawah sadar dan akan menjadi tuntunan dalam bersikap pada kemudian hari. Sirkuit emosi terbentuk sejak usia 2 bulan (Miftahul Wahidah, Kompasiana). Anak mudah mengingat yang kasat mata maupun yang didengar. Itu sebabnya kenangan masa kecil mudah diingat hingga dewasa.

Keluarga menurut definisi KBBI adalah ibu dan bapak beserta anak-anak­nya. Dengan demikian orang tua dan keluarga ikut menentukan masa depan anak. Tidak heran bila kenangan indah masa kecil juga akan membuat ba­hagia saat dewasa. Sebaliknya kena­ngan pa­hit dan menyakitkan, terlebih bila yang me­nya­kiti dari anggota ke­luar­ga sen­diri, rasa sakit hati dan pedih juga akan terus ter­ngiang hingga dewasa. Bahkan ter­kadang sulit untuk membuka pintu maaf.

Pengalaman masa kecil juga dapat mempengaruhi kepribadian dan karir­nya. Seorang anak yang sejak kecil biasa ditempa dengan kehidupan keras, kelak pada saat dewasa dia akan menjadi pribadi mandiri. Sebaliknya seorang anak yang terbiasa segala permintaannya dituruti tanpa diajarkan sikap mandiri, kelak hidupnya banyak bergantung kepada orang lain. Anak pun kelak akan memilih pekerjaan sesuai perkembangan kepribadiannya. Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pengalaman-penga­laman baik kepada anak sejak dini, menyangkut mental dan fisiknya untuk kesuksesan masa depannya.

Demikian pentingnya masa anak-anak, pemerintah mengadakan Hari Anak Nasional, yang setiap tahun diperingati pada tanggal 23 Juli. Di samping menjunjung dunia anak-anak, hal ini secara langsung atau tidak mengingatkan kepada para orangtua agar memberikan sarana dan prasarana begi kebututuhan masa tumbuh kembang anak, sehingga berkembang dengan baik.

Peran Literasi

Peran literasi sangat strategi dalam menentukan tumbuh kembang anak. Sebab di dalam literasi setidaknya terdapat dua hal kegiatan penting, yaitu membaca dan menulis. Adler (1967) salah seorang pakar pendidik menya­takan, Reading is a basic tool in the living a goog live, membaca merupakan alat utama agar seseorang dapat meng­gapai kehidupan yang baik.

Sejalan dengan dampak yang baik dari fungsi membaca, beberapa tahun terakhir pemerintah menggalakkan literasi di antaranya dengan menye­lenggarakan kompetisi dalam rangka pengadaan buku-buku untuk anak-anak, dari usia balita hingga SD. Kompetisi itu dilakukan oleh pemerintah pusat mau­pun daerah. Bentuknya lomba atau seleksi dengan hadiah yang lumayan besar. Hal ini dimaksudkan selain menghargai penulis, juga merangsang para penulis anak tergerak berkarya, sehingga membuat karya sesuai dengan konteks dunia anak-anak. Kemudian karya-karya terpilih dicetak menjadi buku-buku. Diharapkan dengan adanya buku-buku dari para pemenang lomba atau seleksi, anak-anak mendapatkan pe­n­galaman-pengalaman baru saat atau sedang membaca. Dari seleksi kom­pe­tensi buku anak, tahun 2018 saja, peme­rintah menerbitkan 100 buah buku lebih.

Gayung bersambut, para penerbit buku anak pun berlomba-lomba mener­bitkan buku-buku di pasaran, baik buku dengan pembaca anak secara mandiri maupun harus didampingi atau diba­cakan orang tua. Buku-buku itu pada intinya mengajarkan berbagai macam pendidikan karakter yang diperlukan anak, seperti mandiri, disiplin, peduli sesama, dll, dikemas dalam berbagai bentuk yang menarik, seperti cerita tentang princes, bentuk cerita fabel dan kehidupan anak-anak pada umumnya. Sebagian lagi berisi pengetahuan. Jadi, zaman sekarang jika orang tua sibuk bekerja cukup membeli buku-buku anak yang tersebar di toko-toko buku. Orang tua tidak lagi susah harus menceritakan dongeng seperti Kancil Mencuri Timum, dan cerita-cerita rakyat lain yang cenderung itu-itu saja, sebab buku anak yang dijual beragam. Dengan selalu mengajak anak ke toko buku, itu berarti membudayakan membaca, di samping itu anak bisa memilih buku sesuai keinginan. Dengan demikian anak bersemangat pula untuk membacanya.

Ada juga buku-buku yang mengajak anak melakukan aktivitas seperti me­warnai, menggambar, menghitung, dan aktivias lain yang intinya membuat anak bermain sambil belajar dengan menda­patkan pengalaman-pengalaman baru yang berguna. Hal ini menandakan anak telah melakukan literasi dalam bidang menulis.

Orang tua pun dapat mengembangkan dengan meminta anak menuliskan hal-hal yang dekat dengan anak. Dalam hal ini orang tua harus sering mengajaknya ke luar rumah mengenalkan ling­kungan­nya. Dengan mengajaknya ke kebun kemudian menyebutkan satu per satu bunga yang ada, misalnya, hal ini sudah menambah kosa kata anak. Semakin banyak anak diberi pengalaman semakin banyak pula kosa kata yang dimiliki. Biarkan anak mengungkapkan keinginan dalam bentuk tulisan sesuai kemam­puannya. Sebab menulis adalah sebuah proses. Dengan sering menulis mereka akan terampil pada waktunya.

Saat mendapatkan pengalaman, tidak hanya indra penglihatan yang bekerja, tetapi juga indra pendengaran. Penga­laman berkaitan dengan indra peng­lihatan diungkapkan dalam bentuk tulisan. Sedangkan indra pendengaran diungkapkan dengan berbicara. Dengan terus berlatih, lambat laun anak mampu menirukan yang diutarakan orang tuanya walaupun pengucapannya belum sem­purna. Dari satu kata, dua kata, dan terus berlanjut. Seiring usia anak dapat menyatakan kalimat dan mengerti kata ganti saya untuk merujuk dirinya, penggunaan kata jamak, awalan dan akhiran, begitu pun sikap mengkrtik dan memerintah maupun bertanya.

Mari, kita beri anak-anak dengan pengalaman-pengalaman yang ber­manfaat dan berkesan dengan budaya literasi, agar mereka tumbuh dan ber­kem­bang dengan semestinya. Karena perilaku baik walaupun sebagai ke­nangan akan memberikan semangat dalam kehidupan kelak menapaki masa dewasa. Bila anak-anak di negeri ini dibiasakan dengan budaya literasi dalam keluarganya, tidak mustahil kelak Indonesia menjadi negera terdepan. Negara dengan masyarakat yang cerdas dan dapat dipercaya. ***

Penulis guru bahasa Indonesia SMP Islam Nudia Semarang.

()

Baca Juga

Rekomendasi