Memburu Bayang-bayang

memburu-bayang-bayang

MEMBURU BAYANG-BAYANG

Rudiyanto Tanwijaya

Mungkin lebih baik

memburu bayang diriku sendiri

daripada harus memburu bayang dirimu.

 

sebab ini tak lain daripada

penyiksaan yang tersamar

kelak, aku bisa mati karenanya.

 

sampai kapan ini berakhir

tak ada kepastian yang jelas

tak ada jawaban yang pasti.

 

mungkin lebih baik

memburu bayangku sendiri.

setidaknya aku masih bisa

menghayati pergulatan langkahku..

 

daripada hanya sekedar menunggu

tanpa batas waktu…

(Medan, 24 Oktober 2018)

 

KONTRADIKSI

Rudiyanto Tanwijaya

Berjuta kata dari rongga mulut

hanya kata, dan selanjutnya kata…

kita terlalu banyak bicara

sampai lupa mendengarkan..

 

kita hanya menuntut jawab

enggan menelusuri sebab…

 

kenyamanan membuat kita malas

untuk beranjak dan bergeliat

berkemas menuju ufuk perubahan..

 

kaum pemalas dan pemelas

bertaburan di sepanjang sudut hidup

lebih suka menengadah tangan

ketimbang memikul beban kehidupan…

 

airmata putus asa yang prematur

lebih banyak daripada

tetes keringat kerja keras…..

 

ini bukan semata kontradiksi

tapi pertanda bahwa kesejatian hidup

mulai dikhianati …

(Medan, 30 Mei 2019)

 

AKU PERLU SENDIRI

Rudiyanto Tanwijaya  

Apakah engkau pernah

rindu pada kesunyian?

dimana kepenadan tertebus

dalam kebisuan tanpa kata..

hanya degup suara hati mengetuk

menyamarkan hingar bingar kekalutan

dalam pergulatan yang tak ada habisnya..

kita perlu keluar dari penjara bayang ilusi

yang hiruk pikuk tapi hampa..

sebab dengan kesunyian, aku percaya..

kita bisa berjabat tangan dengan jati diri

sembari mengurai berkah hidup…

(Medan, 24 Oktober 2018)

 

KISAH MUSIM HUJAN

Rudiyanto Tanwijaya

Kecipak air di selokan

pertanda engkau tlah hadir

 

mendung menjadi hiasan

di bentang luas langit

 

maka ada menjadi bergegas

pulang ke rumah, untuk

bisa menikmati hadirmu

dari jendela rumah yang buram…

 

ada pula yang gelisah  berbenah menghindarimu atau sembari mengutuk hadirmu yang seringkali datang tanpa pesan…

 

ada suka cita ada pula amarah dan gelisah begitulah kita…

 

hujan membawa banyak warna

seperti hidup yang tak slalu sama..

(Medan, 25 Oktober 2018)

 

TEMBANG

Qiey Romdani

Waktu sore aku menunggumu

penyair mendekap rasa rindu

pada wanita saat ini berjuang

membela tanah air dan nenek moyang

 

kamu tahu nenek moyang Madura

mereka lahir dari kelangan para raja

tak kenal lelah mencatat sejarah

sampai air mata menjadi mata air darah

 

pada air mata kudendangkan lagu

dari hasil pertapaan penyair dulu

untuk menjinakkan rasa dendam

Qiey, melagu tembang malam

 

saat Qiey berpuisi sore ini menjadi sunyi malam akan segera tiba

menyambut kekasih dengan mesrah

 

kalian tahu siapa kekasihnya

dia adalah wanita ciptaan-Nya

hasil meditasi sore dan malam

di bawah redup merah temaram

 

maka kuamini kesunyiannmu, Qiey

dari bening menjadi kenang.

Gersik Putih, 2019

 

PENANTIAN BERSAMA PUISI

Qiey Romdani

Malam pekat rindu membara sungai pecah tangis menjajah bintang bulan saling bertanya rindu wanita, kumenunggunya

 

esok adalah pertemuan cinta khidmat di dada hilangkan dendam gelora dada, cinta bertalu-talu namun penengah tabir rindu

 

ketika kutengok jejak sejarah paku panas muncul berdarah catatan harian jadi buram pilu hati selimuti malam

 

maaf, kutabur dalam dirimu

sebab di depan tabir membelenggu

aku menanti diujung waktu

bersama puisi hanyutkan syahdu

Sumenep, 2019

 

TANAH TEGAL

Qiey Romdani

Selamat datang di kota puisi, tanah Tegal

di bumi ini kita tumbuhkan harapan

tempat diksi bercocok tanam tumbuh

pohon literasi

 

setiap hari kau bajak dengan imajinasi

dari waktu senggang sampai lengang

sebuah impian para petani

puisi menyusuri jejak sunyi

 

adalah ladang pengetahuan

tanah subur tanah sangkolan

Gapura, 2019

 

TUAN JINGGA YANG TELAH PERGI

Anis Khoirunnisak

Sayu senja jingga di musim kemarin

menyisakan kenangan yang bertubi-tubi

tentang jingga di seberang kota

tentang cinta yang pernah berbunga

 

aku berikan ia nama tuan jingga

sebab sejak ia hadir; langit senjaku selalu merekah bias cahayanya selalu mampu memberi bahagia

 

kini, di manakah gerangan tuan jingga berada? hilang kabar tanpa jejak

lesap bagai asap dari korek api yang telah tertiup angin menepi tanpa pamit, menghilang tanpa sepatah kalimat pisah

Jombang, 20 Februari 2019-

 

RINDU YANG TELAH

MENETAP LAMA

Anis Khoirunnisak

Semusim telah berlalu kabarmu tak pernah kunjung tiba kering sudah air mata mengharap temu tiada jawaban pasti; kapan engkau kan datang?

 

rinduku telah berusia lanjut kesabaran dalam penantian hampir pupus diterjang waktu hari-hari lahir dengan harapan-harapan bahwa engkau akan datang berkunjung menemuiku

 

o, tuan

rinduku telah menetap di jantung dada

berdetak seirama dengan denyut nadi, mengalir deras dalam darah malang nian nasibku, Tuan menantimu yang tiada kunjung memberi kepastian

-Jombang, 20 Februari 2019-

 

JEJAK PARA PERINDU

Anis Khoirunnisak

Langit tengah bersedih hujan mengguyur bumi berhari-hari langit seolah tak kuat menampung derita

gejolak hati yang telah luluh lantah

 

nestapa merasuki diri para perindu; yang tak kunjung mencapai temu

kesedihan tak mampu dibendung

basah pelupuk mata oleh derai air mata sepi telah terbiasa menjadi teman sepanjang malam

 

ke manakah pelarian diri bagi para perindu; selain sajak-sajak kerinduan yang ditulis kala sedang hujan

ke manakah jejak para perindu setelah patah; selain coretan-coretan kecil harapan pertemuan

-Jombang, 20 Februari 2019-

 

MENANTI HADIRMU

Anis Khoirunnisak

Ada yang tengah diam termangu di beranda rumah mengamati lalu lalang orang-orang yang melintas di jalan raya setiap hari di dalam diri, lahir harapan baru berharap salah satu orang yang berada di antara kerumunan orang-orang di jalan raya ialah dirimu

 

sayangnya, tiada sesiapapun yang datang bertamu pun tiada satu pesan singkat yang masuk di telepon genggam gelisah menggelayuti hati yang tengah merindu lelah hati menunggu pujaan; siang dan malam

 

sendiri bersama sepi duduk termangu di beranda rumah dan dengannya; kuhabiskan banyak waktu luang

memupuk kesabaran demi kesabaran;

dengan kepercayaan tinggi bahwa engkau akan menepati janji kembali pulang dan bersama denganku lagi, kasih

-Jombang, 20 Februari 2019-

 

PERIHAL WAKTU #1

Linah Siregar

Ini soal waktu, yang kumain-mainkan

runtuh, luruh sudah tak bermakna

sejak senja bermain di ujung mata, lupa akan tempatku di bumi

 

PERIHAL WAKTU #2

Linah Siregar

Dunia kian rena, gencar meracuni hati

dahulu berjuang tanpa mengeluh, enggan berhenti dan pasrah

hari ini, beribu tanya bergelayut di kepala usia bukan lagi hal yang kutakutkan, tapi apa yang sudah kudapat?

 

PERIHAL WAKTU #3

Linah Siregar

Hujan turun dan runtuh sudah ke bumi

kucoba menghitung tiap dentikmu, perihal waktu yang terus berjalan

aku  menyelami sesalku dan terlalu dalam untuk kuarungi

aku hanya berdegum pasrah, kusiratkan impianku pada hujan

 

JERITAN MALAMKU

Linah Siregar

Kau tahu, beberapa malam ini tidurku tak pernah nyenyak

ada yang mengusikku dalam benak

kegaduhan yang beranak-pinak yang menyisakan malamku porakporanda, dan cemasku menjadi tamu terbaik

aku berusaha keras untuk tertidur,

kumatikan lampu, lalu ia padam berharap kantuk melanda udara dan kipas kubiarkan berdansa hingga gelombang mengguncang tubuhku

mataku tak menutup jua pukul dua hingga sampai subuh

 

SAJAK KUPU-KUPU 1

Nita Surtika Zalukhu

Seekor kupu-kupu terbang di ruang tamu siapa yang kelak datang ke rumah ini?bayang-bayang pohonan dimainkan angin tergambar jelas di dinding dan lantai

 

SAJAK KUPU-KUPU 2

Nita Surtika Zalukhu

Seekor kupu-kupu dengan sayap hitam pekat berbintik merah di kepala dan punggungnya hinggap di atas sebuah kursi di ruang tamu

seakan tanda kaulah yang kelak tiba

 

WAKTU YANG AKAN MENJAWAB 1

Nita Surtika Zalukhu

Masih ingat kah saat kita bersama dulu

mengikat tali persahabatan dengan begitu erat yang mungkin tidak seorang pun dapat melepasnya untuk memisahkan kita semua

 

WAKTU YANG AKAN MENJAWAB 2

Nita Surtika Zalukhu

Namun detik demi detik kian berlalu

semua telah hilang di telan zaman

bagaikan dedaunan yang terurai tanah

yang tak bisa kembali seperti semula

 

PULANG KAMPUNG#1

Teguh Ardiansyah

Mak, aku pulang

aku rindu kampung

rindu emak, abah dan sanak saudara

rindu rumah dan bilik tepas

melabuh lelah dan resah

Gen PenA, 2019

 

PULANG KAMPUNG#2

Teguh Ardiansyah

Aku rindu sungai

mendebur raga menghempas letih

menguak sejarah ketika belia

bermain air mencari belanak

dengan jaring dan bambu tombak

Gen PenA, 2019

 

PULANG KAMPUNG#3

Teguh Ardiansyah

Cerkukur manuk riang direranting

nyaring gembira rasa dihati

teman sejati penyambut pagi

sambilku duduk dinipan  kayu

ku tawar rindu pada secangkir kopi

Gen PenA, 2019

 

PULANG KAMPUNG#4

Teguh Ardiansyah

Mak, aku rindu sawah dan ladang

apa kabar padi dan  jagung syahdu berdendang diterpa pawana di dalam beranda beratap rumbia kududuk melepas pandang seluas ladang

tenanglah jiwa didalam sukma

Mak, aku pulang bertukar napas dari polusi kota ke segarnya udara desa

Gen PenA,2019

 

 

TINGGAL LUKA

Frengki S Purba

Kita pernah berjanji sehidup semati

namun kau ingkari dan tinggal imajinasi

kau telah pergi membawa mimpi

dan meninggalkan luka hati

Veritas Unika

 

 

P I S A H

Frengki S Purba

Cinta kita kian tak punya arah

yang terpuruk karena hati yang gelisah

rindu yang berat hingga membuat resah

dan kini terpaksa harus berpisah

Veritas Unika

 

 

I N S A N

Frengki S Purba

Setelah malam tiba kau menyala sebagai insan yang ku rindukan

yang selalu memberi secercah cahaya

dalam sunyi dan gulita

Veritas Unika

 

I M A J I

Frengki S Purba

Aku masih saja merinduwalau kini kau pergi tak meninggalkan jejak sehingga kini hadirmu hanyalah sebuah angan

yang hanya bisa ku lihat dalam ruang imaji

Veritas Unika

 

MALAMKU

Frengki S Purba

Ya.. aku selalu menanti malam dimana aku bisa bercumbu dengan secangkir kopi dan memeluk erat gitar tua nada dari petikan gitar itu membuat malam kian syahdu sementara kopiku memberi kenikmatan

Veritas Unika

()

Baca Juga

Rekomendasi