Ihwal Obat Penenang

ihwal-obat-penenang

Oleh: Ali Munir. Obat penenang atau da­lam baha­sa medis disebut se­datif, adalah jenis obat-obat­an yang memberikan efek ti­dur dengan rasa tenang kepa­da orang yang mengkonsum­sinya. Obat pene­nang biasa­nya tidak dijual bebas di apo­tek atau toko obat, tapi harus meng­­gunakan resep dokter.

Obat penenang bekerja di sistem saraf pusat dengan be­rikatan pada re­septor GABA yang merupakan neurotransmitter bersifat inhibisi pada sis­tem saraf pusat manusia. Obat pe­nenang juga bekerja menghambat efek eksistensi pa­da reseptor gluta­mate se­hingga pada dosis yang tepat orang yang mengkonsumsi­nya akan merasa tenang dan dapat tidur dengan nyaman.

Ada obat penenang semi­sal diazepam. Obat jenis ini cukup sering di­gunakan di ka­langan medis bahkan ter­­masuk obat yang paling se­ring diresepkan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.

Diazepam banyak diguna­kan ka­rena memiliki rentang dosis letal yang lebar namun memiliki efek penenang yang cukup kuat. Diazepam ba­nyak digu­nakan untuk me­ngurangi kece­ma­san dan meng­atasi kejang. Namun obat ini tidak disarankan un­tuk dibe­rikan kepada ibu ha­mil dan menyusui.

Ada pula jenis diphenhydramine. Jenis ini banyak di­gunakan di praktek dokter ber­sama-sama dengan obat pe­nurun panas (antipiretik) se­hingga pasien dapat tidur dengan nyaman. Sebenarnya, diphenhydramine adalah obat anti gatal dan alergi (an­tihis­ta­min) yang bekerja memblok reseptor H1 de­ngan efek samping sedatif.

Sebenarnya efek samping sedatif inilah yang dicari da­lam pembe­rian­nya. Di­phen­hydramine cukup aman digu­nakan sehingga masyarakat tidak perlu khawatir jika te­naga medis mem­berikan obat penenang jenis ini.

Alprazolam merupakah salah satu obat penenang yang kuga sering di­gunakan di dunia medis untuk mena­ngani pasien dengan ganggu­an cemas, depresi dan gang­guan panik. Obat un­tuk orang dengan gangguan jiwa (OD­GJ) ini termasuk obat golongan benzodiazepine. Benzodiazepine terma­suk go­longan obat yang bekerja de­ngan menekan sistem saraf pusat s­eh­in­gga memperlam­bat kerja sistem saraf.

Dosis yang biasa diguna­kan oleh tenaga kesehatan un­tuk menangani gejala kece­masan adalah 0,5 mg sam­pai 4 mg per hari. Obat ini akan be­ker­ja 10-18 jam setelah di­minum. Obat ini bisa meng­atasi gejala cemas ka­rena me­miliki efek antidepresan. Ke­lebihan lain dari obat ini ya­itu lebih ce­pat menghilang­kan gejala cemas di­banding obat penenang jenis lainnya.

Penyalahgunaan benzodiazepine sudah umum di ka­langan remaja, bahkan orang dewasa. Secara umum alpra­zolam termasuk salah satu obat go­longan benzodiazepine yang sering disalah­gunakan.

Beberapa obat pe­nenang juga ba­nyak dikaitkan de­ngan kasus kriminal kare­na penggunaannya dalam mem­bius orang kemudian mela­ku­kan tin­dak kejahatan di saat orang tersebut tidak sa­dar. Obat-obat yang dipakai ter­sebut biasanya jenis flu­ni­trazepam, temazepam, dan midazolam. Obat-obat jenis ini banyak digunakan dalam kasus perkosaan dan peram­pokan.

Ketika susah tidur, jangan sem­ba­rangan mengkonsumsi obat tidur. Bisa jadi obat yang Anda minum merupa­kan obat penenang yang be­lum tentu dapat mengatasi masalah tersebut, atau malah dapat menimbulkan efek sam­ping yang berbahaya.

Beberapa obat penenang da­­lam dosis rendah diman­faatkan sebagai perangsang kantuk (hipnotik sedatif) yang dapat membuat sese­orang ter­ti­dur. Namun, tidak berarti semua jenis obat pe­nenang dapat dimanfaat­kan se­bagai obat tidur. Obat pe­nenang se­cara umum diguna­kan untuk mengu­rangi gang­guan kecemasan atau stres yang berlebihan.

Obat penenang yang di­manfaatkan sebagai obat tidur sedianya hanya da­pat dikon­sumsi dalam jangka pen­dek. Jenis obat penenang hipnotik sedatif di antaranya adalah benzodiazepine dan barbiturate. Kedua golo­ngan obat ini merupakan obat yang lazim­nya diberikan kepada pende­rita gangguan kecemasan sehingga sangat sulit tidur.

Jika Anda mengalami su­sah tidur di­sebabkan oleh dep­resi atau gang­guan kece­masan, dokter mungkin akan meresepkan obat antidepre­san yang memiliki efek pe­nenang. Meski demikian, obat jenis ini tidak serta me­r­ta langsung dapat digunakan un­tuk mengobati gangguan tidur, seperti in­somnia atau susah tidur.

Untuk menghindari risiko penya­lah­gunaan obat pene­nang sebagai obat tidur, sela­lu konsultasikan ke dokter yang biasa menangani penya­kit Anda. Jika tak sesuai atur­an dari dokter, obat tidur da­pat menimbulkan efek sam­ping, yang antara lain berupa mulut ke­ring, mual, sakit ke­pala, pusing, sembelit, jan­tung berdebar-debar, ngantuk berlebihan, gangguan ingat­an, hingga gangguan cemas.

Selain itu, ternyata obat pe­nenang jenis ini juga dapat menyebabkan gang­guan saat tidur yang bisa ber­bahaya, misalnya tertidur saat sedang mengemudi atau tidur sambil berjalan.

Biasanya obat penenang di­resep­kan oleh dokter guna mengobati ke­cemasan yang berlebihan. Namun da­pat ju­ga digunakan bersama-sama de­ngan obat penahan rasa sa­kit (anal­ge­sik) guna mening­katkan efek penahan rasa sa­kitnya.

Namun, obat pene­nang pa­ling se­ring digunakan pada anestesi (pem­biusan) sebelum pembedahan. Obat pene­nang tidak boleh dikon­sum­si da­lam jangka waktu yang la­ma (ke­cuali ada indikasi me­dis tertentu) ka­rena dapat me­nimbulkan efek keter­gan­­tung­an.

Obat penenang sangat se­ring di­salahgunakan oleh masyarakat se­hing­ga menim­bulkan efek keter­gan­tungan. Ketergantungan secara psi­ko­lo­gis dapat membuat sese­orang m­e­rasa tidak berdaya tanpa obat pene­nang yang dikonsumsi.

Obat jenis benzodiazepine dan bar­biturat merupakan dua jenis obat pe­nenang yang banyak menyebabkan ke­ter­gantungan. Jika muncul ma­salah le­bih lanjut terkait efek samping obat pe­nenang, An­da perlu mendapat pera­watan lebih lanjut dari psikiater.

Gejala-gejala ketergan­tung­an obat pe­nenang akan muncul jika peng­gunaan obat­nya dihentikan, seperti ge­lisah, susah tidur, badan le­su, mudah lelah, kejang (pada orang dengan ri­wayat kejang sebelumnya), dan bah­kan da­pat menimbulkan kematian.

Namun jangan khawatir jika Anda mengkonsumsi obat penenang sesuati dengan anjuran dokter, sebab pada umumnya semua obat pene­nang baru menimbulkan ge­jala ketergantungan jika pe­makaiannya lebih dari 90 ha­ri dengan dosis terapi.

Jika dikonsumsi dalam jum­lah berlebihan, maka akan tejadi gejala overdosis obat penenang, yaitu gang­guan koordinasi, sulit berpi­kir, badan le­mas, diikuti de­ngan kesulitan ber­napas dan akhirnya mengarah pada ke­­matian. Untuk menghindari­nya, sa­ngat disarankan untuk tidak meng­konsumsi obat pe­nenang meleb­ihi do­sis yang diintruksikan oleh dokter yang merawat Anda.

Khusus wanita hamil, ibu menyu­sui, serta lansia, harus berhati-hati ter­hadap kon­sumsi obat tidur. Pada lansia, obat ini dapat me­ningkatkan risiko jatuh dan cedera pada malam hari. Do­sis yang di­be­rikan biasanya lebih ren­dah.

Selain itu, orang dengan kondisi medis tertentu, se­per­ti tekanan darah tinggi, gang­guan ginjal, atau memiliki ri­wayat kejang, harus lebih me­waspadai konsumsi obat penenang.

Obat penenang sangat ti­dak di­saran­kan untuk dikon­sumsi bersama de­ngan alko­hol karena dapat me­ning­kat­­kan kemungkinan terjadinya over­dosis. Sebab kedua obat ini dapat be­kerja saling me­nguatkan efek masing-ma­sing obat, dapat pula meng­aki­batkan penurunan kesa­daran, koma, hingga kemati­an.

Karena itu, manfaatkan obat pene­nang secara bijak. Hindari meng­gu­nakan obat penenang sebagai obat ti­dur tanpa peng­awasan dokter. Ji­ka me­ngalami susah tidur yang sulit diatasi, Anda se­baiknya berkonsultasi ke dok­ter agar dapat ditentukan penyebab su­sah tidur yang Anda alami, dan di­berikan pe­nanganan lebih lanjut se­suai diagnosis.

()

Baca Juga

Rekomendasi