
Oleh: Nindya Lisandri.
Narkoba merupakan kandungan zat kimia atau senyawa berbahaya yang dapat menimbulkan efek kecanduan bagi penggunanya. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga memiliki istilah lain, yaitu Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Semua istilah ini mengacu pada resiko ketergantungan atau kecanduan bagi penggunanya. Perubahan presepsi penggunaan senyawa psikotropika yang salah diartikan mengakibatkan pemakaian di luar kebutuhan atau fungsi yang semestinya.
Senyawa ini semestinya digunakan untuk membius pasien yang akan menjalani tindakan operasi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit atau penggunaan pada pasien dengan penyakit tertentu.
Di Indonesia, peredaran narkoba sudah sangat mengkhawatirkan. Bukan hal yang sulit untuk menjumpai para pengguna maupun penjual narkoba bahkan di daerah terpencil sekalipun. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan pelajar atau generasi muda dapat membahayakan keberlangsungan bangsa ini dikemudian hari. Pengaruh zat adiktif yang menghancurkan syaraf sehingga membuat penggunanya sulit untuk berfikir jernih.
Mengapa narkoba mampu membuat candu bagi penggunanya? Narkoba berpengaruh pada kerja otak sehingga mampu memanipulasi perasaan, mood, dan prilaku. Narkoba juga mampu mempengaruhi cara berfikir dan mengubah suasana perasaan. Inilah alasan mengapa narkotika disebut sebagai zat psikoaktif.
Dari semua rasa yang dipengaruhi oleh Narkoba, para pengguna tidak menyadari bahwa ada berbagai macam efek narkoba pada tubuh terutama pada kerja otak. Contohnya adalah golongan opioida seperti candu, morfin, heroin dan petidin. Pengaruh zat pada narkotika jenis ini disebut depresansi yang akan menurunkan kesadaran dan akan menimbulkan rasa kantuk.
Bagaimana narkoba mampu mempengaruhi otak? Otak berfungsi sebagai pusat kendali pada tubuh. Pada otak kita terdapat sistem limbus yang bertanggung jawab atas naik turunnya suasana perasaan. Narkoba juga menstimulasi kerja otak sehingga menimbulkan rasa segar, semangat, dan meningkatnya rasa percaya diri.
Dalam sel otak juga terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat ini berkerja pada sambungan sel syaraf (sinaps). Sejumlah neurotransmitter ini mirip dengan beberapa jenis Narkoba sehingga zat narkotika akan dapat langsung bereaksi.
Selain itu, ada beberapa syaraf yang akan terganggu dan berdampak pada kerja sistem saraf tersebut. Misalnya terganggunya saraf sensorik yang akan menyebabkan rasa kebas dan penglihatan buram hingga beresiko menyebabkan kebutaan.
Gangguan saraf otonom ini yang menyebabkan memunculkan gerakan yang tidak dikehendaki melalui gerak motorik, sehingga dalam keadaan mabuk bisa melakukan apa saja di luar kesadarannya. Ketika saraf motorik terganggu, akan muncul gerakan tanpa koordinasi dengan sistem motorik itu sendiri, sehingga membuat kepala bergerak atau bergoyang goyang sendiri seakan ia mengikuti alur musik.
Gerakannya baru berhenti jika pengaruh dari Narkobanya hilang. Gangguan saraf vegetatif, ini akan membuat keluarnya bahasa di luar kesadaran dan selalu ingin berbicara. Namun, akan menimbulkan rasa takut dan kurang percaya diri pada saat tidak menggunakannya.
Jika saraf tidak berkerja sesuai dengan sistem yang ditetapkan oleh tubuh, maka ini akan menyebabkan kerusakan sistem saraf di otak mulai dari ringan hingga permanen. Pada saat menggunakan narkotika akan terjadi muatan listrik berlebih pada otak dan jika ini terjadi terus menerus akan dapat merusak saraf.
Pada saat mengonsumsi narkotika, secara otomatis otak akan memberikan tanggapan dengan mengeluarkan neurotransmitter dopamin sehingga memberikan reaksi seperti rasa nyaman dan kesan menyenangkan, sehingga otak merekam sebagai sesuatu yang dicari karena menganggap itu suatu hal yang dibutuhkan.
Otak dilengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan menghindari rasa sakit. Ini merupakan prinsip kebutuhan dasar pada manusia. Sama halnya dengan makan, otak akan memberikan informasi untuk mencari makanan pada saat kita lapar. Jika seseorang sudah ketergantungan, dan otak terus merasa membutuhkan, maka akan terjadi program salah pada otak.
Hal itu seakan-akan merupakan kebutuhan pokok, sehingga akan menyebabkan kecanduan dan ketergantungan. Namun, jika hal tersebut tidah terpenuhi maka pemakai akan merasakan sebaliknya, ia tidak nyaman dan kesakitan.
Dengan mengonsumsi terus menerus maka tubuh akan mengalami peningkatan toleransi tubuh sehingga secara otomatis pemakai akan meningkatkan dosis pemakaian sampai akhirnya tubuhnya tidak dapat menerima lagi atau biasa kita kenal dengan istilah overdosis.
(Penulis adalah mahasiswa Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara)