
Tapsel, (Analisa). Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan salah satu solusi dalam mengurangi tingginya produksi emisi karbon dan polusi udara yang disebabkan pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti batubara, gas dan minyak bumi.
"Pernyataan ini, disampaikan sejumlah ahli dalam acara halalbihalal PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Batangtoru bersama media yang dipandu artis ibukota Duma Riris di Jakarta, baru-baru ini," ujar Public Relation (PR) Dede Wafiza Aisah kepada Analisa di Sipirok, Kabupaten Tapsel, Kamis (4/7).
Dede mengatakan, dalam paparan Firman Taufick Communicatons and External Affairs Directors PT. NSHE disebutkan, selama ratusan tahun manusia menggunakan pembangkit listrik berbahan fosil, yang secara terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir.
Hal tersebut, menyebabkan polusi udara dan peningkatan emisi karbon yang memicu terjadinya perubahan iklim. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat, terjadi tujuh juta kematian dini akibat polusi udara dan empat juta di antaranya berada di kawasan Asia Pasifik.
Bencana ini, katanya, menyebabkan kerugian ekonomi dunia sebesar US$ 5 triliun. Kemudian pada tahun 2030, diperkirakan akan mengurangi produksi pangan dunia sebesar 26 persen. "Karena itulah, peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2019 mengusung tema 'Kurangi Polusi'," ujarnya.
Diminimalisir
Sementara Husni Safruddin, Kasubdit Penyiapan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), mengatakan, penggunaan bahan bakar fosil harus diminimalisir dan energi terbarukan yang lebih bersih seperti halnya PLTA Batangtoru harus dikedepankan.
"PLTA Batangtoru bagian dari komitmen pemerintah Indonesia mendukung Paris Agreement. Sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), tahun 2025, target 23 persen Energi Baru Terbarukan (EBT) sudah terwujud," tuturnya.
Lebih lanjut Dede mengungkapkan, Senior Adviser on Environment and Sustainability PT. NSHE Agus Djoko Ismanto dalam acara itu, menambahkan, air merupakan sumber energi bagi PLTA Batangtoru. Sehinga, dipastikan PLTA ini senantiasa menjaga kelestarian alam. Sebab, ketersediaan pasokan air tersebut tergantung pada lestarinya lingkungan.
"PLTA Batangtoru tidak memiliki reservoir, karena stok airnya tersimpan di dalam hutan. Secara fundamental, agar selalu memiliki ketersediaan air sebagai nyawa operasioal turbin pembangkit listrik, PLTA ini mempertahankan kelestarian kawasan yang menghasilkan air," tegasnya.
Di sisi lain, ungkap Dede, pakar orangutan dari Universitas Indonesia, Rondang Siregar mengapresiasi PT. NSHE pemrakarsa PLTA Batangtoru yang konsisten menjaga dan melestarikan alam.
Menurutnya, emisi karbon dan polusi udara bukan hanya membunuh manusia, tetapi juga satwa di bumi ini. "Orangutan spesies satwa yang rentan terhadap dampak polusi dan emisi karbon. Melestarikan lingkungan seperti dilakukan PLTA Batangtoru, bukana hanya sekedar menyelamatkan manusia, tetapi juga orangutan dan satwa lainnya," katanya. (hih)