Oleh: Sri Wahyuni
PENYAKIT infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau sumbernya, infeksi dapat berasal dari komunitas (Community Acquired Infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital Acquired Infection) yang lebih dikenal dengan istilah infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infection (HAI), yaitu infeksi yang berkembang di lingkungan rumah sakit. Istilah nosokomial ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “nosos” yang artinya “penyakit” dan “komeo” yang artinya “merawat”. Sehingga, infeksi nosokomial diartikan sebagai infeksi yang penularannya didapat atau terjadi ketika berada di rumah sakit.
Infeksi nosokomial didapat selama penderita di rawat di rumah sakit, dengan catatan ketika masuk rumah sakit masa inkubasi penyakit tidak sedang berlangsung. Penderita ditetapkan terkena infeksi nosokomial jika infeksi yang didapat di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan terjadi lebih dari 48 jam sejak mulai perawatan atau sesudah saat pertama masuk rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dengan kasus terbanyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang karena penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Studi penelitian yang dilakukan pada tahun 1997 diperoleh prevalensi terkecil infeksi nosokomial yang ditemukan pada beberapa negara di Eropa dan Amerika berkisar kurang dari 1%, sedangkan prevalensi tertinggi ditemukan pada negara di Asia, Amerika Latin, Afrika bagian Sahara sebesar 40%.
Sedangkan di Indonesia sendiri infeksi nosokomial secara nasional belum ada angka yang pasti, namun berdasarkan suatu studi prevalensi yang dilakukan di Indonesia pada 10 rumah sakit pendidikan diperoleh angka prevalensi infeksi nosokomial yang cukup tinggi yaitu 9,8% dengan bentang 6,1%-16%.
Di samping itu, infeksi nosokomial menjadi salah satu penyebab terbesar kematian pada pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit. Setiap tahun, infeksi nosokomial menyebabkan infeksi pada lebih dari dua juta penderita yang sedang dirawat di rumah sakit, atau sekitar 5-10% penderita rawat inap, dan menyebabkan sekitar 90.000 kematian setiap tahun.
Infeksi nosokomial dapat menyebabkan pasien terkena berbagai macam penyakit dengan gejala yang berbeda. Berdasarkan Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit yang dirumuskan oleh Kemenkes RI, beberapa penyakit yang sering terjadi akibat infeksi nosokomial adalah:
a. Bakteremia atau Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP). Infeksi dapat terjadi bila kulit tempat masuknya jarum pada tindakan intravaskuler, atau di tempat masuknya kateter di daerah subkutan (infeksi terowongan-tunnel infection).
b. Pneumonia (PNEU). Mikroorganisme dapat ditemukan di dalam lambung, di jalan napas bagian atas dan bronki dapat menyebabkan infeksi paru (pneumonia). Mikroba penyebabnya terutama bersifat endogen yang berasal dari sistem pencernaan atau hidung dan tenggorokan, atau dapat juga bersifat eksogen yang berasal dari alat bantu pernapasan yang tercemar.
c. Infeksi Saluran Kemih (ISK). Infeksi nosokomial yang terjadi akibat penggunaan kateter kandung kemih.
d. Infeksi Luka Operasi (ILO). Faktor yang memengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di tempat pembedahan selama berlangsungnya pembedahan adalah teknik dan cara kerja pembedahan (misalnya: kebersihan), lama berlangsungnya operasi, dan kondisi kesehatan umum penderita.
Faktor yang dapat memengaruhi dan meningkatkan risiko seseorang untuk terkena infeksi nosokomial adalah:
• Masa rawat inap yang panjang
• Patogen (bakteri, jamur, virus, parasit). Hal ini terkait dengan jumlah dan virulensi bakteri yang tinggi, serta resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat meningkatkan risiko terkena infeksi nosokomial. Resistensi antibiotik ini bisa juga disebabkan karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan.
• Kondisi pasien. Hal ini terkait dengan beberapa kondisi pasien yang lebih memudahkan untuk terkena infeksi nosokomial yaitu usia dan status imun pasien yang lemah. Pasien lansia (usia di atas 70 tahun) dan bayi akan lebih mudah untuk terserang infeksi nosokomial. Begitu juga dengan status imun pasien yang lemah misalnya pasien dengan penyakit HIV/AIDS dan malnutrisi, kondisi tersebut akan menurunkan daya tahan tubuh pasien sehingga risiko untuk terkena infeksi nosokomial pun meningkat.
• Kelalaian petugas yang lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani pasien
• Prosedur yang dilakukan terhadap pasien seperti tindakan operasi, penggunaan kateter, pemasangan alat bantu napas, dapat meningkatkan risiko terkena infeksi nosokomial karena adanya kontaminasi langsung dengan alat yang masuk ke dalam tubuh.
Gejala terkena infeksi nosokomial umumnya sama dengan tanda-tanda infeksi lainnya. Biasanya demam sering menjadi gejala pertama infeksi. Gejala dan tanda lainnya adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah, pengeluaran urine yang berkurang, meningkatnya jumlah leukosit serta terjadinya gangguan mental.
Pada pneumonia, penderita mengalami gangguan saat bernapas dan gangguan waktu batuk. Penderita dengan infeksi saluran kemih mengalami nyeri saat kencing dan terdapat darah di dalam urine. Infeksi lokal yang terjadi biasanya dimulai dengan adanya pembengkakan, kemerahan jaringan setempat, nyeri pada kulit atau sekitar luka atau luka yang terbuka, sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan sepsis. Perlu diketahui, seluruh gejala tersebut timbul setelah perawatan di rumah sakit dan tidak sesuai dengan keluhan awal saat masuk rumah sakit.
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pada prinsipnya, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi nosokomial seperti selalu menjaga hygiene perorangan, baik hygiene petugas perawatan, pasien, dan pengunjung rumah sakit. Penularan infeksi dari orang ke orang dapat dicegah dengan selalu melakukan dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan.
Petugas kesehatan wajib mengikuti Standard Operational Procedure (SOP) setiap akan melakukan pemeriksaan dan perawatan pasien seperti penggunaan pakaian pelindung, masker, sarung tangan dan perlengkapan lain yang dianjurkan.
Selain itu, setiap kali akan melakukan tindakan medis terhadap pasien misalnya penyuntikan dan pemasangan kateter atau respirator, perlu dilakukan sterilisasi alat-alat perawatan menggunakan air panas atau air mendidih, melakukan desinfeksi perlengkapan penderita, serta selalu menjaga kebersihan di sekitar lingkungan rumah sakit atau di luar rumah sakit.
Hal ini dikarenakan lingkungan rumah sakit dapat menjadi sumber penularan patogen nosokomial dan menyebabkan terjadinya kontaminasi langsung dengan alat-alat medis yang masuk ke dalam tubuh.
(Penulis adalah mahasiswi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UINSU, Angkatan II Tahun 2016)