Serbuan Made in Tiongkok

serbuan-made-in-tiongkok
Oleh: Jan Roi A Sinaga. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini sebenarnya memiliki banyak tafsiran dan pengertian. Namun, satu hal yang harus kita pahami bahwa, rujukan kalimat “ke negeri Cina” bukan tanpa alasan, karena sejarah mencatat peradaban negeri Cina (Tiongkok) memang sudah maju sejak dahulu kala. Mulai dari pertanian, pengobatan, hingga pembangunan irigasi.

Apa yang negara Tiongkok tidak mampu ciptakan saat ini? Memang, Tiongkok sempat tidak sepopuler masa kejayaan kerajaannya. Bahkan, menurut Ahmad Helmy Fuady dari LIPI, hingga 2001, Tiongkok bahkan belum dilirik negara lain sebagai mitra dagang utama. Tetapi, dalam kurun waktu 18 tahun, Tiongkok mampu menguasai pasar dunia. Bukan hanya dari segi manufaktur, melainkan hampir hadir di semua lini, di seluruh negara di muka bumi ini.

Seperti pasar smartphone, produksi Tiongkok berhasil menguasai 52% pasar smartphone dunia dengan mengandalkan beberapa merek andalannya, seperti Huawei, Xiaomi, Oppo, Vivo, dan lainnya. Bahkan dalam daftar Top 20 Worldwide Internet Leaders menurut laporan Kleiner Perkins, ada 9 perusahaan raksasa asal Tiongkok di dalamnya. Alibaba, Tencent, Ant. Financial, Baidu, Xiaomi, Didi Chuzing, JD.com, Meituan Di samping, TouTiau adalah nama perusahaan Tiongkok yang tidak asing lagi di telinga masyarakat dunia.

Meski belum sepenuhnya menguasai pasar teknologi dunia, tapi teknologi asal Tiongkok tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Bahkan, Amerika yang selama ini menjadi raja teknologi dunia, mulai khawatir dengan pengaruh Tiongkok terhadap “pasar” mereka. Perang dagang dengan Tiongkok pun dimulai. Bukannya menyerah, Tiongkok menyerang balik. Amerika berpikir bahwa bisa menekan Tiongkok dengan sejumlah “embargo” terhadap beberapa produknya, ternyata dibalas hal serupa oleh Tiongkong terhadap sejumlah produk AS.

Teranyar, Amerika sempat melarang Google untuk beroperasi di perangkat Huawei. Bukannya ketar-ketir, Huawei malah memberikan penawaran menarik; Google tetap jalan, atau kami luncurkan HongMeng OS dan memboikot produk Apple di negeri tirai bambu tersebut. 

Sepintas teringat pesan Soekarno, yang mengajak Indonesia untuk berdikari, mandiri, sehingga tidak mudah di intervensi oleh asing.

Masuknya produk asing memang bukanlah sebuah bencana bagi industri dalam negeri, karena hal ini bertujuan untuk menstabilkan harga dalam negeri. Namun, jika produk “receh” impor pun sudah mulai membanjiri pasar Indonesia, bukankah sudah menjadi masalah serius bagi bangsa kita?

Made in Tiongkok 

Bukan hanya ke Indonesia, produk Tiongkok telah merambah ke seluruh pasar dunia. Tentu kita masih ingat suara riuh gemuruh di dalam stadion saat Piala Dunia Afrika Selatan digelar pada 2010 silam. Bukan suara penonton, melainkan bunyi “Vuvuzela”, terompet khas Afrika Selatan. Sejatinya, vuvuzela terbuat dari bahan plastik, di mana untuk mengeluarkan bunyinya dengan menggunakan perpaduan tiupan serta getaran dari bibir. 

Meski vuvuzela alat tiup khas Afrika Selatan, namun saat gelaran Piala Dunia berlangsung, Vuvuzela yang beredar di kalangan Supporter adalah buatan Tiongkok. Kenapa? Harganya lebih murah dibanding buatan pengrajin Afrika Selatan, ditambah kejelian pengrajin Tiongkok dalam 'menangkap' peluang pasar.

Sebagai pelaku usaha, penulis langsung terjun ke distributor untuk membeli barang yang akan dipasarkan. Yang penulis temukan, dari sekian banyak barang yang dibeli hampir 90% barang buatan Tiongkok. Bahkan, barang-barang seperti souvernir gantungan kunci bertuliskan “Lake Toba”, “Berastagi” dan lain sebagainya, berasal dari Tiongkok.

Sah saja jika kita belum mampu bersaing di bidang teknologi, infrastruktur dan sistem pertahanan negara dengan Tiongkok. Namun, jika pasar di Indonesia sudah dibanjiri produk dari Tiongkok, yang mana seharusnya bisa dihasilkan pengrajin lokal, maka kita sedang berada dalam masalah serius. Kepercayaan konsumen terhadap produk lokal akan semakin menurun, yang bisa “membunuh” secara perlahan industri kreatif dan rumah tangga secara perlahan.

Mencari barang “Made In Tiongkok” bukanlah perkara sulit di pasar seluruh Indonesia, bahkan hingga pelosok desa. Jumlahnya bisa 1 produk Indonesia berbanding 5 produk dari Tiongkok. Mulai dari peralatan rumah tangga, hingga penggunaan teknologi, semuanya buatan Tiongkok. Kenapa semudah itu barang dari Tiongkok membanjiri pasar Indonesia?

Dalam pertemuan Regional Consultative  Process (RCP), Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memaparkan bahwa ada 16 negara termasuk Indonesia yang mengeluhkan produk Tiongkok yang membanjiri pasar internasional. Diperkirakan, Tiongkok melakukan praktek  dumping alias politik dagang yang menetapkan harga jual di luar negeri lebih rendah dari harga normal. Mungkin selain mudahnya produk asing masuk ke negara kita, praktek ini menjadi penyebab utama mengapa produk Tiongkok  bisa membanjiri pasar di Indonesia karena harga lebih murah daripada produk lokal.

PR Semua Pihak

Jika keadaan di mana produk Tiongkok terus menerus membanjiri pasar seluruh Indonesia, lama kelamaan produk asli Indonesia akan “mati” karena tidak mampu bersaing dari segi harga. Oleh karena itu, harus ada tindakan nyata dari pemerintah untuk membendung serbuan produk impor di negara kita. Membatasi produk Impor tentu saja bukanlah perkara mudah, karena bisa berbuntut pembatasan barang ekspor dari negara kita menuju negara lain. Mungkin langkah kongkret yang bisa diambil sebagai jalan pintas, yakni memberi keringanan kepada para pelaku usaha, baik dari segi pinjaman, pajak, dan cost produksi lainnya, sehingga para pelaku usaha bisa bersaing dari segi harga dan kualitas dengan produk impor.

Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat Indonesia pun harus ikut serta memajukan dan mencintai produk-produk asli Indonesia. Terlepas dari barang elektronik dan teknologi, ada baiknya masyarakat Indonesia lebih mengutakan penggunaan barang asli Indonesia. Karena jika pemasaran produk asli Indonesia berjalan dengan lancar, maka hasil produksi akan meningkat. Dan sejalan dengan itu, perusahaan atau industri akan semakin “sehat”, yang berdampak kepada peningkatan kualitas barang hasil produksi, serta kesejahteraan masyarakat.

Dan yang terpenting, inovasi dan kreativitas para pengrajin serta pelaku usaha di negara kita harus terus dinamis mengikuti arus perkembangan zaman. Para pemuda Indonesia, mahasiswa dan para lulusan SMK harus bisa menjadi wirausaha mandiri guna memenuhi kebutuhan produk dalam negeri. Hingga suatu saat nanti, cita-cita Bung Karno agar Indonesia bisa mandiri benar-benar terwujud dan tidak mudah di Intervensi oleh asing. 

Mari, pergunakan produk asli Indonesia. Seperti pesan Alim Markus, pemilik perusahaan elektronik asal Indonesia, Maspion Group, Cintai lah produk-produk Indonesia. Jika sudah demikian, maka nantinya bukan “made in Tiongkok” lagi yang kita temukan di pasaran, melainkan “Made in Indonesia” yang akhirnya mampu menguasai pasar Internasional. Semoga! ***

Penulis pemerhati sosial dan pendidikan.

()

Baca Juga

Rekomendasi