Oleh: Ris Pasha
Arjuna Mencari Cinta (AMC), pertama kali terbit 1977, oleh Cypres, Jakarta, Tahun 2019, diterbitkan kembali oleh Gramedia Pustaka Utama.
Kemudian novel ini mendapat hadiah dari Yasan Buku Utama, Depdikbud RI, 1977 untuk kategori buku bacaan remaja. Pada 1981 terbit pula buku lanjutannya yang berjudul Arjuna Mencari Cinta Part II (Part II). Pada 1983, terbit pula novel lanjutannya berjudul Arjuna Wiwahahaha (Wiwa). Itulah Trilogi novel Yudhistira.
Dalam hal ini, Yudhistira memang berhasil menjadi seorang provokator bagi para remaja, khususnya remaja laki-laki. Yudhistira yang nakal, berhasil melahirkan kenakalan “anaknya” si Arjuna. Novel yang booming dan sempat dijadikan film ini, menjadi acuan remaja laki-laki, pada masanya. remaja SLTA dan mahasiswa sampai semester tiga.
Itu kenakalannya. Provikasinya, kalau mau dicintai cewek, cowok itu harus pintar, agar cowok lain tak mampu berbuat apa-apa ketika kita nakal. Dari AMC, Part II dan Wiwa, dengan nakalnya, kita dibawa bertualang. Bertualang cinta, tualang kenakalan dan sejuta petualangan lainnya.
Betapa tidak, semakin Arjuna dicintai, semakin dia merajalela dengan petualangan cintanya. Pacar sahabatnya juga dia ‘mainkan”. Bukan itu saja. Ketika dia ke kantor papinya (Bratasena), saat sepi, sekeraris papinya di kantor (Pergiwaty) itu juga dia cium. Sekretaris yang cantik, menggiurkan dan aduhai. Sampai-sampai Arjuna tak bisa tidur dibuatnya. Arjuna menulis sepotong surat singkat dan dimasukkan ke dalam laci sang sekretaris.
Saat dia datang lagi, Pergiwaty menantangnya dan terjadilah adegan cium-ciuman yang hangat. Eh... Bratasena, papinya Arjuna muncul tiba-tiba dan mulailah terjadi kebencian ayah-anak.
Saat Arjuna semakin mencintai Pergiwaty, dia datang ke kantor ayahnya secara diam-diam. Arjuna menyaksikan sendiri, kalau Pergiwaty yang sangat dia cintai itu, sedang berpagutan dengan papinya. Arjuna menghempaskan pintu membuat Bratasena dan Pargiwaty tersadar. Arjuna meninggalkan tempat itu. Dia langsung minggat (meninggalkan rumah) menuju Jogjakarta ke rumah eyangnya.
Sebelumnya, sejumlah nama cintanya telah ditualangi oleh Arjuna. Termasyuk Setyowaty pacar teman akrabnya sendiri, Palgunadi.
Semakin para cewek yang dipacarinya itu semakin mengharapkannya, saat itu pula Arjuna meninggalkannya. Dia sangat puas bila para cewek itu patah hati. Anehnya banyak para cewek lainnya, ingin dibuat patah hati oleh Arjuna. Sementara para cowok yang pacaranya dirampok Arjuna, tak bisa berbuat apa-apa. Mereka masih mengharap dan bergantung pada Arjunaa saat ujian. Arjuna tempat mereka menyontek. Nah di silah motivasi nakalnya Yudhistira. Jadi cowok itu harus pintar di sekolah.
Pada Part II
Yudhistira yang melahirkan Arjuna dalam kenakalannya, lebih kocak lagi. Arjuna jatuh cinta pada tetangganya yang sudah menikah. Semasa gadisnya cukup bahenol dan setelah menikah tetap bahonel. Bahenol dan bahonel hanya setipis kulit bawang saja.
Selain itu kuliah di Jogja, dia juga dekat dengan dua gadis, Dewi Suksesi (anak penjual gudeg) dan Permoni (gadis Manado). Dua gadis dengan sifat berbeda. Sesunguhnya Arjuna malah terpikat oleh Utari, gadis anak penjual batik. Arjuna terpukul, karena Utari dijadikan sebagai orang yang menemaninya menonton dengan kekasihnya. Arjuna marah dan menendang pintu besi sampai tulang kakinya retak.
Sebelum minggat ke Jogja, Arjuna menemukan foto Palgunadi di kamar adiknya, Putri. Terjadi pertengkaran di antara mereka. Arjuna mulai gelisah. Selama ini dia tak percaya adanya karma, kini dia dikejar oleh karma. Dia takut Palgunadi balas dendam justru pada adik kandungnya sendiri.
Di Jogja pula Arjuna melakukan minggat jilid dua. Dia mengikuti sepasang suami-isteri, nelayan yang masa senggang dipakai jual obat pingir jalan. Di Medan lebih dikenal dengan ‘tukang koyok’. Arjuna tingal di rumah metreka di Cirebon. Tak tahan jadi nelayan, Arjuna mengambil peralatan orang tua angkatnya dan dia pun jadi tukang koyok.
Arjuna di tangkap polisi, semua peralatan orang tua angkatnya disita. Karena Arjuna masih belia dan diyakini bukan untuk buat onar, dia dilepas. Peralatan orang tua angkatnya, raib entah ke mana.
Wiwahehehe
Adalah petualangan terakhir Arjuna dan kenakalannya. Benar-benar petualangan menegangkan dan aneh. Petualangan cinta, petualangan spiritual, petualangan wisata, dan segudang patualangan lainnya.
Yudhistira dan anaknya Arjuna mengajak kita wisata ke Gunung Fuji yang ada dua danau di dekatnya. Mereka tidak tahu, kalau Gunung Pusuk Buhit dan Danau Toba jauh lebih indah dibanding dengan Gunung Fuji dan dua danau kecil di dekatnya. Biarlah, yok kita ikuti saja.
Di sana kita diajak bertemu dengan dewa-dewi, dengan Mushasi, dengan patung-patung bahkan dengan para jenderal perang. Termasuk jenderal yang pernah memimpin PD-II. Sudah tak usah marah, karena Arjuna tak tahu, kalau berpetualang ke Pusuk Buhit dia akan bertemu dengan Deak Boru Parujar. Naga Padoha, si Raja Batak dan sejuta tokoh lainnya.
Soal patung yang digambarkan di Wiwahehehe, juga tak sehebat patung Singa-singa, patung penjaga Huta di harbangan dan gorga lainnya. Oke, biar saja, tahun depan Arjuna kita undang ke Tanah Batak.
Setelah mengikuti semua alam dan budaya serta sejarah Jepang, akhirnya kita tahu. Ternyata Yudistira mempertemukan adiknya Arjuna, si Putri dengan Mushasi. Ini adalah teknik Yudistira. Kalau tidak, Arjuna akan balas dendam pada Palgunadi. Palgunadi akan dibunuh atau dibom. Akibatnya Palgunadi akan ditangkap Satpol PP dan diserahkan ke polisi.
Kocak, nakal, ada sedikit satire, ada juga unsur edukasinya. Karena menurut saya, buku ini haruslah dibaca. Nah, di sinilah nampaknya, Yudhistira mengajak penerbitnya berguru ke juragan jengkol di Medan, Juhendry Chaniago.
Satu buku, namun sesunguhnya ada tiga novel di dalamnya. Harga buku ini Rp. 115.000,- Kalau dibagi tiga, berarti setiap novel harganya tak sampai Rp. 34.000,- Begitulah pengaruh juragan jengkol dari Medan. Oh..., industri. Mari..., mari..., beli satu dapat tiga.