GADIS PANCURAN BERSEPATU HAIHILL

gadis-pancuran-bersepatu-haihill

Saut Poltak Tambunan
GADIS PANCURAN BERSEPATU HAIHILL
aku suka mengulang-ulang bagian ini. mengarak lagi semua kenang tentangmu. kau ingat, pada selalu sore aku duduk di situ.
mataku menunggu di batas pandang tubir jurang itu. berangsur kau muncul dari bawah. kulihat binar matamu. gadis kampung penjunjung air dari pancuran dasar lembah.

bermula dari ujung ember hitam. tanganmu. rambutmu. wajah dan senyummu tetap merengut. kulihat seluruhmu. selalu aku sudah pilihkan kata terbaik yang berbeda untuk setiap kali. kau tetap melengos dengan desis yang tak berbeda: “isshh!”
gadis kampung penjunjung air dari pancuran dasar lembah. kubiarkan kau berlalu lalu merekammu dalam kenangku. menatapmu dari belakang hingga berbelok di jalan setapak dan hilang di balik pohon randu. liuk gemulai pinggulmu menari. melangkah kukuh  dengan ember di atas kepala. gadis kampung penjunjung air dari pancuran dasar lembah.
berbilang purnama aku masih menunggumu, di tubir jurang, di mulut kampung. mendekap rindu yang kukemas dengan bingkai yang berbeda untuk setiap kali. perempuan kini berpantalon ketat sepatu haihill berambut ‘belanda’. berbibir merah. gadis kampung penjunjung air dari pancuran dasar lembah.
2015

 

TAK PERNAH MALAM KE LAIN PAGI
setia-Mu dulu kini
sepasti fajar dan matahari
segalaku berangkat
dan pulang pada-Mu

tak akan labuh malam
ke lain pagi

tak akan ayun langkah
ke lain pergi
Agustus 2016

 

LENTERA DERMAGA
nanar bersandar di tiang dermaga tua
dua perahu dari labuhan ini
berlayar menjadi titik di laut lepas
semakin lengang reriuh pantai bersilurus
dengan gemuruh dalam kepalamu

semua berubah sunyi suara alam bersidenging
sunyi yang bersahutan jika ada suara langkah
itu  kakimu sendiri jika ada debar, itu dadamu sendiri.

tinggal satu kapal itu pun sudah angkat jangkar
meski belum akan berlayar

sisa lentera di dermaga meredup
entah harus kau padamkan
atau biarkan angin memadamkannya
sebab tak ada lagi siapa-siapa di sini
hanya ombak
hanya angin
hanya kau
SPT - 22 Agustus 2016.

 

Ruth Thabita Silaban
HADIRNYA SEBUAH TAKDIR
saat takdir berkata lain
tak ada satupun dari kita yang dapat berselimut dari padanya dia datang tak mengenal waktu dan saat
sebagai tamu yang tak diundang dia datang menghampiri.

butuh kewaspadaan menanti hadirnya
butuh kesiapan dan kepasrahan
dia datang tak memandang bulu
dia akan menerjang apapun yang menghalangi jalannya.
Medan, November 2018

 

SAJAK PURNAMA
alam sangat pandai menyembunyikan sedihnya
saat malam tak lagi suci, langit kesepian
tak ada setitik cahaya pun yang menghiasinya
dia benar-benar sendirian.

sebuah cahaya terang digelapnya malam
lentera alam yang sangat menawan
mampu menerangi alam semesta
dengan cahaya indah dan syahdunya.

janganlah kiranya cahayamu padam
tetaplah hiasi langit malam dengan keindahan
tetaplah jadi lentera saat sang surya tlah berpulang.
Medan, November 2018

()

Baca Juga

Rekomendasi