Kemendikbud: Anggaran Jumbo Minim Hasil

kemendikbud-anggaran-jumbo-minim-hasil

Oleh: Vincencia Dian P Hia Baru-baru ini, Menteri Ke­ua­ngan Republik Indonesia, Sri Mul­­yani kembali mengeluhkan pe­nggunaan anggaran pendidikan Indo­nesia yang dinilai minim hasil. Ke­luhan ini tentu bukan tanpa se­bab, melihat pemerintah telah me­ng­alokasikan dana yang cukup be­sar untuk pendidikan di Indonesia, yaitu sebesar 20% dari APBN de­ngan jumlah dana yang terus ber­tam­­bah setiap tahunnya. Dalam 5 tahun terakhir, anggaran pendidikan selalu di atas Rp 400 triliun dengan jumlah tertinggi pada 2019 sebesar Rp 492,5 triliun. Angka ini bahkan lebih tinggi dibandingkan alokasi APBN 2019 untuk infrastruktur, yaitu Rp 415 triliun. Hal ini me­nunjuk­kan betapa pemerintah per­caya bahwa pendidikan adalah investasi terbaik bangsa ini.

Indonesia vs Vietnam

Sri Mulyani dalam suatu wawan­cara baru-baru ini menyatakan bah­wa Indonesia dan Vietnam sama-sama mengalokasikan angga­ran 20% dari total APBN untuk pendi­dikan. Namun, kualitas pendidikan kita masih jauh di bawah Vietnam. Pada 2015, negara-negara peserta OECD melaksanakan penilaian atas sis­tem pendidikan dari 70 negara peserta. Hasilnya, Indonesia berada pada posisi ke-62, sangat jauh di ba­wah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam di posisi ke-8 dan Singapura di posisi pertama.

Programme for International Students Assessment atau lebih sering dikenal dengan PISA adalah sebuah program penilaian tiga tahunan yang diselenggarakan oleh OECD untuk menilai kualitas, kemerataan dan efektivitas sistem pendidikan di suatu negara. Penilaian tersebut dilakukan dengan melakukan survei kemampuan siswa-siswi berusia 15 tahun dalam bidang sains, mate­matika dan literasi. Rendahnya pe­ring­kat Indonesia berdasarkan PISA membuktikan bahwa usaha mening­kat­kan mutu pendidikan di Indonesia tidak sesederhana menambah pro­porsi dana pendidikan dalam APBN karena seberapa pun banyak­nya dana yang dikucurkan untuk pen­didikan, jika tidak ada peren­ca­naan dan strategi yang baik, maka dana tersebut tidak akan pernah cukup dan bahkan menjadi sia-sia.

Sistem Pendidikan Vietnam

Perhatian yang besar terhadap pen­didikan negaranya telah ditun­juk­­kan Vietnam sejak lama. Ber­dasar­­kan Laporan Hasil Kunjungan Kerja Anggota Badan Pertimbangan Pen­didikan Nasional ke Vietnam pada 2000, anggaran pendidikan Vietnam pada saat itu adalah 15% dari APBN-nya, di kala anggaran pendidikan Indonesia masih sebesar 3,8% dari APBN. Mereka percaya bah­wa pengembangan sistem pen­di­­di­kan merupakan sebuah usaha jang­ka panjang yang harus dila­ku­kan secara berkesinambungan. Hal ini terlihat dari filosofi bangsa Viet­nam yang menyatakan “Me­nanam po­hon yang kokoh diper­lukan se­puluh tahun, membangun manu­sia ber­kualitas diperlukan waktu ber­atus tahun”. Mereka pun tak ber­hen­ti untuk melakukan pemba­ha­ruan dan pengembangan sistem pen­di­di­kan agar sejalan dengan usaha me­ma­jukan sektor industri, mo­derni­sasi dan integrasi inter­nasional.

Keberhasilan sistem pendidikan di Vietnam ditentukan oleh output siswanya, yaitu moral, kecerdasan, kesehatan dan bakat. Untuk dapat mencapai output tersebut, Vietnam dikenal dengan 3 fokus utama pendidikannya yaitu:

1. Kepemimpinan yang ber­ko­mitmen

     Pemimpin negara berkomitmen dalam membangun SDM melalui pendidikan yang visioner dan sinkron dengan rencana strategis negara.

2. Kurikulum yang berfokus

     Kurikulum dibangun untuk me­ng­hasilkan siswa-siswi yang proaktif dan kreatif. Pola pen­didikan dengan cara menghafal dihapuskan dan digantikan de­ngan pemahaman konsep. Selain itu, pendidikan juga menjadi sarana penetrasi nilai-nilai na­sional dan lokal, seperti etika, moral, patriotisme, unity, community spirit, dan tradisi.

3.  Investasi pada pengembangan guru

     Guru menjadi kunci utama dalam proses pengembangan sistem pendidikan. Oleh sebab itu, Vietnam bersungguh-sungguh dalam memberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Vietnam juga memperhatikan kesejahteraan guru dengan mem­berikan gaji yang relatif lebih tinggi dari profesi lain, dengan insentif yang berbeda bagi guru di kota dengan guru di pelosok.

Dana BOS dan Kesejahteraan Guru

Dari berbagai hal yang harus segera dibenahi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada 2 masalah terbesar yang saat ini dihadapi dunia pendidikan Indonesia, yaitu (1) operasional sekolah dan (2) kesejahteraan guru. Saat ini, operasional sekolah dibiayai oleh pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), se­hing­ga sekolah tidak diperbolehkan lagi melakukan pungutan dari para siswa. Dana BOS ini disalurkan ke sekolah setiap tahun berdasarkan jumlah siswa dan tingkatan sekolah.

Berdasarkan Permendikbud No­mor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Seko­lah Reguler, SD menerima Dana BOS sebesar Rp 800.000,00 per sis­wa per tahun, SMP sebesar Rp 1.000.000,00 per siswa per tahun, SMA sebesar Rp 1.400.000,00 per siswa per tahun, SMK sebesar Rp 1.600.000,00 per siswa per tahun dan SLB sebesar Rp 2.000.000,00 per siswa per tahun. Program dana BOS ini tentu disambut baik oleh se­­ko­lah dan para orang tua siswa ka­rena program ini memberi ke­sem­patan bagi siswa kurang mampu un­tuk mendapatkan pendidikan yang layak dan setara. Namun, da­lam praktiknya, sekolah-sekolah masih mengalami kesulitan dalam mela­ku­kan pengelolaan keuangan dana BOS tersebut, sehingga tujuan uta­ma dana BOS untuk mening­katkan kua­l­itas pendidikan di In­do­ne­sia ti­dak tercapai. Beberapa per­ma­sala­han dalam pengelolaan ke­uangan dana BOS adalah sebagai berikut.

1. Pencairan dana BOS yang tidak tepat waktu mengakibatkan sekolah kesulitan untuk membiayai kebutuhan operasional sekolah. Hal ini mengakibatkan sekolah terpaksa menggunakan uang pribadi kepala sekolah atau wakil kepala sekolah untuk menanggulangi kebutuhan operasional sekolah sebelum dana BOS diterima.

2. Pelaporan penggunaan dana BOS oleh sekolah harus dilaksanakan secara tepat waktu, meskipun pencairan dana tersebut terlambat. Bendahara dana BOS yang biasanya merangkap sebagai guru pun harus mampu menyusun pertanggungjawaban dana BOS dalam waktu yang singkat. Hal ini tentu saja berpotensi mengganggu konsentrasi guru tersebut dan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.

3. Penetapan jumlah dan pencairan dana BOS adalah sesuai dengan tahun anggaran, sedangkan penerimaan siswa baru meng­ikuti tahun ajaran. Hal ini mengakibatkan perubahan jumlah siswa pada bulan Juni/Juli. Sekolah hanya diperbolehkan untuk melakukan perubahan data siswa sebanyak satu kali, yaitu pada triwulan 3 dan 4 tahun anggaran. Namun, penambahan jumlah siswa selain triwulan 3 dan 4 tidak diim­bangi dengan penambahan alokasi dana BOS untuk sekolah.

4. Sejak tahun 2015, jumlah dana BOS yang diterima sekolah per siswa per tahun adalah sama. Sebagai contoh, sejak tahun 2015 hingga Permendikbud baru tentang dana BOS diterbitkan pada tahun 2019, SMP hanya menerima dana BOS sebesar Rp 1.000.000,00 per siswa per tahun. Penurunan jumlah siswa mengakibatkan pe­nurunan jumlah total dana BOS yang dite­rima sekolah sedangkan kebutuhan opera­sional sekolah tidak turut berkurang, justru cenderung bertambah dari tahun ke tahun.

Selain itu, keterbatasan guru dan rendah­nya tingkat kesejahteraan guru juga menjadi PR yang harus segera diselesaikan oleh pe­merintah melalui Kemendikbud dan K/L lain yang terkait. Mengutip pernyataan Men­teri Pendidikan dan Kebudayaan, Mu­ha­djir Effendy, 40.000 orang guru pensiun setiap tahun sedangkan jumlah guru yang lulus tes CPNS tidak mampu menutupi jumlah kekurangan guru. Akibatnya, sekolah melakukan rekrutmen guru honorer dengan penghasilan yang jauh di bawah UMR. Jumlah guru yang terbatas dengan penghasilan yang minim tentu berpengaruh terhadap kualitas dan komitmen guru dalam mencerdaskan bangsa.

Oleh sebab itu, jika Indonesia percaya bahwa pendidikan adalah investasi bangsa, pemerintah harus segera merancang dan menerapkan suatu sistem rekrutmen, pelatihan dan penggajian guru yang menjamin ketersediaan guru, kesejah­teraan guru dan peningkatan kualitas pendidikan bangsa.***

Penulis pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.

()

Baca Juga

Rekomendasi