Menertibkan PKL Jalan Bulan Medan

menertibkan-pkl-jalan-bulan-medan

Oleh: Ahmad Afandi. Tampaknya Pemerintah Kota Medan se­rius untuk mener­tib­kan areal pusat pa­sar. Terhitung per tanggal 13 Agustus 2019, petugas Pamong Praja beserta Di­nas Kota Medan sudah 4 kali ber­ope­rasi di sekitar Jalan Bulan/ Letkol Mar­ti­nus. Menertibkan puluhan PKL yang masih saja menggelar dagangannya. Ini me­ru­pa­kan buntut dari masalah belasan tahun yang lalu.

Wacana penggusuran belum direali­sasi­kan. Ujungnya banyak pedagang baru yang merasa sudah memiliki ijin setelah membayar iuran sewa lapak kepada or­ganisasi SPSI. Buldoser beserta mobil bak besar sudah mulai mengangkuti ba­ngu­­nan yang dirobohkan Pemkot Medan. Namun tetap saja ada beberapa pedagang yang berjualan. Memanfaatkan lapak se­petak tanah dan kesempatan jika tidak dia­wasi oleh Pamong Praja yang ber­tu­gas. Meski ditakutkan jika tidak ada upa­ya serius dari petugas, penggusuran kem­bali menjadi wacana.

Sekitar 3 tahun yang lalu, penertiban PKL di Jalan Bulan sudah terjadi. Saya masih ingat betul bagaimana organisasi masyarakat, para pedagang beserta SPSI menolak penggusuran. Baku hantam, lempar botol dan benda padat lainnya sedikitnya membuat para pedagang tersebut dagang shok.

Upaya penertiban hanya sampai 30% saja. Besoknya kebanyakan pedagang kembali membuka dagangannya. Be­be­rapa pedagang bahkan sempat men­diri­kan kios kecil-kecilan untuk usahanya. Ji­ka ditilik dari izinnya, para pedagang ti­dak memiliki izin yang sah dari pe­me­rintah kota. Penertiban baru-baru ini me­ru­pa­kan upaya untuk merealisasikan pe­na­taan tata letak kota. Dikabarkan untuk areal Jalan Bulan, akan dibuat semacam taman kota sebagai tempat persinggahan masyarakat. Namun perlu diingat, jika penertiban kali ini benar-benar untuk kali terakhir, artinya perlu upaya extra un­tuk terus melakukan patroli berkala se­bagai bentuk kewaspadaan aakam adanya pedagang yang nakal.

Menurut data, paling tidak ada 312 pedagang kaki lima yang menghiasi areal pusat pasar Kota Medan. Penyebarannya mulai dari sepanjang Jalan Veteran, Jalan Bin­tang, Sei Kera, Jalan Bulan, dan se­kitar wilayah pintu masuk pusat pasar. Asumsi saya mengatakan perlu setidak­nya kurang lebih 3 bulan untuk mener­tib­kan seutuhnya sampai rencana mem­ba­ngun taman kota menemui waktu yang te­pat. Karenanyawajar bila masih ter­dapat pkl yang sembarang membuka la­pak jualannya di wilayah yang tidak di­jaga oleh petugas. Padahal pemerintah kota telah menginstruksikan kepada para pe­dagang untuk pindah ke tempar yang telah disediakan. Contoh pasar raya MMTC yang kini menjadi hunian tetap bagi para pedagang meski berdasarkan pen­jelasan pedagang yang di sana lang­sung mengatakan dampak penjualan di pasar raya MMTC belum dikatakan se­suai diharapkan. Sekali lagi, jika wacana ini segera terealisasi artinya itu baik secara umum bagi lingkungan. Meng­ingat banyaknya sampah yang diproduksi selama para pedagang tetap beroperasi.

Namun dampak bagi konsumen memang begitu terasa. Konsumen tidak lagi bisa berbelanja dengan harga ter­jang­kau. Harga yang ditawarkan oleh PKL Jalan Bulan tergolong sangat murah dibandingkan beberapa pasar di Kota Medan. Apalagi jika konsumen membeli dengan jumlah yang besar. Salah satu pem­beli di Jalan Bulan mengatakan pi­hak­nya merasakan kekecewaan yang sa­ngat berarti. Sebab dengan alasan jarak tem­puh yang cukup dekat menjadikan pu­sat pasar Jalan Bulan memberikan ke­mu­dahan khususnya penyediaan bahan pa­ngan. Lagi pula, tidak ada produk pen­jua­lan yang menyalahi aturan. Bahkan bisa dipastikan para pedagang selalu menjual barang yang masih sangat baru. Dampak ke konsumen jelas sampai ke pelosok desa. Pasalnya pembeli bukan hanya datang dari sekitaran pusat Kota Medan. Melainkan banyak sekali para UMKM dari beberapa wilayah. Maklum jika perhitungan masih menguntungkan konsumen, seberapa jauh pun barang yang hendak dibeli, maka akan diupa­yakan untuk embeli.

Pendekatan Sosial

Kalau dikatakan kasihan, tentu jika kita berada di posisi para pedagang yang di­gusur, normatifnya kira sedih dan me­rasakan kehilangan mata pencaharian. Bagaimanapun para pedagang juga sudah me­ngeluarkan iuran per bulannya sebagai bentuk upah sewa tempat. Saya sempat menyaksikan bagaimana seorang pe­da­gang buah menangisi sambil meronta me­lihat kios buatannya sendiri dirubuh­kan petugas Satpol PP. Sehingga bagi para petugas diharapkan menerapkan be­berapa pendekatan kepada para pe­dagang.

Pertama kali, dibutuhkan pendekatan sosial bagi para pedagang. Pendekatan so­sial dihadapkan bagaimana cara pe­tugas membaur dan terlibat langsung pa­da pedagang. Berbaur menyesuaikan sem­bari memberikan edukasi atas tin­da­kan membuka lapak tanpa izin. Pen­dekatan seharusnya mengedepankan dia­log kepada para pedagang. Jangan sampai ada pihak yang merasakan penindasan satu sama lain. Selain itu, perlu di­per­timbangkan mengenai dampak apabila para pedagang memaksakan dagangan­nya digelar di sembarang jalan protokol. Bagaimanapun letak pusat pasar sangat berdekatan dengan tempat penting lainnya, termasuk sekolah dan pusat perbelanjaan.

Jika dipaksakan, ditakutkan akan me­ngambil hak para pejalan kaki. Pen­ce­maran udara kerap terjadi dikarena­kan polusi yang berlangsung cukup lama. Pe­nyebaran sampah menjadi dampak paling fatal. Jika sesekali anda mengitari Jalan Bulan ataupun Veteran, anda akan temukan banyak tumpukan sampah yang menyengat hidung. Pemcemaran terjadi begitu masif disusul sampah anorganik yang sembarang dibuang para pedagang. Karenanya mau tidak mau penggusuran memang harus terjadi.

Namun dengan beberapa catatan, jangan sampai menghilangkan icon para pe­dagang yang menjual dagangannya de­ngan murah meriah. Jika memang dengan pendekatan dialog antara petugas dan pedagang tidak berlangsung dengan baik, saya berharap sebaiknya pemerintah kota menertibkanpara pedagang tanpa harus menghilangkan mereka. Mungkin saja itu terjadi jika memiliki konsep yang baik. Pemerintah dapat mendirikan ruko atau bangunan siap pakai untuk mereka. Sistem ini dilakukan dengan melibatkan sistemsewa kepada para pedagang nantinya.

Kalau di wilayah Tembung, yang du­lunya juga ingin digusur akan tetapi se­karang memiliki konsep tersendiri se­bagai upaya mengembangkan porsi UMKM di tingkat desa. Maka dibangun­lah beberapa ruko berderet bagi para pedagang. Tantangan ituterjawab saat saya menanyakan nominal sewa yang ha­rus dibayar. Hanya sekitar 5 juta untuk bia­ya per tahunnya. Cukup dapat dijang­kau oleh pedagang kecil. Tanpa meng­hilangkan mata pencaharian, meletakkan fungsi bisnis sekaligus meningkatkan upaya untuk melestarikan serta me­ngem­bangkan UMKM bagi masyarakat.

Andai, dan harapan kita juga melekat pada Pemerintah Kota Medan untuk me­nerapkan sistem sewa kepada para pedagang, untuk menata para pedagangdi sekitar wilayah Jalan Bulan. Sebab ba­gaimana pun para pedagang yang telah me­miliki izin juga berdagang di lokasi ter­kait, satu sama lain saling melengkapi. Akan tetapi hal ini tidak akan terwujud bila dalam perencanaan pemerintah han­ya melibatkan investor besar dan eko­nomi makro saja, meskipun penertiban benar harus dilakukan. Paling tidak untuk mengurangi sedikit pedagang yang menyesaki jalan. Semoga! ***

Penulis adalah mahasiswa Perbankan Syariah Universitas Potensi Utama Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi