Kita Semua Bersaudara

kita-semua-bersaudara

PRESIDEN Joko Widodo meminta seluruh warga Papua dan Papua Barat untuk tenang dan tidak meluapkan emosi secara berlebihan. Alangkah lebih baiknya apabila masyarakat Papua dan Papua Barat memaafkan jika merasa tersinggung. Sebagai saudara sebangsa dan setanah air, yang paling baik adalah saling memaafkan. Menurut Kepala Negara, emosi itu boleh, memaafkan lebih baik. Sabar itu juga lebih baik.

Apa yang dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang benar. Kita bersaudara. Tanpa ada persaudaraan di antara, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak akan ada. Tanpa ada persaudaraan, proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia tidak akan bisa dibacakan pada 17 Agustus, 74 tahun silam. Artinya, perjuangan untuk mem­per­oleh kemerdekaan ini, terjadi karena kita bersaudara. Karena itu persaudaraan harus dijaga dan dipelihara.

Memang memelihara dan menjaga persaudaraan tidak mudah. Menjaga dan memelihara kerukunan di antara ribuan suku bangsa yang ada di republik ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan kesadaran dan kedewasaan dalam perbuatan dan tindakan agar tidak menyinggung elemen masyarakat lainnya.

Inilah yang terjadi beberapa hari yang lalu di Jawa Timur. Sejumlah saudara kita, yaitu mahasiswa asal Papua mengalami persekusi dan tindakan diskri­minasi rasial. Masuk akal dan bisa diterima, jika saudara-saudara di tanah asalnya di Papua dan Papua Barat protes akibat tindakan tersebut. Sayangnya tindakan tersebut mengakibatkan kerusuhan dan kerusakan akibat emosi yang meluap.

Persekusi dan diskriminasi rasial itu sendiri terjadi diduga akibat berita tidak benar (hoaks). Yang patut disayangkan, sejumlah oknum aparat keamanan diduga terlibat dalam tindakan yang tidak benar tersebut. Penyebaran hoaks sejalan dengan mening­katnya penggunaan media sosial (medsos), memang sangat sulit untuk dikontrol dan dihentikan. Belum hilang dalam ingatan kita bagaimana situasi di republik ini saat kontestasi presiden akibat berita-berita tidak benar tersebut. Jangankan antarkelom­pok masyarakat, antaranggota keluarga saja bisa konflik akibat hoaks ini. Untunglah, pihak yang berkontestasi segera melakukan rekonsiliasi hingga perpecahan di tengah masyarakat kita meski belum pulih seluruhnya, setidaknya mampu diredam.

Kini, diduga akibat hoaks itu pula, terjadi aksi lain yang tidak kalah mengkhawatirkan. Sebagian anak bangsa yang sudah selama 74 tahun bersama-sama membangun bangsa dan negara ini masih mendapat perlakuan yang tidak wajar. Memang mencegah hoaks ini tidak mudah. Bahkan orang yang pendidikannya cukup tinggi sekalipun, masih sering terpedaya oleh hoaks.

Untuk itu kita kembali diingatkan, untuk menggu­nakan akal sehat dan berpikir secara rasional apabila mendapat berita yang ‘tidak biasa’. Berita ‘tidak biasa’ di sini maksudnya, berita yang isinya menyerang, menjelek-jelekkan, mendiskreditkan dan sejenisnya, terhadap seseorang atau sekelompok orang. Cek dan perikasalah terlebih dahulu kebenarannya dari sumber-sumber yang bisa dipercaya. Fanatik terhadap seseorang atau kelompok tertentu tidak dilarang. Namun jangan sampai fanatisme yang berlebihan itu merugikan orang lain.

Peristiwa ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Ke depannya persoalan seperti ini kita harapkan jangan sampai terulang kembali. Menjaga persudaraan dan kerukunan di antara kita yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, bahasa, dan kepentingan bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun kita bisa melaku­kannya apabila berpikir menggunakan akal sehat secara jernih. Ketidaksetujuan atau ketidaksepakatan terhadap sesuatu masalah merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi. Namun menyampaikan ketidaksepakatan atau ketidaksetujuan tersebut sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang benar tanpa dibarengi dengan emosi yang berlebihan apalagi menyangkut persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian pula pelanggaran atas hukum harus dituntaskan agar tidak terjadi diskriminasi di antara sesama kita. Ingat nasihat Presiden Jokowi, kita semua bersaudara.

()

Baca Juga

Rekomendasi