Oleh: Hendrizal SIP MPd. Kini lebih banyak orang tidur daripada orang yang terbangun dari tidurnya. Artinya mereka belum sadar akan kebodohan. Dan, mereka yang kini sedang tidur, sesungguhnya bagaikan orang yang belum tersadarkan atas kejahatannya dan telah memasuki suatu kehidupan yang suram serta menyeramkan.
Dari dahulu sampai sekarang, sikap orang yang sedang tidur terangkum dalam kalimat, “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”. Kalimat tersebutlah yang banyak mereka jadikan acuan dalam menapak kehidupannya tanpa melihat norma-norma yang ada dan termaktub dalam kitab sucinya atau hukum yang berlaku. Mereka hanya enak tidur dan bermimpi pada siang dan malam hari tanpa mau mengubah tabiat dan moral atau akhlaknya yang tercela dan menjadi ladang kehancurannya.
Kebodohan seperti itu telah kembali di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara kita. Buktinya, berbagai kejahatan sangat marak di dalam negara kita ini, mulai dari kejahatan kelas teri (jalanan) sampai kejahatan kelas atas dan berdasi (korupsi, kolusi dan nepotisme/KKN). Bahkan, kekerasan seksual terhadap anak-anak pun makin menyeruak.
Persoalannya, apa yang harus kita perbuat selaku orang yang memiliki tanggung jawab antarsesama? Jawabannya adalah kita saling membantu dan saling nasihat-menasihati. Terutama pemimpin kita yang sudah memiliki kekuasaan penuh. Coba kita lihat dan cermati dalam hati sanubari kita tentang fenomena atau kejadian di sekitar kita, terutama negeri kita Indonesia tercinta ini.
Setiap menit ada saja terjadinya kejahatan. Banyak pembunuhan yang telah terjadi dan mungkin menodai nama baik kita sebagai manusia yang saling bersosial, luhur, sopan santun, ramah tamah, Pancasilais, religius.
Contohnya, sering kita lihat di media massa telah terjadi berbagai pembunuhan, bahkan sampai ke tingkat yang sangat sadis. Misalnya, ada seorang ayah membunuh anak kandungnya, karena hanya mengambil permen tanpa seizin ayahnya. Pelecehan seksual, pemerkosaan dan HIV/AIDS makin menjamur. Narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) telah membanjiri pelosok negeri ini. Beberapa waktu lalu bahkan terbongkar penyelundupan narkoba seberat 1 ton lewat suatu pelabuhan di tepi pantai dekat hotel Mandalika, di Serang, Banten. Ada pula pengungkapan 40 kg sabu yang berasal dari Malaysia di Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Ini semua telah menjadi ‘tradisi’ bagi orang yang ‘tidur’, belum sadar atas kebodohan.
Kemaksiatan itu adalah warisan dari tradisi kebodohan (jahiliyah) dan sekarang telah menjadi warisan bagi orang yang ‘tidur’ (belum sadar atas kebodohan) serta sebagai pengisi kekosongan dalam kehidupannya. Kemaksiatan tersebut bahkan kini juga sudah menjadi berita hangat dan hiburan bagi orang-orang yang ‘tidak punya pekerjaan’. Mereka secepat mungkin meng-upload-nya di media sosial, bahkan membumbuinya dengan hal-hal yang bersifat hoax. Tentu tanpa menyeleksinya terlebih dahulu seperti yang idealnya dilakukan media massa konvensional (cetak, televisi dan radio).
Dr Richard Cabot, seorang profesor kedokteran di Universitas Harvard, dalam bukunya “How Human Life” mengatakan bahwa “Sebagai seorang dokter, saya menasihatkan, banyak mengobati orang-orang yang menderita penyakit kelumpuhan jiwa yang diakibatkan oleh keraguan, rasa takut, dan ketidakpastian. Keberanian yang diberikan kepada kita oleh kerja keras seperti kepercayaan diri, telah membuat Emerson begitu hebat, misalnya.”
Semua penyakit ada obatnya, apalagi penyakit tidur atau belum memiliki kesadaran untuk mengubah dirinya pada kehidupan yang baru. Carilah obat kebahagiaan dalam diri Anda sendiri, bukan di sekitar dan di luar diri Anda. Dan itu pun harus dengan kerja keras dan meninggalkan keraguan dalam diri dalam mencari kebaikan.
Penyair Inggris, John Milton, berkata, “Fungsi dan sifat akal itu bisa membuat surga menjadi neraka dan neraka menjadi surga”. Oleh karena itu, antara akal dan wahyu Tuhan harus saling mengisi. Orang tidur dan belum sadar adalah contoh orang yang tidak menggunakan akalnya dengan baik, sehingga membuat neraka tidurnya menjadi surga dunia baginya.
Tradisi kebodohan (jahiliyah) saat ini telah menjadi tontonan hangat masyarakat kita dan telah menjadi ‘tradisi’ orang yang tidak menggunakan akalnya serta menjadi ladang kejahatan bagi pendosa-pendosa yang hanya memikirkan perutnya daripada masyarakat kecil. Tradisi ini berasal dari lemahnya iman seseorang dan ‘tidur’ (kebodohan) menjadi surga dunianya serta sifat kerja keras maupun semangat hidup ke arah kebaikan menjadi sampah dan rongsokan dunia baginya.
Muhammad Iqbal, seorang penyair filosof Pakistan, mengatakan, “Jika iman telah tiada maka tidak ada lagi rasa aman, dan tidak ada dunia bagi siapa yang tidak menghidupkan iman. Barang siapa rela dengan kehidupan tanpa agama (aturan), dia telah menjadikan kehancurannya sebagai teman karibnya”. Itulah yang perlu kita renungkan di saat kian banyaknya orang bodoh di negeri kita sekarang. Marilah kita segera sadar! ***
Penulis adalah, dosen PGSD FKIP Universitas Bung Hatta Padang; kandidat Doktor UNP.