Medan, (Analisa). Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (2016), satu dari tiga atau 33,33 persen (prevalensi) atau sekitar 33,2 juta perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atauseksual dan satu dari 10 perempuan di usia itu mengalami kekerasan sepanjang 12 bulan terakhir.
Sementara itu, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (2018) mencatat dua dari tiga anak-anak atau 66,67 persen (prevalensi) anak-anak, atau sekitar 53,06 juta anak-anak dan remaja perempuan atau laki-laki pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya. Kekerasan yang dialami oleh anak dan remaja cenderung tidak berdiri sendiri tetapi bersifat tumpang tindih di antara jenis kekerasan, mencakup kekerasan fisik, emosional, dan seksual.
Oleh sebab itu mengutip Pidato Kenegaraan Presiden RI, Joko Widodo dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Proklamasi Kemerdekaan RI, Indonesia maju bukan hanya karya Presiden dan Wakil Presiden, bukan hanya karya lembaga eksekutif, lembaga legislatif ataupun yudikatif saja. Tetapi keberhasilan Indonesia juga karya pemimpin agama, budayawan dan para pendidik. Keberhasilan Indonesia adalah juga karya pelaku usaha, buruh, pedagang, inovator maupun petani, nelayan dan UMKM, serta karya seluruh anak bangsa Indonesia.
Menyahuti pidato itulah, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu mengungkapkan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas harus dipersiapkan sejak dini. Salah satu proses penting untuk menghasilkan SDM unggul adalah memastikan setiap bayi yang lahir adalah dari seorang ibu yang sehat secara fisik, mental, dan sosial. Harapannya, bayi terbebas dari stunting, dan ketika tumbuh mereka terpenuhi hak-haknya dan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Setidaknya persis hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2016-2018 yang disebutkan di awal tadi mengindikasikan belum optimalnya isu gender dalam pembangunan dan tingkat pemahaman masyarakat tentang hak perempuan dan anak, terutama hak untuk terbebas dari kekerasan dan berbagai bentuk diskriminasi. Terkait itu dijelaskan Pribudiarta, Kemen PPPA melakukan berbagai upaya guna mewujudkan kesetaraan gender sehingga perempuan Indonesia sehat secara fisik, mental, sosial, dan terbebas dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi; dan memastikan anak-anak Indonesia terlindungi dan terpenuhi haknya sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi SDM unggul.
“Untuk mencetak SDM yang pintar dan berbudi pekerti luhur harus didahului oleh SDM yang sehat dan kuat. Bukan hanya calon ibu, tetapi kita juga harus mempersiapkan calon ayah dan lingkungan yang sehat sehingga seluruh komponen, dari lingkungan terkecil, menengah, hingga besar aman dan layak untuk anak-anak Indonesia,” tegasnya.
Barangkali mempersiapkan SDM yang unggul bukanlah perkara yang mudah. Namun sejatinya keberhasilan Indonesia mempersiapkan generasi bertalenta yang berhati Indonesia dan berideologi Pancasila untuk Indonesia maju membutuhkan keterlibatan seluruh rakyat Indonesia. (del)