Pinjaman Online, Untung Atau Buntung

pinjaman-online-untung-atau-buntung

Oleh: Dwi Arifin

PERKEMBANGAN teknologi dan in­ternet yang begitu pesat memiliki peran besar dalam menunjang segala akti­vitas kehidupan manusia. Di te­ngah era revolusi industri 4.0 seperti saat ini, berbagai inovasi muncul dengan memanfaatkan kedua hal tersebut. Misalnya saja, kehadiran e-commerce atau online market­place yang makin menembus batas-batas dan menggeser makna pasar yang seperti kita pahami se­belum­nya. Lebih jauh lagi, semakin pesatnya perkembangan teknologi dan internet juga meram­bah industri keuangan Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya financial technology (fintech).

Salah satu jenis layanan fintech yang mulai berkembang di Indo­nesia meliputi peminjaman (len­ding). Banyak lembaga peminjaman yang mengaplikasikan pinjaman on­line atau sering juga disebut peer to peer (P2P) lending. Dimana ada satu lembaga pihak ke dua yang berdiri di tengah untuk memper­temukan pihak investor (kreditur), dan pihak bor­rower (debitur).

Fenomena pinjaman secara online tersebut muncul sebagai tren masa depan yang minim risiko yang mampu memenuhi keinginan ma­nusia modern yang ingin segala sesuatunya menjadi lebih cepat dan praktis. Pola konsumsi yang sema­kin bergeser dan beragam menja­dikan para debitur di masa saat ini mendambakan pencairan dana pin­jaman yang cepat dengan proses yang mudah dalam pengajuan pinja­man tersebut demi dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Selain itu, debitur juga menginginkan ada­nya variasi dari produk pinjaman serta ­simulasi terkait pinjaman. Hal ter­sebut juga dapat disediakan oleh startup atau perusahaan yang me­nyediakan layanan pinjaman online.

Startup pinjaman online sebe­narnya sudah berkembang sejak ta­hun 2015 silam. Pada saat itu, mun­cul beberapa nama seperti UangTe­man yang mengusung model bisnis balance sheet lending (menge­luar­kan pinjaman dari dana milik mereka sendiri), hingga Modalku dan In­vestree yang memilih model bisnis (P2P) lending (hanya menyalurkan dana dari pemberi pinjaman kepada peminjam). Kehadiran mereka kemudian diikuti oleh munculnya nama-nama lain dalam waktu yang sangat cepat.

Hal tersebut mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mem­buat regulasi yang lebih jelas bagi layanan pinjam meminjam yang berbasis teknologi di Indonesia. Pada 28 Desember 2016, terbitlah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 77/2016 tentang layanan pin­jam meminjam uang berbasis tek­nologi informasi yang berfokus pada model bisnis P2P lending. Hal tersebut dikarenakan model bisnis balance sheet lending relatif serupa dengan pinjaman yang selama ini di­berikan oleh penyedia konven­sional, sehingga dirasa tidak perlu diberi regulasi baru. Aturan tersebut mengatur tentang badan hukum, per­modalan, batas maksimum pinja­man, bentuk perjanjian yang digu­nakan, hingga mengatur peminjam dan pemberi pinjaman dari per­ora­ngan hingga badan usaha. Sejak atu­ran tersebut terbit, jumlah perusa­ha­an P2P Fintech Lending kian men­jamur. Data dari OJK menye­butkan se­banyak 30 perusahaan P2P Len­ding sudah terdaftar hingga akhir 2017. Jumlah tersebut terus me­ning­kat dan hingga bulan Juni 2018, telah ada 64 startup P2P lending yang terdaftar di OJK.

Jumlah pemberi pinjaman dan pengguna layanan pinjaman online terus meningkat. Hingga Februari 2019, jumlah pemberi pinjaman mencapai 245.229 orang, naik 7,91 persen dari Januari 2019 sebanyak 225.892 orang. Dari total tersebut, jumlah pemberi pinjaman yang ber­asal dari Jawa sebanyak 184.356 orang atau sekitar 75,15 persen. Sisa­nya berasal dari luar Jawa sebanyak 58.781 orang atau sekitar 23,96 persen dan luar negeri sebanyak 2.162 orang atau sekitar 0,89 persen. Per­kembangan tersebut masih dido­minasi oleh pemberi pinjaman yang berasal dari Jawa dengan persentase yang hampir sama dengan periode Desember 2017.

Jumlah peminjam juga me­nga­lami perkembangan yang cukup sig­n­i­fi­kan. Tercatat hingga Februari 2019, jumlah peminjam pada layanan pinjaman online sebanyak 6.081.110 orang, tumbuh sebesar 15,145 persen dari Januari 2019 sebanyak 5.160.120 orang. Dari total jumlah peminjam, sebanyak 5.056.078 atau sekitar 83,14 persen orang berasal dari Jawa dan sisanya sebanyak 1.025.032 orang berasal dari luar Jawa.

Seiring dengan peningkatan pemberi pinjaman dan peminjam, nilai dana yang dikucurkan turut mengalami peningkatan, yakni se­besar 28,362 triliun rupiah, tum­buh sebesar 8,32 persen dari Januari 2019 sebesar 26 triliun rupiah. Hing­ga Februari 2019, jumlah pinjaman bank secara konvensional mencapai Rp5.227.992 miliar (tumbuh hanya sebesar 0,79 persen dari Januari 2019 sebesar Rp5.186.616), se­dangkan jumlah pinja­man online tum­buh sebesar 8,32 persen dari Januari 2019 sebesar Rp26.003 miliar menjadi Rp28.362 miliar per Februari 2019. Jika dibandingkan, rasio pinjaman online terhadap pinjaman konvensional per Februari 2019 adalah 0,54 persen.

Pinjaman online yang meman­faatkan perkembangan teknologi dalam praktiknya guna memu­dahkan segala proses yang berkaitan dengan pinjam-meminjam uang tentu amat baik untuk dikem­bang­kan. Namun, polemik muncul karena sampai sejauh ini banyak isu negatif terkait keberadaan pinjaman online. Mulai dari penyedia layanan pinjaman online bodong yang tidak ter­daftar di OJK mengakibatkan marak­nya penipuan, kebocoran data pri­badi kreditor, hingga tindak kri­minal yang dilakukan oleh debt col­lector saat menagih utang sehingga membuat kepercayaan konsumen (dalam hal ini kreditur) menjadi belum terbangun dengan baik. Dari sisi kreditur adanya kemudahan bagi kreditur dalam meminjam tanpa syarat maupun agunan justru mengganjar krediturnya dengan bunga yang tinggi sehingga berujung pada kasus gagal bayar. Sementara dari sisi debitur (pemberi pinjaman) , ketiadaan hubungan hukum antara penyelenggara dengan pengguna layanan pinjam meminjam tersebut menimbulkan konsekuensi hukum.

Solusi berupa perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman berkaitan dengan Penyelenggaraan Financial Technology berbasis Peer to Peer Lending ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh pemberi pinjaman karena penyelenggara bukan merupakan pihak dalam perjanjian tersebut. Untuk itu, pentingnya perlindungan hukum khususnya bagi pemberi pinjaman dalam keberlangsungan dunia bisnis dan investasi adalah sebagai bentuk kepastian hukum bagi penggunanya. Selain itu , perlu adanya himbauan bagi pemberi pinjaman online mengenai pema­haman kode etik penagihan utang agar tidak menimbulkan polemik antara pemberi maupun penerima pinjaman. ***

Penulis adalah, Discussion and Analysis (DNA) Hipotesa FEM IPB Bandung

()

Baca Juga

Rekomendasi