Tol Medan-Berastagi Seharusnya Disetujui

tol-medan-berastagi-seharusnya-disetujui

Oleh: Ramen Antonov Purba

MEDIA sosial dan media cetak terus di­isi dengan be­rita belum dikabul­kannya aspirasi ma­syarakat perihal pem­ba­ngunan Tol Medan-Berastagi. Padahal tol Medan-Berastagi sudah sangat diper­lukan mengingat intensitas pengendara menuju Berastagi dan sebaliknya sudah sangat tinggi. Dalam bulan Agustus saja, su­dah berapa kali perjalanan menuju be­ras­tagi dan sebaliknya menjadi terganggu karena kecelakaan dan longsor. Jalan alternatif yang ada belum memungkinkan untuk dilalui secara normal, karena kondisi jalan alternatif yang belum baik. Jarak tempuh jalan alternatif juga dianggap tidak efektif dan efesien.

Peran Berastagi dan Tanah Karo seba­gai pusat penyedia buah dan sayur mayur sejatinya membuka mata hati pemerintah untuk memasukkan pembangunan Tol Medan-Berastagi menjadi program prio­ritas. Tak hanya itu, Berastagi dan Tanah Karo juga merupakan daerah tujuan wisata yang banyak dikunjungi. Pemerintah juga jangan sampai lupa, program pemerintah menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata tingkat dunia, menjadikan Beras­tagi dan Tanah Karo menjadi salah satu daerah yang juga harus turut dibenahi, khususnya kebutuhan akan Tol.

Normalnya perjalanan dari Medan me­nuju Berastagi terus ke Kabanjahe hanya 2 (dua) jam. Tetapi akhir-akhir ini waktu tempuh bisa mencapai 7 (tujuh) sampai 8 (delapan) jam. Hal yang mengakibatkan demikian yakni sering terjadi hal-hal yang tidak terduga, seperti ada kendaraan yang rusak, ada kendaraan yang mengalami kecelakaan, dan bencana longsor. Jika dipandang dari segi ekonomis, tak terhitung berapa kerugian yang terjadi.

Bisa dibayangkan sayur mayur dan buah-buahan yang seyogianya sampai ke konsumen dalam tempo beberapa jam, berubah menjadi berhari-hari karena jalan lumpuh tidak bisa dilalui. Belum lagi pegawai swasta dan pemerintah yang pekerjaannya menjadi terganggu, bahkan harus tidak masuk kerja karena perjalanan menjadi terhenti. Situasi dan kondisi demikian seharusnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat. Berarti permohonan pembangunan Tol bukan gagah-gagahan, namun memang sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Perlu dicatat, bukan hanya kebutuhan ma­syarakat Karo, tetapi menjadi kebu­tuhan masyarakat secara nasional.

Selain alasan diatas, pemerintah pusat juga harus tahu, jika jalan Medan-Berastagi tidak berhenti di Berastagi dan Kabanjahe. Tetapi juga menjadi jalan utama bagi mereka yang ingin menuju Ka­bu­paten lain seperti Deliserdang, Si­malungun, dan Tobasa. Bahkan juga diper­gunakan untuk menuju ke Kabu­paten lain yang berbeda provinsi, seperti Provinsi NAD. Sekarang sedang musim buah durian di Kabupaten Aceh Teng­gara, provinsi NAD. Buah durian dibawa ke kota Medan melintasi jalan Berastagi menuju Medan. Demikian juga dari kabupaten Dairi dan pakpak Bharat. Jika saja terjadi kecelakaan dan longsor di jalan, bagaimana nasib buah durian yang dibawa. Berapa lagi kerugian yang dialami oleh pedagang.

Jadi kembali menegaskan jika kebutu­han Tol bukan hanya untuk melayani segelintir orang, tetapi untuk melayani ra­tusan ribu bahkan jutaan masyarakat. Poin-poin ini harusnya menjadikan pemerintah pusat terbuka pikirannya. Jangan menganggap harapan pem­ba­ngu­nan Tol Medan-Berastagi seperti aspirasi kaleng-kaleng. Jangan sampai kelenga­han pemerintah pusat dengan menolak pembangunan Tol Medan-Berastagi men­jadikan bermunculan kartel sayur mayur dan buah-buahan yang meng­aki­batkan harga sayur dan buah menjadi terlalu mahal. Jangan sampai penolakan men­jadikan tingkat kunjungan wisata­wan menjadi menurun. Jangan pula karena penolakan, semangat untuk men­jadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata tingkat dunia menjadi terhambat.

Pusat Harus Adil

Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat fokus dengan pembangunan infrastruktur. Di beberapa daerah di Indonesia Presiden bahkan melakukan pembangunan secara luar biasa. Seperti Papua misalnya, Presiden membangun infrastruktur demi terjadinya kesamaan harga beberapa komoditas dan beberapa kebutuhan. Di beberapa daerah lain juga demikian, pemerintah membangun beberapa Tol untuk memudahkan distri­busi barang dan memudahkan transportasi masyarakat. Sekarang kita mem­perta­nyakan kepada pemerintah pusat, apa be­danya daerah lain tersebut dengan daerah Berastagi. Masyarakat yang bermukim dan tinggal, begitu juga yang memper­gunakan jalan yang diharapkan dibangun juga masyarakat. Mengapa pemerintah menolak per­mohonan tersebut.

Masyarakat Karo juga ingin seperti masyarakat yang bermukim di daerah-daerah lain. Penulis mengingatkan, pembangunan sebaiknya jangan menja­dikan ada iri hati antar masyarakat. Hal ini bisa menjadi penilaian negatif ter­hadap kinerja dan program pemerintah. Jangan sampai ada yang dibangun dan ada yang tidak dibangun. Sejatinya di awal pemerintah menjelaskan secara gam­blang alasan ketika melakukan pe­nolakan. Tentunya alasan yang diberikan harus objektif dan nyata.

Jika harus berbicara politik, penulis ingin mengatakan, kecintaan masyarakat Karo terhadap Bangsa ini sudah jelas. Mayoritas masyarakat Karo memberikan hatinya kepada Pemimpin Bangsa untuk kembali memimpin di periode berikut­nya. Kepercayaan ini harusnya dijawab oleh Presiden dengan pembangunan infrastruktur secara adil dan merata. Jangan sampai di tengah-tengah ma­sya­rakat muncul istilah anak tiri dan anak kandung. Kita mengapresiasi kunjungan Presiden beberapa kali dalam menyikapi kondisi pengungsian masyarakat yang terkena dampak erupsi gunung sinabung. Bahkan Presiden bergerak cepat ketika erupsi terjadi.

Kini kita juga mengharapkan respon positif pemerintah terkait keinginan masyarakat agar Tol Medan-Berastagi segera dibangun. Keberadaan Tol ini menjadi sebuah keharusan melihat kondisi jalan yang tidak lagi memung­kinkan untuk dipergunakan ketika ada situasi-situasi diluar dugaan. Harus ada jalan alternatif, harapannya yakni jalan Tol Medan-Beras­tagi. Kita meyakini mata hati pemerintah pusat khususnya Presiden akan terbuka. Sehingga pem­bangunan Tol Medan-Berastagi yang ditolak akan dikaji ulang. Sehingga kekuatiran masyarakat Karo terkait ketidakadilan menjadi berubah.

Seluruh masyarakat mari kita ber­gandengan tangan untuk mendukung aksi-aksi yang selama ini dilakukan. Kita melihat kemarin ada aksi dengan me­nampilkan budaya Karo dalam menyam­paikan aspirasi. Kita juga melihat di media sosial banyak yang memberi tanggapan positif agar pembangunan Tol Medan-Berastagi menjadi program prioritas. Kiranya seluruh aksi ini membuka mata hati pemerintah, sehingga akan meng­hasilkan keputusan terbaik dari peme­rin­tah. Harapannya penolakan yang dila­ku­kan beberapa waktu lalu berubah menjadi diprogramkan untuk kemudian dilak­sanakan. Untuk masyarakat yang semakin baik dan sejahtera. ***

Penulis adalah, pengguna jalan Medan-Berastagi dan Tanah Karo, pengajar di Politeknik Unggul LP3M Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi