Oleh: Abdi Restueli Zebua
NEGARA Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki potensi kekuatan besar dibidang maritim. Konon Indonesia disebut-sebut sebagai poros maritim dunia. Tetapi saat ini julukan tersebut masih sebatas mimpi yang bisa menjadi kenyataan atau sebaliknya menjadi simbolitas semata.
Sejarah pernah mencatatkan keberhasilan maritim terjadi pada masa Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang mampu berjaya menembus berbagai belahan dunia, dengan menggunakan jalur laut berupaya menguasai perdagangan nusantara demi kemakmuran rakyatnya. Tetapi keberhasilan ini tidak mampu diwarisi oleh Indonesia setelah dinyatakan merdeka dan hanya lebih condong pada pembangunan di daratan, sehingga potensi kekayaan maritim terabaikan. Pengembangan sektor kelautan dan perikanan terkesan lambat dan tidak mendapat kedudukan sebagai program prioritas pemerintah. Tentu keadaan ini semakin tidak mencerminkan Indonesia yang notabene sebagai negara kepulauan.
Diawal pemerintahan Presiden Joko Widodo sebenarnya telah mensinyalir untuk memberikan dukungan terhadap pembangunan sektor maritim. Ini terlihat pada sikap Presiden yang mengamanatkan lima pilar melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagai bentuk tindakan pemerintah membangkitkan kembali visi kemaritiman nasional. Adapun kelima pilar tersebut adalah Pertama menghidupkan kembali budaya maritim Indonesia. Kedua komitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Ketiga komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Dan Kelima membangun kekuatan pertahanan maritim.
Gagasan kelima pilar tersebut menjadi fokus pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan target menjadi poros maritim dunia serta menjadi kekuatan untuk dapat mengarungi dua samudera sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa.
Bangkit Kembali
Dalam kutipan liri lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” Ciptaan Ibu Soed pada bait yang kedua mengatakan “pemuda berani bangkit sekarang ke laut kita beramai-ramai” harusnya menjadi motivasi dan dorongan bagi bangsa Indonesia untuk berbenah mewujudkan cita-cita sebagai poros maritim dunia yang berdaulat atas hasil sumber daya kelautan dan perikanan.
Mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia (maritime power) yang berdaulat, maju, kuat dan mandiri memang bukan hal yang mudah. Membutuhkan komitmen besar dan sinergitas seluruh elemen bangsa agar dimensi pembangunan infrastruktur, hukum, sosial-budaya, politik, keamanan, dan ekonomi yang menjadi dasar “maritime power” tercapai. Tidak semudah mengembalikan telapak tangan, tetapi membutuhkan proses panjang yang pastinya akan menghadapi tantangan dan hambatan cukup besar. Namun melihat posisi strategis Indonesia yang berada di pusaran lalu lintas perekonomian global, menjadi sangat penting bagi masysarkat dunia maritim. Ini harusnya menjadi bekal dan dorongan untuk lebih semangat mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Kejayaan yang pernah ditorehkan oleh Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dalam menguasai sektor maritim pada masanya, harus dijadikan tolak ukur atau parameter logis bahwa kekuatan Indonesia mampu kembali bangkit dan optimis bahwa laut adalah masa depan cerah bagi bangsa Indonesia.
Memiliki wilayah kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dengan luas laut sekitar 5,9 juta km2 yang terdiri atas 3,2 km2 perairan teritorial dan 2,7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), membuat banyak negara melirik sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Faktanya hasil riset yang dilakukan oleh Puji Rahmadi, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O LIPI) menjelaskan bahwa nilai kekayaan laut Indonesia ternyata mencapai Rp 1.772 triliun atau setara dengan 93 persen dari total APBN Indonesia tahun 2018. (kumparanSAINS, 22 April 2019)
Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang begitu besar seperti pariwisata bahari, jasa transportasi laut, perikanan, dan sumber daya energi (minyak dan gas serta biota laut) dapat memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Oleh karena itu mengembalikan identitas Indonesia sebagai negara maritim, sangat potensial pada pemerataan ekonomi bangsa kedepan.
Program penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI dan pembangunan konektivitas antara satu pulau dengan pulau lainnya harus menjadi agenda prioritas pemerintah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (sustainable). Buruknya konektivitas maritim hanya akan menggemukkan biaya logistik ke daerah dan berimbas pada ketimpangan ekonomi. Oleh karenanya transportasi perkapalan harus diperbaiki dari kondisi pelabuhan hingga kondisi kapal yang aman dan nyaman, sehingga distribusi barang lebih efesien dan efektif serta mampu menekan kesenjangan harga.
Menjadikan bangsa yang sejahtera dan berwibawa memimpin kekuatan maritim dunia, masyarakat Indonesia harus mengawal visi kemaritimanan nasional yang telah digagas pemerintahan Jokowi melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Lima pilar tersebut harus betul-betul terealisasi tanpa adanya tekanan maupun intervensi dari berbagai pihak yang berkepentingan dan sengaja memanfaatkannya untuk kebutuhan pribadi maupun golongan.
Apabila hal ini dapat terwujud, maka Indonesia dapat mengembalikan sejarah kejayaan yang pernah dicatatkan zamannya Sriwijaya dan Majapahit selama di Indonesia. Kita mesti optimis dan tidak hanya sebatas bermimpi, namun kita buktikan bahwa sektor kelautan dan perikanan dapat menyumbang devisa yang besar serta menjadi penggerak utama (Prime Mover) pada pembangunan ekonomi nasional kedepan. ***
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Pertanian Unika ST Thomas Medan. Aktif di Komunitas Menulis Mahasiswa “Veritas” Unika ST Thomas